Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ada Masa Depan untuk Pertamina dan PLN?

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/salamuddin-daeng-5'>SALAMUDDIN DAENG</a>
OLEH: SALAMUDDIN DAENG
  • Kamis, 09 Februari 2023, 12:02 WIB
Ada Masa Depan untuk Pertamina dan PLN?
Salamuddin Daeng/Net
SEKARANG untung Blok Rokan masih lumayan, dengan produksi 166 ribu barel maka Pertamina dapat grossplit dapat 100 ribu barel. Dari setiap barel minyak perusahaan bisa mendapatkan laba bersih 20 barel saja maka Pertamina hulu energy dapat bersih 20 ribu barel sehari.

Dengan harga minyak 75 dolar, Pertamina dapat 500 juta dolar AS setahun atau 8 triliun mener. Cukup Lumayan.

Mau cari di mana uang 8 triliun? Ini angka yang lumayan, jadi kelola Blok Rokan tetap bisa dapat cuan besar. Utang untuk beli Blok Rokan kepada Menteri Keuangan senilai 750 juta dolar AS akan bisa dibayar hanya dalam 2 tahun.

Memang Chevron dulu produksi 250 juta barel setahun. Ini bisa dikejar Pertamina dengan melipatgandakan sumur. Sekarang Pertamina hasilkan 166 ribu barel, itu angka yang lumayan.

Secara keseluruhan hulu Pertamina sekarang bisa memproduksi sekitar 500 ribu barel sehari. Kalau bagiannya Pertamina dalam skema grossplit 60 persen saja, maka perusahaan mendapatkan 300 ribu barel sehari.

Kalau bersih 20 persen, maka dapat 60 ribu barel sehari. Kalau harga 75 dolar, maka dapat 4,5 juta dolar sehari. Setahun bisa dapat bersih 1,6 miliar dolar atau Rp 25 triliun. Kalau pakai bayar utang, maka utang Pertamina bisa lunas dalam 25 tahun.

Tidak hanya itu, Kalau Pertamina hulu untung 25 triliun, kilang untung 3 dolar saja per barel minyak yang diolah kilang, dikalikan 700 ribu barel sehari maka kilang bisa untung Rp 12 triliun setahun.

Dengan dasar ini PT Pertamina kilang masih dapat berkembang lagi, menyongsong transisi energi, mengembangkan bahan bakar hidrogen dan EBT lainnya. Tidak seperti sekarang menyimpang yakni melakukan solarisasi sawit dan gasifikasi batubara yang jelas keluar haluan transisi energy.

Sementara kalau ritel bisa dapat 500 perak saja dari setiap liter penjualan BBM, dikalikan 1,2 juta barel penjualan sehari atau 68-80 miliar liter, maka Pertamina hilir Petraniaga bisa dapat untung bersih Rp 35-40  triliun setahun.

Sehingga secara keseluruhan Pertamina holding company saya perkirakan bisa dapat untung  setahun sekitar Rp 100 triliun lebih. Dalam 6 tahun saja utang Pertamina sekarang bisa lunas.

Bagaimana PLN?

Lalu bagaimana dengan perusahaan listrik negara atau PLN? Masa depan bisa juga cerah. Sekarang PLN bisa jual listrik 241 miliar kwh, harga per kwh 1400 maksimun maka penjualannya mencapai Rp 350 triliun. Potong biaya per kwh Indonesia sekitar Rp 1.600. PLN memang rugi 200 perak per kwh.

Namun berbeda kalau 72 gw terpasang berhasil terjual habis, maka PLN bisa menjual sekitar 450 miliar kwh. Jadi PLN bisa dapat revenue Rp 550 triliun, asumsi biaya tetap maka PLN bisa untung 100 triliun lebih. Tinggal masalahnya adalah bagaimana mengatasi over supply di Jawa Bali sekarang ini, ini memang tugaa berat bagi PLN.

Sumber masalah utama PLN adalah skema ToP ini memghasilkan pemborosan luar biasa. Bagaimana bisa kita dipaksa buang listrik separuh dari yang kita produksi, sementara negara-negara miskin dan rakyat miskin Indonesia banyak yang masih kurang makanan.

Ini pengurus negara tangung jawab dunia akhirat. Ada yang mengatakan bahwa kelebihan produksi ini sebenarnya tidak pernah diproduksi, jadi PLN membayar angin kepada swasta atau IPP. Konsumsi batubara palsu dong? Tapi tetap dihitung dan dibayar PLN.

Tanggung jawab sepenuhnya oversupply ini ada di tangan pemerintah, yang memutuskan untuk membangun megaproyek 2x10 Gw dan 35 Gw, tapi tidak diikuti dengan kebijakan pembangunan industri nasional. Potensi jual listrik PLN itu mencapai 450 ribu GWh, sementara yang bisa dijual hanya 241 GWh. Ini adalah angka yang fantastis.

Sementara banyak swasta di smelter konon membangun pembangkit PLTU untuk konsumsi sendiri. Akibatnya PLN tidak mendapatkan pasar listrik di wilayah industri tersebut. Piye iki Bapak Presiden? rmol news logo article

Penulis adalah Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA