Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

The Clash of Cultures KUHP Pasal Perzinahan dalam Sudut Pandang Pancasila

OLEH: PRIHATIN KUSDINI DAN KURNIA WAMILDA*

Senin, 02 Januari 2023, 11:28 WIB
<i>The Clash of Cultures</i> KUHP Pasal Perzinahan dalam Sudut Pandang Pancasila
Ilustrasi ketok palu/Net
PANCASILA merupakan keadaban bagi nilai kemanusiaan di mana di dalamnya mengandung lima nilai yang fundamental, yakni ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan dan keadilan. Hakikat kemanusiaan itu sendiri aliran hukum alam bagi manusia itu sendiri dan dan manusia sebagai mahluk sosial, jika dihubungkan dengan Pancasila, yakni memberikan ajaran kepada manusia Indonesia untuk memanusiakan interaksi sosial dalam hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Kedua hal tersebut Pancasila bercita-cita menjadikan manusia Indonesia mahluk yang bermoral. Menurut Thomas Aquinas dalam hukum alamnya kodrat manusia itu kecenderungan untuk mempertahankan diri, kecenderungan  untuk hidup bermasyarakat, kecenderungan untuk memperoleh kebenaran dan mungkin dalam kebodohan, serta berbuat atas  kecenderungan berbuat atas keputusan akal, ke enam wujud keberlakuan hukum alam ini begitu relevan dengan sifat-sifat hakiki dari Pancasila.

Jika melihat nilai ketuhanan dari Pancasila sebagai dasar ketentuan pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 melegitimasi kehidupan beragama sangat melekat pada hati bangsa Indonesia perasaan religius ini sangat sensitive dan mudah terharu menjadi dasar kuat bagi unsur-unsur agama dalam sistem hukum Indonesia termasuk masalah kesusilaan, hukum Indonesia masih banyak mengandung unsur agama dan moralitas, dengan semakin berkembangnya teknologi informasi hingga masuknya pengaruh budaya internasional dalam kehidupan bangsa Indonesia

Indonesia adalah nama satu negara bentuk sistemnya adalah kumpulan orang yang bercerai-berai dan disatukan menjadi kesatuan dan persatuan dengan meniadakan perbedaan suku, agama, dan ras antara golongan (SARA). Pancasila itulah yang mengikatnya sebagai Ideologi negara dan disebut sebagai manusia seutuhnya karena lima nilai yang terkandung di dalamnya.

Dasar yang melandasi akan kebersikapan dan tindakannya manusia adalah bermanusia dan kemanusiaan. Permasalahan yang terjadi adalah pengadilan tidak mudah menerima ide dalam menyelesaikan perkara menggunakan ilmu sosial yang terjadi adalah The Clash of Cultures, praktisi hukum dan ilmu sosial kultur profesi yang berbeda dan tidak bisa berkomunikasi secara efektif ada garis demarkasi yang bermain di wilayah diskursif hukum bersifat normative  dan perskriptip menjelaskan bagaimana harus berperilaku sedang ilmu sosial bersifat deskriptif berusaha tidak menilai, menjelaskan orang berperilaku, selain itu terdapat metode yang berbeda dalam pencarian kebenaran, metode ilmu hukum mencari kebenaran dengan pertikaian di sidang pengadilan sedangkan ilmu sosial melalui riset ilmiah, hukum formal tetap berpijak pada basis sosial  (masyarakat), keterikatan hukum pada kenyataan sosial dengan pembuktian hakim harus menerima fakta-fakta sebelum menjatuhkan putusan.

Proses hukum tidak dilihat dalam satu peristiwa yang mengalami isolasi melihat kejadian suatu perjalanan penerapan atau penafsiran peraturan-peraturan hukum saja melainkan terwujudnya tujuan sosial dalam hukum, yang berlangsung suatu proses interchange dari kekuatan serta sektor  kehidupan di masyarakat. Hukum positif tidak pernah lengkap karena banyaknya persoalan dimasyarakat seiring dengan perkembangannya.

Keberadaan hukum alam membentuk perspektif lebih tinggi sebagai standar regulatif hukum positif, menjadi sarana kritik atau koreksi atas hukum positif, begitu juga dengan Pancasila sebagai norma fundamental dan sumber dari segala sumber hukum dalam tertib hukum di Indonesia menjadi acuan dalam praktik penyelenggara berbangsa negara bermasyarakat Indonesia.

Indonesia adalah negara hukum setiap masyarakatnya atau warga negaranya harus mematuhi 3 prinsip dasar yakni supremasi hukum (supremasi of law), persamaan di depan hukum (equality before of the law) dan asas legalitas (due process of the law) metode penegakkan hukum yang tidak bertentangan dengan metode penegakkan hukum hukum.

Dalam Pasal 29 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa "Negara Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa", dalam arti perubahan hukum juga dapat diartikan bahwa setiap peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai bimbingan pedoman ketuhanan (norma agama) yang ada. Mengenai kesusilaan dalam masyarakat Indonesia yang berketuhanan. Dalam merumuskan suatu perkara pidana kesusilaan yang menyangkut moralitas harus mampu memperdalam nilai-nilai yang hidup di masyarakat dalam rangka mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia, perumusan hukum pidana peradilan agama harus diselaraskan antara nilai-nilai agama dan nilai-nilai yang telah hidup di masyarakat dengan ketentuan sistem hukum nasional, nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat yang berasal dari nilai-nilai agama yang berlandaskan pada kesalehan, maka tidak akan ada benturan  yang akan menyebabkan orang merasa tidak adil.

Menurut hukum Islam, zina adalah salah satu dosa besar dalam Islam, aktivitas seksual oleh pria atau wanita yang sudah menikah  sah, jika yang belum menikah termasuk perzinahan. Dalam Al-Qur'an, Zina disebutkan dalam ayat-ayat Al Isra' 17:32, Al A'raf 7:33, A Nuur 24:26. Dalam hukum Islam, zina akan dikenai hukuman rajam. Hukumnya menurut Islam bagi pezina adalah jika pelaku menikah dengan sukarela (tidak dipaksa, tidak diperkosa), dicambuk 100 kali, kemudian dirajam, hal ini berdasarkan hukuman yang diterapkan oleh Ali bin Abi Thalib.

Mereka cukup dirajam tanpa dihajar dan ini lebih baik, sebagaimana hukum yang diterapkan oleh Muhammad, Abu Bakar ash-Shiddiq, dan Umar ibn Khattab; Jika pelakunya tidak menikah, maka mereka didera 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun. Dalam hukum Islam, hubungan seks antara seorang pria dan seorang wanita tanpa terikat oleh kontrak pernikahan yang sah disebut perzinahan.

Hubungan tersebut tidak dapat dibedakan apakah pelakunya adalah seorang gadis, sudah menikah atau menjanda, sudah menikah atau duda. Dengan demikian bahwa berzina sama dengan membunuh orang yang tidak bersalah. Pezina telah melakukan kekufuran terhadap Allah SWT, Nabi-nya, dan orang-orang yang beriman dan akan masuk neraka jika dia mati tanpa bertobat. Agama Kristen dan Agama Katolik  juga melarang umatnya untuk melakukan zina. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Kitab Korintus 6:9-10, bahwa zina disebut sebagai perbuatan yang tercela, yang pelakunya tidak tidak dapat mewarisi kerajaan Allah.

Agama Hindu melarang zina, orang yang berzina akan dimasukkan ke dalam neraka yang bernama Taptasurmi . Agama Budha mengenal dasasila (sepuluh larangan yang harus dijauhi oleh umat Budha golongan Bhiksu) dan pancasila (lima larangan yang patut untuk dijauhi oleh umat Budha dari golongan orang awam). Salah satu larangan yang harus dijauhi dalam dasasila dan pancasila tersebut adalah berzina . Agama Khong Cu (Confusius) melarang hubungan badan di luar nikah dilarang untuk dilakukan oleh siapapun sebagaimana diatur dalam Kitab Si Shu (Kitab Bing Cu (Men Zi) VII A: 17.1.

Agama mempunyai posisi penting dalam tata hukum Indonesia, yaitu etika dasar negara bersumber dari moral Ketuhanan yang terdapat dalam agama-agama. Hal tersebut mengacu kepada sila 1 Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Selain itu, ajaran agama yang dianut masyarakat mempunyai pengaruh terhadap pembentukan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Jadi ajaran-ajaran agama, terutama yang bersifat universal adalah dasar dalam pembentukan hukum nasional.

Masyarakat selalu memiliki tatanan moral yang baik, mengenai pemahaman akan pentingnya nilai moral yang baik dan ajaran yang dimiliki bangsa Indonesia secara nyata yang sudah ada sejak dahulu kala Jika dihubungkan dengan konteks zina, maka etika masyarakat Indonesia adalah tidak mengajak atau mempengaruhi seseorang untuk melakukan zina, karena zina bisa merusak keadaan dan masa depan seseorang.

Etika menghargai keyakinan seseorang dalam konteks toleransi dalam beragama. Bisa juga berbentuk saling menghargai kehormatan satu sama lain, jika saling menghargai kehormatan ini dikaitkan dengan konteks zina, maka etika masyarakat Indonesia adalah menghargai kehormatan seseorang dengan tidak menghilangkan keperjakaan atau keperawanan.

Dan hal inilah kadang terjadi benturan dan gesekan antara das sollen dan das sein di dalam kehidupan masyarakat. Hukum yang telah tertinggal dari kenyataan haruslah di ubah sesuai dengan kehidupan masyarakat yang ada agar kehidupan masyarakat harmonis. Salah satu contohnya adalah perzinahan. Di dalam Kitab Undang �" Undang Hukum Pidana (KUHP) disebutkan perzinahan adalah jika salah satu sudah menikah. Hal ini memang wajar karena KUHP kita adalah warisan dari Belanda.

Secara kultur, masyarakat Indonesia berbeda dengan masyarkat Belanda, maka pasal perzinahan di dalam KUHP itu harus dirubah sesuai dengan adat dan kebiasaan masyarakat Indonesia. Didalam  KUHP memang memiliki jiwa yang berbeda dengan jiwa bangsa Indonesia. KUHP warisan zaman Hindia Belanda ini berasal dari sistem hukum kontinental (Civil Law System) atau menurut Rene David disebut dengan the Romano-Germanic family. The Romano Germanic family ini dipengaruhi oleh ajaran yang menonjolkan aliran individualisme dan liberalisme (individualism, liberalism, and individual right). Hal ini sangat berbeda dengan kultur bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai sosial.

Jika kemudian KUHP ini dipaksakan untuk tetap berlaku, benturan nilai dan kepentingan yang muncul tidak mustahil justru akan menimbulkan kejahatan - kejahatan baru. 2 Delik perzinahan merupakan contoh aktual adanya benturan antara pengertian dan pemahaman tentang zina dalam KUHP dengan kepentingan atau nilai sosial masyarakat. Di dalam KUHP yang lama tidak diatur tentang perzinahan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang keduanya masih lajang.

Di dalam KUHP tersebut mengatur bahwa apabila hubungan dilakukan suka sama suka walaupun tidak dalam pernikahan yang sah, negara tidak boleh ikut campur. Hal ini lah yang sangat kontras bebeda dengan kultur budaya masyarakat Indonesia. Benturan-benturan yang sering terjadi di masyarakat, acapkali menimbulkan kejahatan baru seperti aborsi, pembunuhan bayi, penelantaran bayi, pembuangan bayi, atau main hakim sendiri. Delik perzinahan dalam KUHP yang sekarang berlaku di Indonesia diatur dalam Bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan.Yang secara khusus mengatur tentang perzinahan ada dalam Pasal 284 yang berbunyi sebagai berikut:

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan:

Ke 1
a)    terhadap seorang pria telah kawin yang melakukan zina, padahal diketahui bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya;

b)    seorang wanita yang telah kawin yang melakukan zina;

Ke 2
a)    Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;

b)    Seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah kawin dan Pasal 27 BW berlaku baginya;

2. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku Pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan ranjang karena alasan itu juga.

3. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku Pasal 72, 73 dan 75.

4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.

5. Jika bagi suami-istri berlaku Pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama pernikahan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum diputuskan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.

Dari rumusan ketentuan Pasal 284 KUHP tersebut maka unsur-unsur perzinahan adalah sebagai berikut : adanya persyaratan telah kawin, adanya pengaduan dari suami atau isteri yang tercemar, dan si turut serta harus mengetahui bahwa pasangannya terikat perkawinan.

Berdasarkan ketentuan pasal 284 KUHP, apabila laki-laki dan perempuan yang kedua-duanya belum menikah dan melakukan hubungan seks di luar ikatan pernikahan yang sah maka tidak dapat dikategorikan sebagai perzinahan dan tidak dapat dijerat oleh hukum. Dengan kata lain, ketentuan Pasal 284 KUHP, baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan peluang kepada persetubuhan di luar nikah antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat pernikahan dengan orang lain.

Penerapan pasal 284 KUHP tersebut tidak terlepas dari sejarah pembentukan dan berlakunya pasal tersebut dahulu kala. Pada zaman dahulu terdapat perbedaan pandangan mengenai kejahatan perzinahan mengenai perlu atau tidaknya dipandang sebagai suatu perbuatan yang terlarang dan dapat diancam dengan pidana. Menurut hukum Romawi, pihak wanita sajalah yang dapat dipersalahkan telah melakukan perzinahan. Jika terdapat isteri melakukan hubungan kelamin dengan laki-laki lain yang bukan suaminya, maka ia telah dipandang sebagai seorang istri yang merugikan hak seorang suami untuk menuntut kesetiaan dari isterinya dalam perkawinan.

Perlakuan di depan hukum yang tidak seimbang antara wanita denga pria itu kemudian berlanjut pada Code Penal Perancis. Berbeda dengan hukum Romawi yang memandang wanita lebih rendah kedudukannya di depan hukum dibandingkan dengan pria, ternyata hukum gereja Katholik telah menempatkan kedudukan wanita itu sederajat dengan kedudukan pria di depan hukum. Oleh karena itu, perzinahan dipandang sebagai perbuatan dosa yang dapat dilakukan oleh pria maupun wanita, dan dipandang sebagai inbreuk op de heilige band van het huwelijk atau suatu penodaan terhadap ikatan suci dari perkawinan.

Pandangan gereja Katholik tentang kedudukan hukum yang sederajat antara pria dengan wanita itu telah diikuti oleh pembentuk undang-undang di negeri Belanda yang dapat dilihat cara mereka merumuskan ketentuan-ketentuan pidana dalam Pasal 340 sampai dengan Pasal 344 Criminal Wetboek voor het Koninklijk Holland (KUHP Belanda) yang mengatur perzinahan sebagai suatu perbuatan yang terlarang dan dapat diancam pidana. Semula saat Wetboek van Strafrecht (KUHP) itu dibentuk, perzinahan tidak dimasukkan ke KUHP sebagai sebuah delik (kejahatan).

Akan tetapi atas usul Mr. Modderman, perzinahan dimasukkan sebagai salah satu perbuatan yang terlarang dalam Wetboek van Strafrecht (WvS). Alasan yang dipakai Mr.Modderman adalah apabila perzinahan itu tidak diatur dalam WvS dikhawatirkanakan mendatangkan kerugian bagi kesusilaan. Atas usul Modderman itu, kemudian perzinahan dicantumkan sebagai salah satu delik kesusilaan di dalam WvS yang sedang dibentuk. Dengan demikian wanita diberi kedudukan yang sama dengan pria yaitu bukan hanya berkedudukan sebagai subyek dari tindak pidana perzinahan akan tetapi berkedudukan pula sebagai pihak yang sama. Artinya, pihak wanita berhak pula mengajukan pengaduan dan gugatan perceraian jika perbuatan itu dipandang perlu baginya. Batasan yang diberikan KUHP itu sangat sempit, hal ini dimaklumi karena KUHP disusun oleh kolonial Belanda yang mempunyai pandangan berbeda dengan pandangan masyarakat dalam memandang perbuatan zina.

Perluasan makna zina ini sejalan dengan tujuan pembaharuan hukum pidana sebagai sarana untuk melindungi masyarakat, karena zina memiliki banyak dampak negatif, termasuk prostitusi yang dapat menjadi sumber penyakit kotor dan merugikan masyarakat, termasuk HIV/AIDS, pernah mengalami hubungan seksual pranikah, yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat Indonesia, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.Terutama dalam sila pertama Tuhan Yang Maha Esa, karena tidak ada agama di Indonesia yang membolehkan perzihan.

Dengan pengesahan KUHP Baru tanggal 6 Desember 2022 dua pasal kontroversi pasal zinah (free sex) dan pasal Kumpul kebo (kohabitasi) mendapat sorotan Internasional dan perdebatan, moral dari pasal tersebut agar orang-orang tidak melakukan perzinahan, ancaman hukuman apabila istri, atau suami , atau anaknya, atau bapaknya yang mengadukan, pasal ini sifatnya delik aduan,jika turis-turis yang datang ke Indonesia pasal itu berlaku apabila pihak keluarganya ada yang melaporkan. Berlakunya KUHP ini tiga tahun kedepan berikut bunyi pasal KUHP baru:

Pasal 411 (soal zina atau free sex)

1. Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

2. Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

- suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.

- Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

3. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.

4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Pasal 412 (soal kumpul kebo atau kohabitasi)

1. Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

- Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau

- Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

2. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.

3. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Pasal KUHP baru yang mengatur perzinahan meluaskan pasal-pasal yang sebelumnya tidak diatur dalam KUHP buatan Belanda sebagai contoh setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri diluar perkawinan dipidana 6(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, bunyi pasal 412 ayat 1.

Menurut pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Syarif Nurhidayat (voaindoesia.com, 14/12/2022) DPR merumuskan kedua pasal tersebut sebagai sebuah kompromi  atau jalan tengah bagi kondisi Indonesia dalam posisinya bagian dari masyarakat global menetapkan zina dan kumpul kebo sebagai delik aduan  absolut.

Indonesia kultur yangsangat ketimuran dan religius keadaan norma tersebut normal, karena posisi Indonesia berada diruang masyarakat global secara perspektif kacamata plural menjadi tantangan dan perlu dikompromikan,dua kepentingan Ideologi dan kepentingan sosial masyarakat Indoneia, perspektif universal. Secara universal ada pandangan Ham bersifat liberal hingga perzinahan dan kohabitasi adalah hak personal, tidak perlu intervensi negara, dua tindakan terkait norma harus dipertahankan dan diatur.

Kelompok religi mempermasalahkan pasal ini karena tidak tegasnya pemerintah dalam menghadapi zina dan kumpul kebo, sedangkan pihak liberal berpandangan mengkriminalisasi persoalan pribadi. Karena menjadi delik aduan absolut pemerintah daerah tidak boleh membuat peraturan daerah, membuka ruang ada razia praktik perzinahan dan kohabitasi karena bukan delik biasa.Perubahan yang fundamental mengenai persetubuhan luar pernikahan antara KUHP lama dan baru DPR RI mencari jalan tengah antara budaya lokal dan prinsip yang berkembang dalam masyarakat, kohabitasi sebelunya belum diatur di KUHP lama di KUHP baru bisa menyerap realita sosial,budaya dan agama di masyarakat Indonesia dan baru dimasukan kriminalisasi pada KUHP baru, sebagi negara yang berdaulat Hukum Indonesia tidak boleh dipaksakan sistem liberalisme  seksual, kita punya hukum adat dan nilai-nilai agama secara budaya masyarakat Indonesia tidak bisa menerima kohabitasi.

Kesimpulan


Indonesia negara berdasarkan Pancasila yang memiliki lima nilai salah satu nilai Ketuhanan yang sangat menjunjung tinggi moral,  KUHP yang baru di syahkan tindakan meluasnya pidana zinah pasal 411 mengenai free sex  dan pasal  412 mengenai kumpul kebo (kohabitasi)sejalan dengan pembaharuan hukum pidana sebagai sarana perlindungan masyarakat, zina banyak menimbulkan dampak negative pada hidupan berkeluarga, pembunuhan pada orang yang tidak bersalah, kultur Indonesia tidak sama dengan negara kolonial hingga perlu pembahruan hukum, delik hukum yang disyahkan delik aduan absolut pemerintah daerah tidak diperbolehkan membuat perda membuka ruang razia praktik perzinahan dan kohabitasi bukan delik biasa.

Jalan tengah bagi kondisi Indonesia berada di masyarakat global, secara universal ada pandangan ham yang bersifat liberal mengkriminalisasi persoalan pribadi, sedangkan masyarakat religi menganggap pemerintah tidak tegas, dua kepentingan  Ideologi dan kepentingan sosial mayarakat Indonesia perspektif universal kacamata plural menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia. rmol news logo article

*Penulis adalah Pengurus Bidang Kajian Hukum dan Perundang Undangan Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Penasihat dan Konsultan Hukum Indonesia (DPP Perhakhi)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA