Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kurikulum Merdeka: Terobosan Kebijakan di Masa Pandemi

OLEH: FAHMI SYAHIRUL ALIM*

Minggu, 27 Februari 2022, 07:30 WIB
Kurikulum Merdeka: Terobosan Kebijakan di Masa Pandemi
Deputi Program International Centre for Islam and Pluralism (ICIP), Fahmi Syahirul Alim
TAHUN lalu, Bank Dunia (World Bank) merilis hasil temuan yang menyebutkan bahwa siswa Indonesia kehilangan 0,9 tahun atau sekitar 10 bulan masa pembelajaran di sekolah akibat pandemi Covid-19  yang berlangsung dari bulan Maret tahun 2020 lalu.

Peneliti Bank Dunia untuk Indonesia, Rythia Afkar (2021) menjabarkan masa learning loss dapat berlangsung lebih tinggi bergantung pada sejumlah variabel lain, seperti seperti efektivitas selama pembelajaran jarak jauh, hingga jumlah sekolah yang telah dibuka.

Dalam riset terkait learning loss tersebut, Bank Dunia menggunakan tiga skenario berdasarkan jumlah sekolah yang telah menggelar pembelajaran tatap muka (PTM). Salah satunya, semakin kecil sekolah yang menggelar belajar tatap muka, angka learning loss akan semakin tinggi.

Sebagai contoh, menurut Afkar (2021), dengan asumsi sekolah yang telah dibuka mencapai 50 persen, angka learning loss akibat 1,5 tahun pandemi naik dari 10 menjadi 11 bulan, bahkan bisa mencapai satu tahun masa pembelajaran yang hilang.

Di sisi lain, peneliti Bank Dunia tersebut menjelaskan, pandemi juga menyebabkan efektivitas belajar siswa hanya mencapai 40 persen. Jumlah itu menurutnya terbilang rendah, dan memperburuk kualitas belajar siswa di sekolah (CnnIndonesia, 2021).

Temuan Bank Dunia di atas tentu harus menjadi perhatian semua pihak karena hal ini menyangkut keberlangsungan dan kualitas generasi bangsa ke depan, terutama oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai ujung tombak penentu arah kebijakan pendidikan. Karena dalam kondisi apapun, sesuai amanah Undang-Undang, bahwa tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam UUD 1945  pasal 31 ayat 1 yang berbunyi  “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan sesuai dengan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lalu dalam alinea keempat UUD 45 disebutkan, pemerintah atau negara Indonesia berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Atasi Krisis Pembelajaran


Untuk mengatasi krisis pembelajaran selama pandemi di atas, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Merdeka Belajar Episode Kelima belas yaitu Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar pada Jumat 11 Februari 20211. Menteri Nadiem mengungkapkan, merujuk berbagai studi nasional maupun internasional, krisis pembelajaran di Indonesia telah berlangsung lama dan belum membaik dari tahun ke tahun. Krisis pembelajaran semakin bertambah karena pandemi Covid-19 yang menyebabkan hilangnya pembelajaran (learning loss) dan meningkatnya kesenjangan pembelajaran.

Menurut Nadiem, ada beberapa keunggulan yanga ada dalam Kurikulum Merdeka. Pertama, Kurikulum Merdeka lebih sederhana dan mendalam karena kurikulum ini akan fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. Kedua, tenaga pendidik dan peserta didik akan lebih merdeka karena bagi peserta didik, tidak ada program peminatan di SMA, peserta didik memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya.

Ketiga, bagi guru, mereka akan mengajar sesuai tahapan capaian dan perkembangan peserta didik. Keempat, sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik.

Keunggulan lain dari penerapan Kurikulum Merdeka ini menurut pendiri Gojek tersebut adalah lebih relevan dan interaktif di mana pembelajaran melalui kegiatan projek akan memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual, misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila (Kemendikbudristek, 2021).

Kurikulum Merdeka: Sebuah Pilihan

Namun yang menarik, selain karena kurikulukm tersebut adalah terobosan kebijakan di masa pandemi, pada prakteknya, satuan pendidikan dapat memilih tiga opsi dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka pada Tahun Ajaran 2022/2023. Pertama, menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka tanpa mengganti kurikulum satuan pendidikan yang sedang diterapkan. Kedua, menerapkan Kurikulum Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan.

Ketiga, menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar. Di sini terlihat, tidak ada pemaksaan penerapan Kurikulum Merdeka bagi satuan pendidikan, melaikan adanya sebuah pilihan dalam dua tahun ke depan.

Dan fakta menarik lainnya adalah, sejak Tahun Ajaran 2021/2022, Kurikulum Merdeka yang sebelumnya dikenal sebagai Kurikulum Prototipe telah diimplementasikan di hampir 2.500 sekolah yang mengikuti Program Sekolah Penggerak (PGP) dan 901 SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) sebagai bagian dari pembelajaran paradigma baru. Dan mulai tahun 2022, Kurikulum Merdeka dapat diterapkan satuan pendidikan meskipun bukan Sekolah Penggerak, mulai dari TK-B, SD dan SDLB kelas I dan IV, SMP dan SMPLB kelas VII, SMA dan SMALB dan SMK kelas X (Kemendikbudristek 2021).

Fleksibilitas yang ada dalam penerapan Kurikulum Merdeka tentu menjadi angin segar bagi para tenaga pendidik, terutama mereka yang sudah berusia mendekati ujung masa baktinya. Artinya tenaga pendidik baik itu kepala sekolah maupun guru diberi  ruang untuk adaptasi dan memahami dengan baik dan secara mendalam terobosan apa saja yang ada dalam Kurikulum Merdeka, sehingga walaupun pandemi belum sepenuhnya pergi, pembelajaran tetap diterima secara optimal oleh generasi bangsa ini. Tabik! rmol news logo article

*Penulis adalah Deputi Program International Centre for Islam and Pluralism (ICIP)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA