Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Anwar Ibrahim: Era Baru Malaysia dan Pengaruhnya di Indonesia

Oleh Dr Nazar Nasution SH, MA

Senin, 05 Desember 2022, 07:22 WIB
Anwar Ibrahim: Era Baru Malaysia dan Pengaruhnya di Indonesia
TOPIK “Anwar Ibrahim: Era Baru Malaysia dan Pengaruhnya di Indonesia” cukup menarik untuk dibahas. Ada banyak peristiwa-peristiwa terkait hubungan Indonesia dan Malaysia pada tahun 1960an. Saya mengenal Anwar Ibrahim sejak lama, tepatnya, sejak  1967.

Sekurangnya ada 5 (lima) cacatan yang menjadi sorotan, terkait peristiwa yang berhubungan dengan  Anwar Ibrahim.  

Pertama, pembentukan Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara (PEMIAT).

Pada saat itu, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) diundang oleh Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia (PKPIM) yang dipimpin oleh Ismail Daud selaku Ketua Umum dan Anwar Ibrahim sebagai Sekjen PKPIM, untuk berkunjung ke Kuala Lumpur. Delegasi HMI dipimpin oleh Ketua Umum Nurcholish Madjid dan beranggotakan 4 orang, yaitu Nurcholish (Ketua Umum),  Munadjat Aminarto (mantan pejabat Ketua Umum periode Dr Sulastomo),  Nazar Nasution (Sekjen),  Ahmad Dhani Marta (Badko Jawa Barat) serta  Pallawarukka (LPMI) Bogor.  

Ternyata selain dari HMI juga diundang wakil dari mahasiswa Islam Singapura yaitu University of Singapore Muslim Society (USMS) terdiri dari 5 orang dipimpin oleh Ketuanya Mohammad bin Abdullah.

PKPIM sebagai tuan rumah  mengundang pertemuan di Kuala Lumpur tersebut adalah dalam rangka meresponse terbentuknya Perkumpulan  Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). ASEAN didirikan tanggal 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok, didukung oleh 5 negara yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dan Philipina.  Terbentuknya ASEAN ini telah memberikan inspirasi dan motivasi akan perlunya suatu badan kerjasama regional mahasiswa Islam Asia Tenggara.   

PKPIM, HMI dan USMS sepakat untuk menggagas pembentukan  Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara disingkat PEMIAT.  

Bulan November 1967 itulah lahir PEMIAT. Anwar Ibrahim yang saat itu menjadi Sekjen PKPIM mengusulkan agar Nurcholish Madjid (HMI) ditetapkan sebagai President atau ketua PEMIAT. Ketua PKPIM Ismail Daud ditunjuk menjadi Sekjen PEMIAT. Sedangkan tokoh mahasiswa Islam Singapura, Mohammad Amin menjadi Anggota pengurus PEMIAT.

Inilah perkumpulan yang digagas bersama oleh tokoh-tokoh mahasiswa Islam di tiga negara yaitu Malaysia, Indonesia dan Singapura.  

Ternyata persahabatan antara  generasi muda Islam  dari ke tiga negara terus berlanjut hingga saat ini.  Berdirinya PEMIAT tersebut merupakan momentum penting bagi HMI untuk  Go Internasional.

Menlu RI saat itu, Adam Malik, memberikan sambutan, antara lain menyatakan syukur bahwa generasi muda Islam telah digerakkan oleh kesadaran akan panggilan zamannya untuk meningkatkan kerja sama pembinaan dan pengembangan segi-segi kehidupan umat manusia di Asia Tenggara. Ini sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits Nabi, yang mengandung semangat pembaharuan dan modern guna mengambil bahagian yang aktif dan positif bagi kesadaran cita-cita dibentuknya Perhimpunan Bangsa-Bangsa se-Asia Tenggara.

Pada pertemuan tersebut dirumuskanlah Piagam dan Program PEMIAT.  Salah satu program PEMIAT adalah mengusahakan terbentuknya organisasi-organisasi mahasiswa Islam di negara-negara Asia Tenggara, di mana organisasi tersebut belum ada. Juga mengadakan latihan-latihan kepemimpinan bersama yang selaras dengan ajaran Islam.

Pada tahun 1968, HMI menyelenggarakan pertemuan Executive Committee PEMIAT di Jakarta. Anwar Ibrahim hadir mewakili PKPI.

Salah satu keputusan mengenai masalah eksternal yang penting dalam pertemuan tersebut antara lain adalah  “Demokrasi  harus ditegakkan demi perjuangan umat sesuai dengan prinsip “majority rule” dan “minority right”; melakukan usaha-usaha untuk memantapkan idiologi dan pemahaman agama menghadapi aktivitas dari gerakan Komunisme.

Pada Febuari 1970, berlangsung Konferensi Kedua PEMIAT di Jakarta. Terpilih sebagai Ketua PEMIAT periode 1970-1973 Nazar Nasution (HMI/Indonesia), Wakil Ketua Zainul Abidin Rasheed (USMS/Singapura), Sekjen Zakaria Hashim (PKPIM/Malaysia).

Untuk memperkuat Exco PEMIAT, dibentuklah  Departemen Kebudayaan, Perkaderan, Keputerian, yang dijabat oleh anggota-anggota PB HMI antara lain Fauzi Ganie, Muzdan Razak, Azrul Azwar,  Titiek Chumaeroh.

Lima tahun kemudian, 1972, penulis bersama Fauzi Ganie dan Muzdan Razak memutuskan untuk bekerja di Kementerian Luar Negeri  sebagai diplomat karir hingga  mencapai jabatan puncak sebagai Duta Besar. Adapun Anwar Ibrahim di Malaysia memutuskan untuk menjadi politisi dan  melalui perjalanan panjang selama lebih 30 tahun berhasil mencapai jabatan puncak sebagai  Perdana Menteri Malaysia. Sedangkan Zainul Abidin Rasheed di Singapura sempat menjadi anggota Parlemen dan kemudian menjabat Wakil Menlu Singapura.

HMI Go Internasional ini terus berlanjut. Pada 1971, Nurcholish Madjid (Cak Nur) diundang ke Achen, Jerman, oleh Ahmad Totonji, Ketua Muslin Students of America and Canada (MSA) untuk pembentukan organisasi mahasiswa Islam Sedunia,  International Islamic Federation of Student Organizations (IIFSO). Ahmad Totonji kemudian terpilih sebagai Presiden, sedangkan Cak Nur sebagai Wakil Sekjen.

Kedua, Seminar Perkaderan Nasional HMI di Pekalongan.

Anwar Ibrahim pada tahun 1968  berkunjung ke Indonesia untuk mengikuti Seminar Perkaderan Nasional  HMI di Pekalongan. Bersama 3 orang koleganya, Anwar Ibrahim bertukar pikiran tentang nilai-nilai keislaman dan nilai-nilai kebangsaan, maupun wawasan lainnya.

Pada saat itu, HMI baru saja melewati tantangan dengan upaya PKI  membubarkan HMI yang didukung oleh organisasi pendukung PKI  yaitu CGMI dan Pemuda Rakyat. Upaya tersebut gagal, bahkan dengan peristiwa G30S rakyat bangkit melawan PKI, hingga akhirnya PKI-lah yang dibubarkan. Dalam seminar tersebut, Anwar Ibrahim memperoleh pembelajaran (lesson learned) dari pengalaman HMI yang menggerakkan aksi-aksi massa dan demonstrasi melalui Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia  (KAMI), sehingga berlangsung pergantian pemerintahan di Indonesia dari rezim Sukarno (Orde Lama) ke Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Suharto.

Pengalaman itu memberikan inspirasi dan motivasi bagi Anwar dan generasi muda Malaysia, sehingga saat kembali ke Malaysia, Anwar melakukan aksi massa dan  demonstrasi di Universiti Malaya memprotes berbagai kepincangan yang terjadi di negaranya. Anwar ditahan dan dimasukkan penjara selama lebih satu tahun berdasarkan UU yang berlaku di Malaysia, yaitu  Internal Security Act (ISA).

Ketiga, Anwar Ibrahim sebagai  tokoh nasional di Malaysia.

Anwar aktif di pentas politik Malaysia  diawali dengan mempelopori berdirinya Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) pada tahun 1970an.  Anwar  bergabung dengan Barisan Nasional (UMNO).  Anwar, sebagaimana dimaklumi masuk dalam pemerintahan di Malaysia pada masa PM Mahathir Muhammad.

Mula-mula Anwar diberikan kepercayaan sebagai Menteri  Pemuda dan Olahraga, Menteri Pertanian,  Menteri Pendidikan, kemudian dipercayakan sebagai Menteri Keuangan, akhirnya menjabat Deputi Perdana Menteri mendampingi PM Mahathir Muhammad.

Pada 1998, terjadi ketidak harmonisan hubungan antara Mahathir dan Anwar Ibrahim. Sehingga Anwar Ibrahim terpaksa harus masuk penjara dan selama 24 tahun sejak 1998 absen dalam kehidupan politik di Malaysia.

Dengan amanah yang dipercayakan kepada Anwar sebagai Perdana Menteri sejak November 2022 ini, Malaysia dan masyarakat internasional akan menyaksikan bagaimana masa depan Malaysia di bawah  Anwar Ibrahim. Sewaktu Anwar menjabat Menteri Keuangan, saya berkesempatan bertemu dengan Anwar Ibrahim di Washington DC saat mengikuti sidang Bank Dunia dan IMF. Saat itu saya bertugas sebagai Wakil Duta Besar di KBRI Washington DC.  

Keempat,  wawasan Keislaman dan Kebangsaan Anwar Ibrahim.   

Pemikiran-pemikiran Anwar Ibrahim tentang wawasan Keislaman dan Kebangsaan semakin dikenal saat Anwar sering berkunjung ke Indonesia pada masa Presiden Habibie tahun 1998-1999. Bahkan pada saat menjadi aktivis mahasiswa,  interaksi Anwar Ibrahim dengan Cak Nur sangat intens, mengingat gagasan Pembaharuan Pemikiran Islam dari Cak Nur pada hakekatnya diusung juga oleh Malaysia dengan tokohnya Anwar Ibrahim.

Pemikiran keislaman, kebangsaan, dan kemodernan  yang berkembang di Indonesia diusung pula  oleh Anwar Ibrahim. Yang membedakannya lebih kepada suasana nasionalisme yang berkembang di Malaysia maupun di Indonesia.

Ada kesamaan antara Anwar dan Cak Nur, yaitu mereka sangat hormat kepada tokoh Islam terkemuka pada saat itu Mohammad Natsir. Setiap berkunjung ke Indonesia, Anwar selalu bertukar pikiran dengan Natsir, sedangkan  Cak Nur sempat dijuluki Natsir muda.

Tokoh-tokoh muda Indonesia yang segenerasi dengan Anwar Ibrahim dan saat itu  sebagai pejabat pada  masa pemerintahan Presiden Suharto dan Presiden Habibie, dapat disebutkan antara lain Mar’ie Muhammad,  Akbar Tanjung, Fahmi Idris, Adi Sasono dan lain-lain.  

Kelima, gagasan IIFTIHAR


Gagasan IFTIHAR (The International Islamic Forum for Science, Technology and Human Resources) yang diluncurkan oleh Menristek Habibie pada 1996, mendapat dukungan dari sejumlah tokoh-tokoh Islam di berbagai negara, termasuk Malaysia.

Umat Islam, dalam perubahan sejarah yang sedang berlangsung, merasa terpanggil untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga mampu berperan dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi ke dalam pergaulan antar bangsa, serta mengupayakan terciptanya perdamaian, kemakmuran dan keadilan di dunia. Ini sesuai dengan ayat Al Qur’an: “Kami tidak mengutus engkau, kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta”.  

Demikian pula gagasan IIIT (International Institute of Islamic Thought), yaitu Lembaga Internasional yang melakukan Pengkajian . IIIT ini berkembang juga pada saat Anwar Ibrahim sebagai Wakil Perdana Menteri sering berkunjung ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Habibie. Persidangan IIFTIHAR yang dilaksanakan di Jakarta dan dihadiri oleh Anwar Ibrahim telah memberikan wawasan khusus tentang pentingnya terus mengembangkan pemikiran-pemikiran pembaharuan Islam sehingga dapat menjawab berbagai tantangan zaman dari masa ke masa.  

Keenam, didirikannya Forum  Developing-8 (D-8) 1999

D-8 adalah Persekutuan 8 Negara Islam yang digagas oleh Wakil Presiden Habibie dan Presiden Turki Erbakan.

Delapan negara dengan ekonomi  baru itu adalah negara-negara Islam yang sedang tumbuh perkembangan ekonominya dan umumnya mencerminkan negara-negara Islam moderat. Mereka adalah Indonesia, Malaysia, Pakistan, Banglades, Mesir, Iran, Nigeria dan Turki.

Indonesia ditunjuk sebagai Sekjen D-8, yang dijabat oleh Dipo Alam. Sekretariat D-8 ini berpusat di Istambul, Turki

Kedekatan hubungan antara Dato Anwar Ibrahim dengan Habibie telah menjadikan hubungan ke dua negara cukup erat dan akrab.

Keenam butir yang diungkapkan di sini merupakan fakta yang berlangsung di kedua negara pada periode 1960 hingga 1980an, sehingga mestinya ini adalah "Anwar Ibrahim: Era Baru Indonesia dan Pengaruhnya di Malaysia".

Namun, dengan terpilihnya Anwar Ibrahim,  tema yang diusung pada diskusi malam ini menjadi "Anwar Ibrahim: Era Baru Malaysia dan Pengaruhnya di Indonesia".

Pertanyaannya adalah: Bagaimana pengaruh Era Baru Malaysia tersebut di Indonesia, belum bisa dijawab saat ini. Jawabannya sepenuhnya  berkaitan dengan pertanyaan “Siapa tokoh yang akan tampil sebagai pemimpin di Indonesia”  dalam waktu dekat ini.  rmol news logo article

*
Penulis adalah pengamat Hubungan Internasional di Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII)

EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA