Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mengubah Santunan Menuju Jaminan Sosial Petugas Pemilu

OLEH: PROF. M.NOOR HARISUDIN*

Minggu, 09 Oktober 2022, 16:59 WIB
Mengubah Santunan Menuju Jaminan Sosial Petugas Pemilu
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari (kiri) dan Gurubesar UIN KHAS Jember, Prof. M. Noor Harisudin/RMOL
PADA tanggal 26-27 September 2022, saya berkesempatan hadir menjadi narasumber Focus Group Discussion KPU RI dengan BPJS Ketenagakerjaan di sebuah hotel Kuta Bali. Acara ini mengambil tema “FGD Kajian Hukum Kebijakan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi Penyelenggara Pemilu”. Pada kesempatan itu, hadir Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, , BPJS yang diwakili Asep Rahmat, dan beberapa Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (PP APHTN-HAN) seperti saya, Prof. Bayu, Prof. Putu Arya, dan lain sebagainya. Selain FGD, acara itu juga ditindaklanjuti dengan MoU antara KPU RI dan BPJS Ketenagakerjaan.   
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

FGD sendiri mendiskusikan pentingnya jaminan sosial untuk Petugas Pemilu di tahun 2024 yang akan datang. Petugas Pemilu yang saya maksud adalah KPU (Komisi Pemilihan Umum), Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) yang bersifat ad hoc.

Petugas Pemilu—KPU misalnya--mulai dari pusat hingga desa dan TPS rentan dengan risiko yang dihadapi. Kerentanan ini akan dirasakan oleh KPU RI, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/kota, PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), PPS (Panitia Pemungutan Suara) dan KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) dalam penyiapan tahapan Pemilu. Terutama sekali tahapan pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) dengan risiko sakit dan bahkan meninggal dunia.
 
Prediksi kerumitan Pemilu berikut dampaknya terhadap petugas pemilu membayangi masa depan bangsa ini. Kita masih ingat tragedi Pemilu serentak tahun 2019 yang silam dimana terdapat 722 orang petugas yang meninggal dunia dan 798 orang petugas mengalami sakit. Pada saat itu, penyebab sakit dan meninggal dunia petugas KPU adalah beban kerja yang tinggi baik baik sebelum, selama maupun sesudah hari pemilihan umum.

Selain itu, riwayat sakit sebelumnya menjadi penyebab atau meningkatkan risiko kematian maupun kesakitan di kalangan para petugas pemilu. Penyebab lain karena berbagai persoalan psikologis, seperti kecemasan dan reaksi stres fikik yang dialami oleh petugas pemilu baik yang sehat maupun yang sakit. (https://fisipol.ugm.ac.id, 25 Juni 2019).

Sebagaimana maklum, Pemilu tahun 2024 merupakan Pemilu terberat karena akan dilakukan secara serentak di Indonesia. Tepatnya, Pemilu akan digelar 14 Pebruari 2024 untuk memilih presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPD RI dan juga DPRD Propvnsi dan kabupaten/kota. Sementara Pilkada untuk gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota akan digelar pada 27 Nopember 2022 (UU No. 10 tahun 2016).

Penyelenggaraan Pemilu sebagai agenda kenegaraan, telah diatur khusus dalam UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 22 E Ayat 1 bahwa Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia dan adil setiap lima tahun sekali.

Jaminan Sosial untuk Petugas Pemilu

Semua orang di negara ini berhak mendapatkan jaminan sosial, sebagaimana termaktub dalam Pasal 28 H ayat 3 UUD  NRI Tahun 1945: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”.

Dalam UUD NRI Tahun 1945 pasal 34 ayat 2, juga disebutkan “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

Sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 34 ayat (4), Pemerintah juga telah membentuk undang-undang mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Dengan ditetapkannya UU SJSN, maka Indonesia telah memiliki sistem jaminan sosial yang berlaku secara nasional, baik untuk jaminan kesehatan maupun jaminan ketenagakerjaan.

Dalam menjalankan program jaminan sosial, pemerintah membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).

Dalam Pasal 14 UU BPJS, disebutkan: “Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial”. Dalam UU ini, pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya dalam program jaminan sosial.

Hanya saja, apakah BPJS mengcover jaminan sosial petugas pemilu yang bersifat ad hoc misalnya untuk KPPS yang hanya bekerja satu bulan dalam penyelenggaraan Pemilu? Demikian juga, apakah BPJS mengcover jaminan sosial PPS yang bekerja 8 bulan dan PPK yang bekerja hanya 9 bulan dalam penyelenggaraan Pemilu?

Di beberapa kota, banyak petugas Pemilu ad hoc yang membayar mandiri BPJS. Bahkan dalam pertandingan seperti Asian Games dan Pekan Olahraga Nasional (PON), para atletnya juga dilindungi dengan jaminan sosial, meski dalam waktu satu bulan.   

Dari Santunan Menuju Jaminan Sosial

Selama ini, KPU telah memberikan kebijakan perlindungan bagi penyelenggara pemilu saat ini dengan menggunakan mekanisme ‘santunan’. Misalnya, bagi petugas KPU yang meninggal dunia akan mendapatkan santunan sebesar 36 juta. Mereka yang cacat permanen akan mendapat santunan 30,8 juta.

Sementara, petugas yang luka berat akan mendapatkan 16,8 juta dan mereka yang mengalami luka sedang akan mendapatkan 8,25 juta. Hanya saja, tetap menggunakan mekanisme ‘santunan’ yang masih jauh dari memadai.  

 Dalam hemat penulis, sudah selayaknya mekanisme santunan di KPU diubah ke mekanisme jaminan sosial BPJS yang lebih layak, memadai dan mensejahterakan. Petugas Pemilu akan lebih mendapatkan jaminan kematian dan kecelakaan kerja yang lebih baik. Mereka akan mendapatkan jaminan kematian akibat kecelakaan kerja 48 kali gaji ditambah biaya kubur. (PP. Nomor 82 Tahun 2019)
Disamping itu, petugas pemilu yang meninggal ini juga diberikan beasiswa untuk maksimal dua anaknya sejumlah 174 juta. (Permen No. 5 Tahun 2021). Artinya bukan hanya yang meninggal, tapi keluarga petugas yang meninggal juga akan memberikan jaminan dalam bentuk beasiswa pada keluarga yang ditinggal.

Dengan terbitnya Intruksi Presiden (Inpres) 2/2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenakerjaan. Salah satu diktum dalam Inpres adalah menguatkan jaminan sosial untuk para petugas Pemilu seperti KPU.

Dalam Inpres ini, para Gubernur didorong untuk mengambil langkah-langkah agar seluruh pekerja penerima upah maupun bukan penerima upah termasuk pegawai pemerintah dengan status non Aparatur Sipil Negara (ASN), dan penyelenggara pemilu di wilayahnya terdaftar sebagai peserta aktif dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan.

Dus, dalam Inpres ini juga, para bupati/walikota juga didorong untuk mengambil langkah-langkah agar seluruh pekerja baik penerima upah maupun bukan penerima upah termasuk pegawai pemerintah dengan status Non Aparatur Sipil Negara, dan penyelenggara pemilu di wilayahnya, menjadi peserta aktif dalam program jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Sejatinya, pendanaan untuk optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Demikian ini semakin akan meneguhkan kehadiran negara Indonesia yang (meminjam bahasa Arif Hidayat, salah satu Hakim Mahkamah Konstitusi RI) sebagai religous welfare state. Negara kesejahteraan yang didasarkan pada nilai-nilai agama.

Hanya persoalannya: apakah Inpres ini sudah ditindaklanjuti oleh Kementerian Dalam Negeri untuk dilanjutkan menjadi sebuah edaran pada seluruh kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota ? Dus, apakah Inpres ini juga sudah ditindaklanjuti oleh Pimpinan KPU RI dan juga Kemenkeu RI untuk mendukung jaminan sosial bagi penyelenggara Pemilu seperti KPU ini ? Mari kita tunggu komitmennya.rmol news logo article

*Penulis adalah Ketua PP APHTN-HAN dan Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA