Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Perginya Intelektual Publik

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/al-makin-5'>AL MAKIN</a>
OLEH: AL MAKIN
  • Senin, 19 September 2022, 08:30 WIB
Perginya Intelektual Publik
Almarhum Prof Azyumardi Azra/Net
AZYUMARDI Azra (1955-2022) telah pergi. Bangsa ini kehilangan. Dunia kampus berduka. Media dan publik patut meratap. Doa kita untuk almarhum agar lurus jalannya menuju surga dan bangsa ini menemukan penggantinya dengan caranya.

Semoga segera muncul tokoh yang berbeda dengan cara yang berbeda pula. Republik ini membutuhkan orang-orang yang bersedia berkorban untuk kepentingan bersama, seperti Azyumardi Azra.

Azra (atau panggilannya Bang/Kak Edy) adalah mentor bagi banyak intelektual di tanah air, guru bagi bangsa, sejarahwan secara pendidikan, pemimpin akademik, dan sahabat bagi para wartawan.

Azra telah lama dengan konsisten dan energi penuh menjadi suara publik, penyeimbang dari kekuatan yang ada, dan suri tauladan dari segi amalan yang istiqomah. Warisan Azra akan dikenang, tetapi penerus perannya tidak tergantikan.

Intelektual dan kampus akhir-akhir ini menghadapi persoalan peran dan moral. Dalam konstalasi politik praktis dan sistem multi-partai, kampus mengalami penurunan peran yang drastis dalam memproduksi wacana dan pengaruh. Di era Orde Baru kampus menjadi tempat penggodokan gagasan dan wacana secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan.

Para pemimpin lahir dari kampus. Perubahan berangkat dari kampus. Di zaman reformasi ini, ada perubahan. Peran kampus sepertinya bergeser ke arah lebih teknis. Globalisasi dan era teknologi informasi menuntut bentuk pendidikan yang berbeda.

Kampus lebih terukur secara administrasi. Namun, peran publiknya banyak digantikan organisasi kemasyarakatan dan keagamaan. Walaupun para aktivisinya juga alumni kampus. Kampus telah berubah peran.

Tidak bagi Azyumardi Azra

Bang Edy menunjukkan energi akademis itu terus-menerus. Baginya, menulis tiada henti dalam berbagai bentuk dan publikasi untuk menyuarakan gagasan kritis.
Di era multi-partai ini, tampaknya kampus mempunyai bobot ringan dalam negosiasi publik, karena tidak menjanjikan suara dalam setiap perhelatan Pemilu. Kampus jarang kompak dan mempunyai suara kurang utuh dalam berkomunikasi dengan pengambil kebijakan.

Kampus secara birokrasi dan teknis tidak berkembang. Tetapi peran publik telah bergeser pada organisasi dan institutsi kemasyarakatan dan keagamaan. Mereka lah yang lebih berani bernegosiasi dan menekan kepentingan pemilih dan yang dipilih. Kampus seperti tertinggal beberapa langkah.

Bagi Azyumardi Azra tidak demikian. Azra menyuarakan terus daya kritisnya tanpa peduli. Intelektual dan akademik baginya adalah instrumen publik. Semua tulisannya menyuarakan gagasan alternatif dengan terus menerus. Hampir di semua grup dan forum, Azra tidak pernah rehat.

Saat ini, karya-karya intelektual kampus sudah banyak dipengaruhi oleh hal-hal teknis kejurnalan yang sangat terbatas. Suara kampus banyak hilang di dalam tata aturan jurnal yang sangat ketat. Jurnal-jurnal itu untuk kebutuhan ilmiah, penelitian, dan kenaikan pangkat menjadi Guru Besar. Banyak para professor dikukuhkan di kampus-kampus.

Kita bersyukur, ini juga anugerah dan prestasi. Tetapi peran publik mereka dalam berkontribusi pada pendidikan bangsa ini patut direnungkan. Suara mereka terbatas di dinding-dinding kelas. Daya kritis mereka terformat dalam suasana kampus dan untuk kolega dosen atau mahasiswa pascasarajana, baik S2 atau S3.

Bertambah ilmiah, bertambah sedikit audiensinya. Publik kurang menikmati hasil dari jerih payah para akademisi. Seminar dan seimposiumlah arah karya ilmiah. Tidak di area bebas dan terbuka.

Tidak pada Diri Azyumardi Azra

Bang Edy terus menulis versi populer dalam bentuk opini dan esai spontan. Bang Edy sudah mewakafkan dirinya untuk itu. Suaranya adalah suara umat, gagasan kampus, dan tetap mewarnai publik.

Grup-grup WA (Whats’up) banyak dipenuhi oleh berita bohong, hoaks, dan narasi-narasi pembelokan. Cerita-cerita pendek itu mudah sekali di-copy-paste dan disebarluaskan. Banyak distorsi sana dan sini. Para akademisi pun kadangkala juga terlena dengan narasi penyederhanaan masalah ini.

Atau sebaliknya, banyak yang menghindari dan keluar dari grup-grup ini. Persaingan berita tidak sehat dari portal tidak kompeten melahirkan banyak fitnah.

Tidak bagi Tulisan Azyumardi Azra

Tulisan opini populernya disebar juga dalam berbagai bentuk grup WA. Azra berani bersaing dan tidak takut berbeda, atau bahkan dibenci. Azra tidak merasa tinggi hati dan harus selalu ditinggikan. Dia merasa sejajar sebagaimana tradisi egaliter Minangkabau.

Peran orang-orang Minangkabau di Republik ini sejak awal berdirinya bisa dikatakan paling solid. Tan Malaka, Muhammad Hatta, Sutan Syahrir, Agus Salim, Muhammad Yamin, dan lain-lain adalah penggagas republik ini. Tidak ada bedanya dengan Sukarno, Cokroaminoto, Ki Hajar Dewantara, Sutomo, Gunawan Mangunkusumo, dan lain-lain.

Perpaduan matrelinieal, Islam dan pendidikan Barat Minangkabau berkontribusi besar di republik ini sejak awal, dalam gagasan yang membebaskan, meluaskan pandangan, dan menopang kemerdekaan.

Republik ini bisa dikatakan didirikan sejak awal oleh sebagaian besar orang-orang Minangkabau yang sudah hijrah ke Batavia, Jawa dan Belanda. Mereka orang-orang tercerahkan dari politik etis Belanda.

Buya Ahmad Syafii Maarif telah pergi bulan Mei tahun ini. Orang Minangkabau dengan pendidikan tradisional sana dan Barat. Sama juga dengan Azyumardi Azra. Kehilangan dua tokoh Minangkabau dalam tahun yang sama dan dalam bulan yang sangat berdekatan.

Peluang untuk menjadi pemikir, penulis, intelektual, dan pandito di publik terbuka luas, tanpa penghitungan suara, pemilihan, atau modal besar. Peluang dibuka lebar-lebar bagi siapa saja yang mendaftar dan segera beramal nyata.rmol news logo article

*Penulis adalah Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA