Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pertalite, LPG 3 KG, dan Listrik Tidak Perlu Naik, APBN Memiliki Ruang Fiskal Cukup di 2022

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/achmad-nur-hidayat-5'>ACHMAD NUR HIDAYAT</a>
OLEH: ACHMAD NUR HIDAYAT
  • Rabu, 13 April 2022, 13:59 WIB
Pertalite, LPG 3 KG, dan Listrik Tidak Perlu Naik, APBN Memiliki Ruang Fiskal Cukup di 2022
Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat/Net
DI TENGAH intensitas ketegangan geopolitik Ukraina-Rusia meningkat yang diikuti kenaikan harga minyak, pemerintah mengklaim sudah membantu masyarakat dengan menetapkan Pertalite sebagai jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP), agar harganya tetap terjangkau di kisaran Rp 7.650 per liter.

Begitu juga dengan Biosolar harganya disubsidi pemerintah sehingga tetap Rp 5.150 per liter. Benarkah demikian?

Apakah penetapan JBKP tersebut malah membuat angkanya Pertalite, Solar dan Premium? Apa yang sebenarnya terjadi?

Klaim tersebut tidak disertai data. Faktanya, antrean SPBU untuk Pertalite dan Solar hingga Rabu 13 April 2022 di Jabotabek dan Banten masih terlihat.

Bahkan ada beberapa SPBU yang tidak diberikan pasokan Pertalite dan Solar oleh Pertamina, sehingga publik di sekitar SPBU tersebut harus mencari jauh di SPBU lain yang akhirnya menambah panjang antrean.

Klaim Pertamina Salah Tempat

Selain itu, Pertamina juga mengklaim sudah berkontribusi nyata untuk menjaga daya beli masyarakat dengan menyesuaikan harga Pertamax yang masih jauh di bawah harga keekonomiannya yang sekitar Rp 16 ribu.

Dengan penyesuaian menjadi Rp 12.500 per liter, maka Pertamina masih menanggung selisih harga jual Pertamax sebesar Rp 3.500 per liter.

Pertamina menjelaskan bahwa setiap 1 liter Biosolar yang dibeli masyarakat, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7.800.

Menurut Pertamina, nilai subsidi tersebut sudah 150 persen atau 1,5 kali lebih tinggi dari harga yang jual ke masyarakat sebesar Rp 5.150.

Sedangkan setiap 1 liter Pertalite yang dibeli masyarakat, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 4.000-4.500 per liter. Nilai subsidi ini juga lebih dari 50 persen atau setengah dari harga jual ke masyarakat yang sebesar Rp 7.650.

Klaim pertamina tersebut jangan dianggap sebagai prestasi. Itu keliru kenyataannya kontribusi subsidi Pertalite dan Solar tersebut bukan dari Pertamina, melainkan APBN yang akan menutup klaim Pertamina ditahun berikutnya.

Pemerintah Memiliki Ruang Fiskal yang Cukup

Tahun 2022, harga komoditas batubara dan minyak sawit mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut menyebabkan APBN mendapatkan windfall penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari ekspor keduanya.

Prakiraan windfall PNBP dari kedua komoditas tersebut sekitar Rp 144 triliun sampai Rp 200 triliun pada tahun 2022 tergantung naik berapa persen dari asumsi harga minyak APBN 63 dolar AS/barrel.

Dana Rp 144 triliun sampai dengan Rp 200 triliun cukup mempertahankan harga Pertalite dan Solar di level saat ini, yaitu Rp 7650 (Pertalite) dan Rp 5150 (Solar).

Bahkan dana tersebut cukup menutupi seluruh subsidi energi yang meliputi BBM, listik, dan LPG 3 kg yang dianggarkan tahun 2022 sebesar Rp 134,03 triliun.

Prioritas Subsidi Bukan Bayar Utang

Data di atas menyimpulkan bahwa harga Pertalite, harga LPG 3KG dan harga listik sepanjang 2022 seharusnya tidak perlu naik karena APBN memiliki ruang fiskal cukup di 2022.

Lain soal, bila ternyata prioritas dari PNBP tersebut bukan ke subsidi energi melainkan untuk bayar utang 2022 yang diprakirakan mencapai Rp 470 triliun.

Bila hal tersebut ditempuh maka pemerintah akan tetap ngotot menaikan Pertalite, listrik dan LPG 3 kg di tahun 2022, ini sama artinya pemerintah salah prioritas.

Bukannya alih-alih rakyat menikmati windfall profit dari kekayaan negerinya, malah yang menikmati negara debitur.

Benar bahwa bunga utang dan cicilannya harus dibayar, namun kecerdasan otoritas ekonomi dalam menempatkan alokasi anggaran harusnya diperlihatkan dengan baik.

Tim ekonomi saat ini harus pandai mengatakan kepada debitur bahwa Indonesia tetap komitmen pada pembayaran utang, namun prioritas di era kenaikan harga saat ini, kepentingan domestik menjadi perhatian pertama.

Kecerdasan diplomasi harus diperlihatkan, bukan malah memaksakan agar harga Pertalite, listik, dan LPG 3kg dinaikan di tahun 2022. Kasihan publik bila itu yang terjadi. rmol news logo article

Pakar Kebijakan Publik dan Ketua Pusat Studi Ekonomi Politik UPN Veteran Jakarta

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA