Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Akhiri Isu Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

OLEH: BAKHRUL AMAL*

Senin, 07 Maret 2022, 23:10 WIB
Akhiri Isu Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Presiden Joko Widodo/Net
KEKUASAAN itu candu dan perjuangan menghadapi nafsu akan kuasa tidaklah mudah. Waktu, pikiran, tenaga, bahkan nyawa dikorbankan terus menerus demi tumbangnya rezim yang seakan ingin berkuasa seumur hidupnya. Itulah sejarah dan terjadi di berbagai macam belahan dunia tur menjadi problem semua bangsa, semua negara modern. Tidak terkecuali di Indonesia.

Kita tentu masih ingat betul bagaimana mencekamnya detik-detik menuju era Reformasi 1998 di Indonesia. Beberapa pemuda tidak kembali ke rumah. Sebagian dipenjara. Sementara sisanya harus menanggung traumatik karena dipukul, dikejar, dan diteror berhari-hari.

Tapi waktu itu, dan dalam sejarah bangsa kita, semua pengorbanan itu tak sia-sia. Kemenangan diraih dan rezim kekuasaan terlama dalam sejarah Pemerintahan Indonesia, selama 32 tahun, runtuh.

Isi utama yang menjadi motor penggerak perjuangan tahun 1998 adalah soal kemanusiaan. Tiga hal yang disoroti yaitu kebebasan, pengakuan hak, dan demokrasi.

Amandemen Pasal Krusial

Langkah-langkah yang digunakan untuk agar kejadian sejarah kelam itu tidak terulang adalah dengan membangun komitmen. Komitmen itu harus terlembagakan dan sah secara yuridis. Dalam arti yang konkret harus tertera di dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar.

Pasal krusial yang menjadi wajib pokok untuk direvisi pada waktu itu adalah Pasal 7 UUD 1945. Pasal ini dinilai bermasalah dan menjadi kunci munculnya tirani. Waktu itu bunyi pasalnya adalah "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali". Tanpa batasan periode dan tanpa alasan lain yang mampu menghentikan laju gairah berkuasa.

Pada amandemen ketiga, atau di tahun 2001, akhirnya Pasal itu diubah. Sama seperti negara modern lainnya yang sepakat bahwa idealnya kekuasaan itu hanya dua kali periode. Bunyi perubahannya adalah "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."

Artinya disini soal kuasa adalah salah satu soal utama yang dibahas. Faktor utama yang bahkan menjadi pendahuluan untuk menghentikan terulangnya hal-hal yang penuh syak wasangka.

Kemunduran Sejarah


Baru-baru ini isu untuk memperpanjang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden menyeruak kembali. Isu yang dianggap receh dan hanya wacana bagi sebagian politisi itu padahal adalah isu dan wacana yang mengundang traumatik bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

Jika isu itu digulirkan dan kemudian muncul harapan untuk direalisasikan maka isu ini perlu dibendung. Kaidah yang digunakan adalah tasharruful imam 'alar ra'iyyah manuthun bil maslahah” atau sejatinya “tindakan pemimpin terhadap rakyat itu harus didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan."

Di sisi yang lain isu ini juga jelas bermasalah dan setidaknya mengandung cacat secara politik maupun hukum.

Secara politik tentunya isu ini tidaklah etis. Kesepakatan yang telah dibangun dalam upaya membentuk negara yang demokratis bisa jadi hanya tinggal prasasti. Hari ini mungkin gagal tetapi jika di masa yang akan datang berhasil maka artinya sama saja kita mengalami kemunduran.

Kemunduran setidaknya 50 tahun ke belakang. Kemunduran yang juga mengakibatkan manusia, sebagaimana ditulis Albert Camus, menjadi angkuh, hedonis, dan lelah dari kehidupan.

Secara hukum isu ini juga bertentangan dengan konstitusi. Pelanggaran terhadap konstitusi adalah kejahatan yang serius. Kejahatan yang mencerminkan adanya pengkhianatan terhadap negara dan pahlawan-pahlawan Reformasi. Bagi Radbruch, ahli hukum ternama Jerman, aturan yang jahat dan mengandung ketidakadilan yang ekstrem itu harus dinilai sebagai hukum yang cacat meskipun pembentukkannya sesuai kaidah yang berlaku (extreme injustice is not law).

Hentikan Isu Ini

Selain bermasalah secara politik dan hukum, isu ini juga tidak sejalan dengan semangat bernegara Bapak Presiden Joko Widodo. Dalam beberapa kesempatan beliau tegas menolak isu perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden bahkan dengan bahasa "Satu ingin menampar muka saya. Yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka. Yang ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja," di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/12/2019)

Atas dasar hal tersebut di atas seyogianya isu ini segera dihentikan. Selain kontraproduktif isu ini juga memiliki sensitivitas yang tinggi, utamanya bagi korban dan keluarga korban semasa perjuangan menuju Era Reformasi.

Ada banyak hal yang lebih penting dibahas dan laik untuk diperbincangkan seperti kesiapan kita menghadapi era demokrasi digital berbasis pada teknologi informasi, kemajuan Sumber Daya Manusia beserta taraf hidupnya, dan pengelolaan sumber daya alam dengan energi-energi terbarukan yang berkaitan juga dengan isu lingkungan.rmol news logo article

*Penulis adalah Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA