Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lampung Darurat Korupsi

OLEH: NIZWAR AFFANDI*

Rabu, 27 April 2022, 13:46 WIB
Lampung Darurat Korupsi
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri bersama Ketua Umum JMSI, Teguh Santosa di Lampung/RMOL
SAYA merasa merugi karena Sabtu minggu lalu tidak dapat menghadiri pelantikan teman-teman Pengurus Daerah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Lampung.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Bukan karena tidak bisa menyaksikan dua politisi gaek Lampung bertemu dan nyaris saling bertukar cincin lantas saya merasa merugi, tetapi lebih karena saya tidak bisa mendengar dan melihat langsung Ketua KPK RI dengan lantang menyebut status Lampung sebagai “Darurat Korupsi”.

Dalam orasi beliau, Ketua KPK juga mengingatkan betapa strategis dan penting peran media sebagai salah satu pilar demokrasi menjadi salah satu instrumen kontrol sosial untuk memastikan mekanisme check and balance berjalan dengan baik dan benar dalam penyelenggaraan pemerintahan, termasuk di daerah.

Tulisan ini akan membahas dua isu pokok tersebut, kedaruratan praktik korupsi di Lampung dan kinerja media menjalankan fungsi kontrol sosialnya.

Darurat Korupsi

Tentu bukan tanpa alasan Ketua KPK RI menyebut “Lampung Darurat Korupsi”, lembaga yang beliau pimpin pasti memiliki penilaian obyektif berdasarkan data yang mereka miliki selama ini.

Dengan catatan 5 dari 16 kepala daerah pernah ditangkap, Lampung bisa jadi merupakan salah satu Provinsi tertinggi tingkat penangkapan perdaerahnya, 1 dari 3 kepala daerah di Lampung pernah ditangkap oleh KPK.

Pelajaran dasar di perkuliahan mengajarkan bahwa salah satu fungsi utama anggaran daerah (APBD) adalah menjadi alat redistribusi pendapatan dan pengungkit kesejahteraan rakyat, output-nya secara statistik berupa peningkatan pendapatan perkapita.

Jika alat ini mengalami korosi akibat praktik korupsi maka fungsi redistribusi dan pengungkitnya tentu menjadi terganggu bahkan bisa mengalami impotensi. Tidak mampu meredistribusi pendapatan dan tidak kuasa mengungkit kesejahteraan.

Karenanya menjadi mudah difahami mengapa pendapatan perkapita di Lampung selama ini tidak pernah mampu melonjak secara signifikan bahkan untuk tahun 2020 dan 2021 gagal mencapai target Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang mereka tetapkan sendiri, para kepala daerahnya patut diduga lebih memilih menggunakan APBD untuk mengonsentrasikan pendapatan dan menambah kesejahteraan diri, keluarga dan kroni mereka sendiri saja.

Walhasil secara statistik output-nya menggambarkan praktik itu, di Lampung bukan pendapatan perkapita yang meningkat tajam, tetapi justru penangkapan pejabat daerahnya yang bertambah.

Sejak tahun 2018 dan diulangi hampir setiap tahun, KPK membuat acara seremonial dengan Gubernur dan Bupati/Walikota se-Lampung, puncaknya penandatanganan deklarasi antikorupsi. Lihat saja di semua ruangan para kepala daerah itu, salinan deklarasinya dibingkai rapi dan dipajang.

Ironisnya jika melihat deklarasi yang lama, terdapat nama-nama kepala daerah (dan Ketua DPRD) penandatangan deklarasi yang kemudian tetap terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK juga. Mungkin tidak cukup jika hanya dibuat setiap tahun sebagaimana di Provinsi lainnya, khusus di Lampung KPK mungkin mesti membuatnya setiap bulan.

Jika didekati dengan perspektif pentahelix (Pemerintah, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, Komunitas, dan Media), menurut saya penyebutan status Lampung “Darurat Korupsi” itu sudah tepat.

Penangkapan para kepala daerah dan ketua DPRD jelas menunjukkan pilar pemerintah sudah terjangkit kanker korupsi. Fakta bahwa 2 dari 8 perusahaan pengemplang pajak yang telah menyuap pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ternyata perusahaan dari Lampung (PT Gunung Madu Plantations dan PT Indo Lampung Perkasa) saya yakini adalah puncak es dari perilaku koruptif dunia usaha di Lampung.

Jika kotak pandora kasus KONI Lampung terbuka dengan terang benderang bisa jadi wabah korupsi juga telah menginfeksi komunitas (khususnya komunitas olahraga) dan media (terkait potensi penyimpangan anggaran publikasi dan sosialisasi) di Lampung.

Jika itu terjadi maka boleh dikatakan hampir semua pilar dari pentahelix di Lampung mengalami kondisi kedaruratan meluasnya praktik korupsi.

Fungsi Kontrol Media

Bagaimana media di Lampung menjalankan fungsi kontrol sosial terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah dapat dengan mudah dicermati dari bagaimana organisasi kewartawanan dan organisasi perusahaan media mendefinisikan posisi mereka sendiri terhadap pemerintah daerah.

Jika para kandidat yang akan memimpin organisasi media secara personal terlebih dahulu masih harus mendapatkan “lampu hijau” dari kepala daerah jika ingin terpilih dalam kontestasi, jika organisasi media masih merasa amat sangat penting “dilantik” langsung oleh Gubernur, Bupati, Walikota, maka jangan berharap fungsi kontrol sosial dalam skema check and balance akan dapat dijalankan.

Selama perilaku-perilaku seperti itu masih berlangsung maka selama itu pula media di Lampung secara sadar sejatinya alih-alih menjalankan fungsi kontrol justru menempatkan diri mereka sendiri di bawah kontrol pemerintah daerah.

Jika media-media di Lampung masih lebih memilih memberitakan tentang pertemuan dua orang politisi berusia senja yang memang sudah bersahabat lama ketimbang memberikan ruang pembahasan detail yang lebih luas tentang status “Lampung Darurat Korupsi” yang disebutkan oleh Ketua KPK RI, maka begitulah sesungguhnya gambaran kapasitas media di Lampung dalam menjalankan fungsi social control mereka.

Sepanjang kita masih lebih memilih yang seremonial dan artifisial daripada yang substansial dan orisinal maka selama itu pula spirit jurnalisme investigatif akan sulit kita semai dan tumbuhkan dalam aktualisasi peran media di Lampung.

Mencegah dan melawan perilaku koruptif dan kolutif dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah sesungguhnya hanya dapat dilakukan melalui kerja jurnalisme investigatif, bukan justru hanya menunggu rilis yang diberikan oleh pihak pemerintah daerah.

Tanpa semangat jurnalisme investigatif, kinerja media hampir tidak ada bedanya dengan mesin fotokopi, hanya bisa sekedar menyalin peristiwa kemudian membagikannya kepada publik.

Saya kira itulah subtansi pesan yang disampaikan oleh Ketua KPK RI Sabtu kemarin kepada teman-teman media di Lampung, khususnya para penggiat JMSI. Hubungan kausalitas yang sangat erat antara kondisi darurat korupsi dengan fungsi kontrol media di Lampung.

Selamat bekerja teman-teman Pengurus Daerah JMSI Lampung yang telah berhimpun, berikrar dan berikhtiar bersama untuk menjaga marwah perusahaan pers dan meningkatkan profesionalisme kerja jurnalistik di Lampung.

Dayung sudah di tangan, perahu sudah di air, tentu dilambung ombak, pasti dihempas angin. rmol news logo article

*Penulis merupakan Pengurus Pusat Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA