Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (17)

OLEH: BUDI PURYANTO*

Minggu, 31 Juli 2022, 07:31 WIB
Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (17)
Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO, DR. Muhammad Najib/Net
“CHINA yang menemukan bubuk mesiu (amunisi) kemudian Ummat Islam yang mengembangkanya, dan yang mengenalkannya ke Eropa. Amunisi ini menyebabkan Revolusi dalam militer karena penggunanya menjadi unggul,” kata Dr Muhammad Najib, Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO.

Para ahli sejarah ada yang menyebutkan, bubuk mesiu awalnya ditemukan bangsa Tiongkok sekitar abad IX. Mereka menemukan ramuan pembuatan kalium nitrat, bahan penting bubuk mesiu.

Bubuk Mesiu, Roket dan Meriam


Orang-orang Tiongkok menggunakan bubuk mesiu untuk pertunjukan kembang api yang spektakuler. Saat itu orang-orang Tiongkok masih belum mengetahui proporsi yang tepat untuk membuat ledakan yang lebih bertenaga.

Namun, fakta sejarah juga menyebutkan bahwa ahli kimia Muslim bernama Khalid bin Yazid (wafat tahun 709 M) sudah mengenal potassium nitrat (KNO3) bahan utama pembuat mesiu pada abad ke-7 M. Dua abad lebih cepat dari Cina.

Terlepas mana yang lebih dahulu menemukan bubuk mesiu, para ahli kimia dari peradaban Islam lah yang menemukan cara menggunakan bubuk mesiu agar menciptakan ledakan kuat untuk senjata api.

Bermula dari bubuk mesiu itu, dunia Islam pernah unggul dalam senjata dan perang. Penggunaan bubuk mesiu oleh tentara Islam menjadi keunggulan besar kaum muslim. Mereka unggul dan berjaya dalam pertempuran melawan tentara perang salib Kristen yang mencoba merebut Yerusalem dari tangan muslim dari abad ke-11 hingga ke-14.

Menguasai teknologi persenjataan merupakan salah satu faktor yang membuat Kekhalifahan Islam di masa kejayaan menjadi begitu tangguh. Dunia Islam mampu menggenggam teknologi pembuatan bubuk mesiu, bahan peledak yang digunakan untuk meriam. Sesuatu yang baru diketahui peradaban Barat pada abad ke-14 M.

Bahan Dasar Bubuk Mesiu

Menurut Prof Ahmad Y Al-Hassan dalam bukunya bertajuk Islamic Technology �" an ilustrated history tahun (1986), potasium nitrat dikenal di dunia teknologi Islam dengan beragam nama. Senyawa kimia itu pada awalnya digunakan dalam proses metalurgi serta digunakan untuk membuat asam nitra dan aqua regia.

”Rumus dan resepnya dapat ditemukan dalam karya-karya Jabir Ibnu Hayyan (wafat tahun 815 M), Abu Bakar Al-Razi (wafat tahun 932) dan ahli kimia Muslim lainnya,” papar Prof Al-Hassan.

Dari abad ke abad, istilah potasium nitrat di dunia Islam selalu tampil dengan beragam nama seperti natrun, buraq, milh al-ha’it, shabb Yamani, serta nama lainnya.

Salah satu kelebihan peradaban Islam dibandingkan Cina dalam penguasaan teknologi pembuatan mesiu adalah proses pemurnian potasium nitrat. Sebelum bisa digunakan secara efektif sebagai bahan utama pembuatan mesiu, papar Al-Hassan, potasium nitrat harus dimurnikan terlebih dahulu.

Dimurnikan Dulu


Ada dua proses pemurnian potasium nitrat yang tercantum dalam naskah berbahasa Arab. Proses pemurnian yang pertama dicetuskan Ibnu Bakhtawaih pada awal abad ke-11 M. Dalam kitab yang ditulisnya berjudul Al-Muqaddimat yang disusun pada tahun 402 H/1029 M, Ibnu Bakhtawaih menjelaskan tentang pembekuan air dengan menggunakan potasium nitrat �" yang disebut sebagai shabb Yamani.

Proses pemurnian potasium nitrat juga termaktub dalam buku berjudul Al-Furusiyyah wa Al-Manasib Al-Harbiyyah karya Hasan Al-Rammah �" ilmuwan Muslim pada abad ke-13 M. Dalam karyanya itu, Al-Rammah menjelaskan proses pemurnian potasium nitrat secara komplet. “Proses purifikasi yang disusun Al-Rammah menjadi standar baku yang dapat kita temuka dalam beragaman risalah kemiliteran,” imbuh Prof Al-Hassan.

Al-Rammah menjelaskan secara rinci dan jelas tentang proses pemurnian potasium nitrat. Metode pembuatan potasium nitrat ini kerap diklaim peradaban Barat sebagai temuan Roger Bacon. Namun klaim itu dipatahkan sendiri oleh ilmuwan barat bernama Partington. “Proses pembuatan saltpetre �" nama lain potasium nitrat �" pertama kali diketahui dari Hasan Al-Rammah.”

Prof Al-Hassan menemukan fakta bahwa potasium nitrat begitu banyak digunakan pada saat meletusnya Perang Salib. Pada tahun 1249 M, Raja Louis IX dari Prancis mengobarkan Perang Salib VII. Pasukan tentara Perang salib dari Prancis berniat menyerbu Mesir. Dalam Pertempuran Al-Mansurah yang meletus tahun 1250 M, pasukan tentara Salib dibuat kocar-kacir oleh pasukan Muslim.

Bahkan, Raja Louis IX pun takluk dan ditahan karena tak mampu menghadapi kehebatan moncong meriam dan roket. Pada saat itu, pasukan Muslim sudah menggunakan bubuk mesiu sebagai bahan peledak meriam.

Kesaksian Joinville


Jean de Joinville, salah seorang perwira tentara Perang Salib, menjelaskan dengan betapa hebatnya dampak proyektil yang ditembakkan meriam tentara Muslim terhadap pasukan tentara Prancis.

Kalangan sejarawan menafsirkan kesaksian Joinville itu. Menurut para sejarawan, proyektil yang dijelaskan Joinville itu pastilah mengandung bubuk mesiu. Kehebatannya mampu membuat kocar-kacir pasukan tentara Salib. Lembaga Ruang Angkasa Amerika Serikat (NASA) dalam publikasinya mengenai sejarah roket juga mengakui teknologi militer dunia Islam di abad ke-13 M.

“Pasukan tentara Muslim melengkapi persenjataannya dengan roket yang ditemukannya sendiri. Saat Perang Salib VII mereka menggunakannya untuk melawan pasukan Prancis yang dipimpin Raja Louis IX.” Dua dasawarsa berikutnya Raja Louis mencoba kembali menyerang Tunisia.

Namun, dendamnya itu justru berakhir dengan kematian baginya. Pasukan Muslim dibawah kekuasaan Dinasti Mamluk dengan mesiu dan senjatanya kembali membuat kocar-kacir tentara Salib. Sejarawan Inggris, Steven Runciman dalam bukunya A History of the Crusades menuturkan bahwa mesiu digunakan secara besar-besaran pada 1291 M di akhir Perang Salib.

Penaklukan Konstantinopel


Sejak itu, persenjataan militer menggunakan mesiu digunakan secara besar-besaran. Pada tahun 1453 M, Sultan Muhammad II Al-Fatih dari Turki saat menaklukkan Konstantinopel telah menggunakan mesiu dan meriam raksasa. Dalam empat risalah berbahasa Arab disebutkan pada perang Ayn Jalut di Palestina pada tahun 1260 M antara tentara Islam sudah menggunakan meriam kecil yang bisa dijinjing saat bertempur melawan Mongol.

Meriam dan mesiu digunakan dalam peperangan di abad pertengahan untuk menakuti kuda-kuda dan pasukan kavaleri musuh. Selain menggunakan mesiu untuk persenjataan, pada era itu juga digunakan untuk membuat mercon. Dinasti Mamluk dalam perayaan-perayaan di abad ke-14 M, dilaporkan biasa menampilkan atraksi petasan. Istilah petasan sudah disebutkan dalam harraqat al-naft or harraqat al-barud.

Seorang penjelajah asal Prancis bernama Bertrandon de la Brocquiere terperangah melihat pertunjukan petasan ketika tiba di Beirut pada tahun 1432 M. Saat itu, penduduk Beirut tengah bersuka cita merayakan hari Idul Fitri. Brocquiere mengaku baru pertama kali melihat pertunjukan mercon. Pada era itu bangsa Prancis belum mengenal dan melihat mercon.

Pada waktu itula, Brocquiere kemudian mencoba mempelajari rumus dan resep rahasia pembuatan mercon. Ia lalu membawa rumus-rumus yang diperolehnya ke Prancis. Sementara itu, untuk pertama kalinya mercon dikenal di Inggris pada tahun 1486 M ketika Henry VII menikah. Sejak era kekuasaan Ratu Elizabeth I, mercon dan kembang api mulai populer.

Sejak abad ke-13 M, peradaban Islam sudah mampu menyusun rumus dan komposisi mesiu serta bahan lainnya yang digunakan untuk membuat berbagai jenis bahan peledak. Peradaban Barat lalu meniru dan menggunakan teknologi yang dimiliki dan dikuasai umat Islam di era keemasan itu.

Meski berutang kepada peradaban Islam, pencapain sangat tinggi yang diraih umat Islam dalam teknologi pembuatan mesiu dan meriam kerap kali dihilangkan para sejarawan Barat. Sejarah Barat selalu menyebutkan sejarah mesiu dari Cina langsung ke Barat, tanpa menyebut pencapaian di dunia Islam.

Hasan Al-Rammah, Penemu Roket Militer Pertama


Hasan Al-Rammah memang sungguh luar biasa. Pengetahuannya tentang bubuk mesiu sungguh sangat mengagumkan. Betapa tidak. Dalam bukunya berjudul Al-Furusiyyah wa Al-Manasib Al-Harbiyyah, ilmuwan Muslim kelahiran Suriah itu berhasail menulis sebanyak 107 rumus atau resep penggunaan mesiu.

Buku ini juga mencantumkan diagram aneka senjata termasuk penjabaran roket militer pertama di dunia.

Sebanyak 22 resep mesiu yang diraciknya khusus digunakan untuk roket. Menurut Al-Rammah, komposisi bahan untuk meluncurkan sebuah roket terdiri dari 75 persen potasium nitrat, 9,06 persen sulfur dan 15,94 persennya karbon. Perhitungan yang dilakukan Al-rammah pada abad ke-13 M itu sudah mampu mendekati komposisi ideal, yakni 75 persen potasium nitrat, 10 persen sulfur, dan 15 persen karbon.

Sisa rumus atau komposisi racikan mesiu lainnya yang dibuat Al-Rammah untuk kepentingan militer dan sisanya untuk membuat mercon. Ia menulis buku yang penting dan mengguncangkan itu antara tahun 1270 M hingga 1280 M. buku tersebut secara khusus ditulis atas permintaan seorang guru yang terkenal bernama Najm al-Din Hasan Al-Rammah.

Para sejarawan berpendapat, begitu banyaknya jumlah rumus penggunaan mesiu untuk beragam tipe persenjataan mengindikasikan bahwa Al-rammah tak menemukannya seorang diri. Dalam lembar pertama bukunya, Al-Rammah menyebut pengetahuan yang ditulisnya sebagai warisan pengetahuan.

Sebab, pada akhir abad ke-12 M atau awal abad ke-13 M bubuk mesiu sudah dikenal di Suriah dan Mesir. Pencapaian Al-Rammah itu mendapat pengakuan dari peradaban Barat. Johnson mengatakan, dunia Islam merupakan peradaban yang pertama kali kali mengembangkan senjata yang sesungguhnya. Ia juga mampu menjelaskan saltpetre melalui proses kimia dan kristalisasi.

Al-Rammah juga tercatat sebagai seorang insinyur Muslim yang membuat torpedo pertaman (tahun 1270 M), sejenis roket yang dirancang untuk menyusuri permukaan air. Torpedo berbentuk buah pir itu dibuat dari besi dan diarahkan oleh dua sirip kemudi. Torpedo itu melesat dengan sebuah sistem roket yang diisi dengan bahan peledak dan memiliki tiga titik api.

Torpedo tersebut berisi campuran bahan peledak dan serbuk besi yang dibungkus lapisan kain tebal. Tombak di moncong torpedo bisa menancapkan torpedo di kapal kayu lawan sebelum meledak.

Museum Udara dan Luar Angkasa Nasional di Washington DC, Amerika Serikat, turut mengoleksi salah satu model roket Al-Rammah tersebut. Para ilmuwan barat lah yang kini terus mempelajari dan mengembangkan senjata-senjata yang dulu digagas oleh para ilmuwan muslim.

Senjata Meriam Pertama


Para ilmuwan muslim juga memperbaiki rancangan meriam supaya bisa digenggam oleh tangan. Peradaban muslim adalah peradaban pertama yang membuat senjata api laras ganda, sebagaimana dikutip dari buku 1001 Penemuan dan Fakta Mempesona Peradabam Muslim, National Geographic Kids.

Pada abad ke-15 Turki Osmani memiliki meriam yang lebih besar dan lebih kuat dibanding semua meriam yang digunakan di Eropa pada waktu itu. Meriam terbesar dipesan oleh Sultan Mehmed II atau Muhammad Al-Fatih pada 1453 untuk pengepungan dan menjebol benteng Konstantinopel.

Terbuat dari perunggu, meriam seberat 18 ton itu sangat panjang sehingga harus dibuat dalam dua bagian, baru disatukan. Secara keseluruhan, meriam tersebut panjangnya melebihi 5 meter dan garis tengahnya 60 sentimeter, dengan laras sepanjang hampir 3 meter.

Meriam itu mampu menembakkan peluru sejaruh 1 mil. Sebelumnya, tak pernah ada meriam yang dibuat sehebat itu.

Pada tahun 1867 Ratu Victoria meminta agar meriam milik Sultan Mehmed dipamerkan di Inggris. Waktu itu, meriam tersebut dikenal sebagai “meriam terpenting di Eropa.”

Sultan Abdul Aziz menghadiahkan meriam tersebut kepada Ratu Victoria dan meriam itu sekarang dipamerkan di Museum Fort Nelson, Portsmouth, Inggris. Kaligrafi hiasan melingkari moncong meriam Sultan Mehmed tersebut.

Meriam Sultan Mehmed kini menjadi bagian koleksi persenjataan Kerajaan Inggris. Meriam ini dikoleksi bersama 70.000 contoh senjata lainnya dari zaman dulu hingga kini.

Transfer ke Barat


Teknologi persenjataan dari peradaban Islam akhirnya ditiru oleh Barat, baik melalui buku-buku yang ditulis oleh ilmuwan muslim, maupun melalui kontak dalam perang Salib.

Beberapa ilmuwan Barat yang berhasil menguasai sain dan teknologi persenjataan yang terkenal adalah Roger Bacon. Dia dikenal sebagai orang Barat pertama yang berhasil mempelajari mesiu.

Diperkirakan Bacon belajar dari buku-buku kimia yang berasal dari dunia Islam (Arab) melalui universitas (Baitul Hikmah) yang banyak beridir di kota-kota Spanyol, seperti di Kordova, Granada, Malaga, Sevilla, dan Toledo.

Ilmuwan Jerman, Albert Magnus juga menguasai mesiu dari ‘Liber Ignium’. Buku itu berasal dari terjemahan kitab bahasa Arab ke bahasa Spanyol.

Sain dan teknologi persenjataan berkembang di Barat. Sementara di Timur (dunia Islam) sendiri justru meredup. Maka bisa dimengerti apabila pada akhirnya dengan keunggulan persenjataan itu negara-negara Barat unggul dapat menguasai dan menjajah negara-negara Timur (negara-negara Islam).

Sejarah mencatat, ratusan tahun negeri-negeri muslim ditindas, diperbudak, dan sumberdaya alamnya dikuras, oleh negara-negara Barat. Indonesia sendiri mengalami hal itu. Karena apa? Karena kalah dalam teknologi persenjataan.

Perkembangan persenjataan terus meningkat dan banyak negara berpacu untuk menjadi yang terunggul. Perlombaan senjata tidak akan berhenti. Karena, siapa memiliki teknologi persenjataan terkuat, terhebat, tercanggih, maka dia akan menjadi pemenang. rmol news logo article

Penulis adalah wartawan senior

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA