Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Warning: Tangkap Teroris Jangan Jadi Teror

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/djono-w-oesman-5'>DJONO W OESMAN</a>
OLEH: DJONO W OESMAN
  • Senin, 14 Februari 2022, 21:57 WIB
Warning: Tangkap Teroris Jangan Jadi Teror
Detasemen Khusus 88 Antiteror/Net
Densus 88 disoal. Jubir Partai Ummat, Mustofa Nahrawardaya menyoal Densus menangkap kadernya, RH. Sedangkan, Partai Amanat Nasional mendukung Densus 88. Biarlah publik menilai.

Polemik itu terkait penangkapan tiga terduga teroris: RH, CA, dan M, Kamis, 10 Februari 2022. TKP di Kelurahan Sidomulyo, Kota Bengkulu (untuk RH dan CA). M ditangkap di Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah.

Ketiganya diduga tergabung jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI) Bengkulu. Mereka telah bersumpah setia pada JI sejak tahun 1999.

RH ternyata kader Partai Ummat, DPW Bengkulu. Maka, Mustofa kepada pers, Minggu, 13 Februari 2022 mengatakan:

"Melihat track record Densus 88 di proses penangkapan terduga teroris yang tidak baik, kami mengusulkan pemerintah mengevaluasi prosedur bekerja Densus. Sehingga tidak menjadi teror bagi masyarakat."

Maksudnya, penangkapan teroris oleh Densus 88 Antiteror, bisa jadi teror bagi masyarakat. Seumpama salah tangkap.

Berdasar konstitusi Indonesia, seorang terduga penjahat, baru bisa dikatakan penjahat, setelah perkara hukum berstatus inkrah, atau berkekuatan hukum tetap.

Tahapannya: Penyidikan Polri. Dilimpahkan ke Kejaksaan. Disidangkan di pengadilan. Dilanjut, vonis sidang peradilan tingkat pertama. Lalu peradilan banding. Lalu kasasi. Hasil akhirnya: Inkrah. Bisa sampai dua-tiga tahun.

Jadi, kemungkinan Densus 88 salah tangkap, harus melalui tahapan proses tersebut. Tidak bisa sekarang.

Kabag Bantuan Operasi, Densus 88 Polri, Kombes Aswin Siregar saat dimintai konfirmasi pers, Minggu (13/2) mengatakan:

"Secara internal, di Polri ada perangkat-perangkat pengawas terhadap kinerja Densus 88. Demikian pula eksternal. Berbagai stakeholder terkait. Termasuk Komnas HAM. Hingga lembaga peradilan yang menyidangkan kasus-kasus terorisme yang ditangani oleh Densus 88."

Juga, Densus 88 mengabaikan latar belakang politik terduga teroris yang ditangkap. Tidak peduli dari partai apa pun.

Kombes Aswin: "Sama seperti tersangka tindak pidana terorisme lain, Densus 88 tidak melihat status seseorang. Yang jadi dasar adalah alat bukti yang dimiliki penyidik terhadap keterkaitan seseorang dengan jaringan atau kelompok teroris ataupun terhadap suatu perkara tindak pidana terorisme yang terjadi."

Sehingga keberatan pihak Partai Ummat tidak menghambat perjuangan Tim Densus 88 terus menangkap teroris. Demi keamanan hidup masyarakat.

Terbukti. Sehari setelah keberatan pihak Partai Ummat, yakni Senin, 14 Februari 2022, Densus 88 menangkap empat terduga teroris lagi.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Senin (14/2) mengatakan:

"Densus 88 Antiteror Polri menangkap empat orang terduga teroris pada 14 Februari 2022 di Jawa Tengah."

Inisialnya: RAB, AJ, NU, dan M. Ditangkap di tiga lokasi: Sukoharjo, Batang, dan Sragen. Dan, sama seperti terduga teroris Bengkulu, empat terduga itu anggota Jamaah Islamiyah.

Brigjen Ahmad Ramadhan: "Para tersangka masih kami periksa. Detil identitas dan peran mereka belum diumumkan."

Sedangkan, peran terduga teroris Bengkulu, sudah diumumkan Polri: Bahwa mereka berperan pendanaan. Menyembunyikan buron teroris. Dan, rekruitmen teroris.

Paling ngeri (bagi masyarakat, calon korban) rekruitmen teroris. Bagaimana, seseorang yang semula bukan teroris, diubah jadi calon teroris. Ngeri...

Belum ada teori valid mengungkap, bagaimana perubahan itu terjadi? Bukankah pembunuhan adalah kejahatan luar biasa?

Trio Profesor, Tom Pyszczynski, Jeff Greenberg, PhD dan Sheldon Solomon, PhD dari University of Colorado, Amerika, mencetuskan Teori Manajemen Teror. Hasil belasan riset kasus terorisme, menyatakan:

"Bahwa orang menggunakan budaya dan agama, untuk melindungi diri mereka sendiri dari ketakutan akan kematian yang berada di ambang kesadaran."

Tesis itu aneh. Sebab, teroris selalu siap mati. Misal: Bom bunuhdiri. Tapi, dilanjutkan, begini:

"Alam bawah sadar pelaku, mendorongnya membela diri secara psikologis terhadap kematian."

Dilanjut: "Ini termasuk berpegang teguh pada identitas budaya mereka. Bekerja keras untuk menghayati nilai-nilai budaya mereka. Dan, berusaha keras mempertahankan nilai-nilai itu."

Teori itu mereka uji. Terhadap konflik antara Timur Tengah versus Barat. Tim pimpinan Prof Pyszczynski melakukan serangkaian studi di Amerika Serikat, Iran, dan Israel.

Di ketiga negara tersebut, responden secara halus diingatkan kematian mereka. Lalu mereka didorong agar berpegang teguh pada identitas kelompok mereka. Hasilnya, mereka lebih mungkin mendukung kekerasan (teror) terhadap kelompok luar.

Pyszczynski: "Orang Iran lebih mungkin mendukung pemboman bunuh diri terhadap orang Barat."

Orang Amerika lebih cenderung menganjurkan kekuatan militer untuk memerangi ekstremis Islam, yang berarti membunuh ribuan warga sipil.

"Orang Israel cenderung memaafkan kekerasan terhadap orang Palestina (jurnal ilmiah: Behavioral Sciences of Terrorism & Political Aggression, Volume 1, No. 1).

Tapi, pakar terorisme Fathali Moghaddam, PhD, dari departemen psikologi Universitas Georgetown, Amerika, menukik lebih detail dibanding riset trio profesor itu.

Dr Moghaddam dalam bukunya: How Globalization Spurs Terrorism: The Lopsided Benefit of One World and Why That Fuels Violence" (Praeger, 2008), menyatakan:

Globalisasi yang cepat, memaksa budaya yang berbeda untuk berhubungan satu sama lain. Sebab, itu mengancam dominasi atau hilangnya beberapa kelompok.

Moghaddam: "Anda dapat menafsirkan terorisme Islam sebagai salah satu bentuk reaksi terhadap persepsi, bahwa cara hidup fundamentalis kini sedang diserang dan akan segera punah."

Dengan referensi tersebut, bisa disimpulkan: Rekruitmen teroris bakal terus berlangsung. Tidak ada yang bisa memastikan, sampai kapan.

Tak terduga, pihak Partai Amanat Nasional (PAN) mendukung Densus 88 di penangkapan terduga teroris di Bengkulu.

Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga kepada wartawan, Senin (14/2) mengatakan: "PAN percaya dengan ketelitian dan profesionalitas Densus 88."

Viva Yoga: "Densus 88 dibentuk sebagai pasukan khusus untuk mendeteksi gerakan dan jaringan teroris yang mengancam kedaulatan negara. Setiap saat memang harus melakukan evaluasi dan koreksi diri untuk meningkatkan kinerjanya."

Di akhiri: "Saya pribadi kaget, ada pengurus Partai Ummat terlibat jaringan teroris. Tapi menurut saya, nanti biarlah proses hukum yang akan menjawab hal tersebut."

Tidak ada pembelaan. Tidak ada permusuhan. Semua pihak cinta damai. Biarkan perkara ini diselesaikan di pengadilan. Yang terbuka. Bisa ditonton rakyat Indonesia.

Bahwa ada sedikit percikan politik, dalam kasus ini, sudah biasa. Jangankan kasus terorisme. Kasus batu cadas di Desa Wadas, Jawa Tengah, pun ditembus politik. rmol news logo article

Penulis adalah wartawan senior

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA