Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tak Ada Kedaruratan Menunda atau Mengganti Sistem Pemilu

OLEH: QOMARUDDIN

Jumat, 17 Maret 2023, 00:11 WIB
Tak Ada Kedaruratan Menunda atau Mengganti Sistem Pemilu
Sekretaris DPC Partai Demokrat Lamongan, Qomarudin/Ist
DEMOKRASI pada dasarnya dibangun atas dasar kedaulatan rakyat, di mana hak dasar rakyat untuk memilih dan dipilih harus dijamin dan dilindungi. Dalam mewujudkannya, Negara harus menjamin seutuhnya agar demokrasi bisa berjalan semestinya.

Institusi negara sebagai lembaga yang diberikan mandat tidak boleh melampaui apa yang menjadi kehendak publik. Apalagi membonsai hak-hak dasar masyarakat tersebut.

Hak dasar masyarakat untuk memilih adalah manifestasi dari kehendak publik. Hak tersebut tidak boleh dikerdilkan dengan dalil apapun.

Para pelokalisir suara rakyat ini melakukan kehendaknya dengan ingin mengubah UU Pemilu lewat judicial review di Mahkamah Konstitusi. Selain itu para oknum kekuasaan juga melakukan penundaan pemilu dengan berbagai cara dan yang terakhir adalah lewat putusan PN Jakarta Pusat.

Mestinya dengan azas demokrasi, hak-hak dasar rakyat ini harusnya dilindungi dan dijaga agar kedaulatan yang ada pada individu bisa didistribusi secara merdeka (bebas) dan tepat. Bukan malah dikerdilkan dengan cara mengubah sistem proporsional terbuka dengan proporsional tertutup serta penundaan pemilu.

Reformasi hadir memberikan angin segar dalam kehidupan berdemokrasi, publik diberikan ruang yang sama atas hak dasarnya untuk memilih dan dipilih. Kedaulatan yang dimiliki rakyat bisa diaktualisasi dengan baik atas kebebasan yang dimiliki dalam menentukan perwakilannya.

Rakyat harus diberi kebebasan untuk menentukan perwakilannya agar mampu memperjuangkan mandat dan aspirasi di parlemen dengan eksekutif. Jika hak dasar saja sudah tidak dihargai, hak apalagi yang dimiliki oleh rakyat?

Hanya untuk memilih saja sudah dikerdilkan apalagi bersuara lantang. Semua kekacauan ini dibuat demi kepentingan tertentu, wajar jika publik marah dan mengecam.

Tidak ada kegentingan apa-apa yang menjadi postulan untuk mengubah sistem pemilihan apalagi menunda pemilu yang sudah diatur dalam konstitusi. Namun para demagog dengan berbagai dalil dan alibi membangun narasi yang semua itu sebenarnya absurd.

Janganlah hanya karena kepentingan sesaat harus mengorbankan kedaulatan rakyat. Sebagai perwakilan rakyat mestinya mengeksistensi dengan rakyat dan mengaktualisasi apa yang menjadi harapan rakyat.

Dalam dunia demokrasi mereka (rakyat) sudah menyerahkan sebagian kekuasaannya untuk para perwakilannya (DPR, DPD, pemimpin eksekutif), maka menjadi bias jika yang sudah diberi mandat malah melakukan pengkhianatan atas kedaulatan yang sudah diberikan.

Diferensiasi dalam dunia politik adalah sebuah kemafhuman, namun juga tidak boleh menabrak pakem (konstitusi). Konstitusi adalah supremasi hukum tertinggi dalam tata negara kita. Jika kedudukannya juga tidak dihargai dan tidak ditaati maka negara ini akan mengalami (state destruction) yang mengakibatkan semua tatanan juga mengalami kehancuran (state of decay). Jangan sampai.

Dalam dunia demokrasi kebanyakan para pemilik kepentingan yang seharusnya menjalankan kekuasaan secara normal justru memberlakukan keadaan seolah-olah darurat. Terdengar ganjil keadaan yang tidak genting dan darurat namun memaksa untuk mengubah konstitusi dan menunda pemilu.

Hal inilah yang dikritik oleh Agamben, seolah-olah keadaan dibuat darurat lalu memunculkan kekuasaan berdaulat (sovereign power) untuk bertindak semena-mena, menangguhkan konstitusi dan manafikan aturan lainya untuk berbuat semaunya, mengubah konstitusi, UU dan menunda pemilu secara semaunya sendiri hanya demi memenuhi ekspektasi kepentingannya sendiri (para oligarki) adalah perbuatan menentang kedaulatan rakyat.

Kita akan pada kesimpulan jika perilaku menentang konstitusi dan kehendak publik tetap dipertahankan, perilaku tersebut merupakan perilaku komprador yang haus akan kekuasaan, hal ini harus mendapat perlawanan secara massif agar motif of force-nya tidak terealisasi.

Sungguh menjadi negara yang tidak bermartabat jika semua aturan dan konstitusi dihinakan dengan cara-cara yang penuh kamuflase seperti yang terjadi di MK dan PN Jakarta Pusat.

Semua akan dikerdilkan dengan model sistem pemilihan proporsional tertutup dan penundaan pemilu. Di mana dengan proporsional tertutup dan penundaan pemilu, masyarakat akan kehilangan kedaulatan dan kemerdekaannya. Mereka tidak bisa melakukan pemilihan langsung dan tidak bisa melakukan perubahan secara konstitusi.

Peralihan kekuasaan atau pergantian kekuasaan yang diatur oleh konstitusi harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab serta tepat waktu, sesuai peraturan yang sudah disepakati.

Kekuasaan tidak boleh melampaui kedudukan konstitusi sebagai hukum dasar (fundamental law) negara. Sebagai nilai tertinggi dari pada kekuasaan, konstitusi dengan supermasinya dibentuk untuk membatasi kekuasaan agar kekuasaan tidak disalahgunakan (abuse of power).

Dalam pandangan Carl Schmitt dalam keadaan kedaruratan institusi bisa mengambil kebijakan tegas atau yang disebut keadaan state of exception  (kedaruratan negara).

Maksud dari Schmitt adalah kedaruratan yang dilakukan demi melawan rezim yang otoriter dan diktator serta semena-mena, bukan kedaruratan yang disematkan oleh penguasa kepada keadaan yang sebetulnya tidak genting atau tidak darurat.

Negeri ini tidak ada kedaruratan maupun kegentingan apapun yang bisa dijadikan dalil untuk mengubah konstitusi atau aturan lainya. Yang genting adalah sikap para oligarki, demagog, dan komperadornya yang sesukanya membuat kebijakan yang tidak lazim, mengubah konstitusi dan UU serta menunda pemilu.

Rakyat mengerti dan paham, bahwa semua itu dilakukan demi kepentingan kelompok tertentu. Semestinya sikap para penguasa itulah yang sebenarnya kedaruratan yang harus diubah dengan cara konstitusional lewat Pemilu 2024.

Bahwa pergantian kekuasaan dalam alam demokrasi merupakan keniscayaan yang harus dilakukan. Inilah salah satu nilai fundamental demokrasi yang menjadi pembeda dengan sistem lainya.

Jangan sistem demokrasi yang sudah kita taati bersama dikerdilkan dengan cara yang tak lazim untuk mengkamuflase rakyat, bahwa kesadaran kritis publik sudah terpatri dalam jiwa yang merdeka, kesadaran itu tumbuh sejak reformasi digulirkan maka era ini adalah ers perayaan atas kesadaran kritis tersebut. Maka janganlah memancing kesadaran-kesadaran tersebut untuk muncul sebagai gerakan perlawanan.

Kita semua cinta pada negeri ini, mari kita semua bernegara dengan berpijak pada UU dan Konstitusi, jangan banyak trik dan intrik yang selalu mempermainkan aturan demi kepentingan semata.

Kita semua tahu tentang teori kausalitas, bahwa setiap sebab akan menghadirkan akibat, dan ada aksi pasti ada reaksi, kita tidak mengharapkan adanya gelombang besar perlawanan dan perubahan yang masif yang mengakibatkan destruktifikasi sosial.

Kita semua hormat dan cinta pada negeri ini, maka mari kita taati semua aturan dan konstitusi, agar Negeri ini berjalan menuju tujuan dengan sempurna. Aamiin. rmol news logo article

Penulis adalah Sekretaris DPC Partai Demokrat Lamongan
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA