Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sengkarut Tata Kelola, Kado Pahit Tahun Baru 2022

Oleh: Andi Rante*

Selasa, 18 Januari 2022, 07:46 WIB
Sengkarut Tata Kelola, Kado Pahit Tahun Baru 2022
Andi Rante./Dok
MASIH tingginya beberapa harga bahan pokok khususnya minyak goreng di masyarakat pasca Natal dan tahun baru, membuat resah banyak pihak. Sudah hampir tiga bulan, harga minyak goreng di kisaran Rp 18.000 hingga Rp 20.000/liter diatas HET (harga eceran tertinggi) yang ditetapkan oleh Pemerintah sebesar Rp 11.000/liter.

Menurut keterangan produsen, mereka menaikkan harga akibat penyesuaian harga CPO di pasar dunia yang juga mengalami kenaikan. Untuk mengatasi hal ini Pemerintah menggelontorkan kas negara sebesar Rp 3,6 trilin untuk subsidi harga minyak goreng melalui dana Badan Pengelola Dana Perkebunan kelapa Sawit (BPDPKS) di bawah dirjen perbendaharaan Kemenkeu RI. Melalui Kemendag dana tersebut untuk penyediaan 1,2 miliar liter minyak subsidi dengan harga Rp 14.000/Liter berlaku 6 bulan ke depan dan akan diperpanjang jika kondisi belum stabil.  Minyak subsidi ini akan digelontorkan ke pasar rakyat, pasar modern maupun e-commerce.

Fenomena tahunan seperti perayaan hari raya agama ini selalu berbanding lurus dengan lonjakan harga kebutuhan bahan pokok. Ini masalah klasik dari tahun ke tahun dan tak pernah mendapat penyelesaian. Selalu saja ada pihak pihak tertentu yang memetik keuntungan dari kondisi seperti ini. Dan lagi,  lagi, dan lagi, pemerintah yang akan menanggungnya dengan menggelontorkan subsidi untuk mengatasi masalah tahunan yang sebenarnya tak harus lagi dilakukan oleh Pemerintah.

Dengan kasus yang terus berulang, seharusnya pemerintah sudah punya solusi tanpa harus menggelontorkan uang negara dengan memutus mata rantai para kartel yang mengambil untung dalam situasi seperti ini. Indikasi adanya kartel di negara pengekspor sawit terbesar di dunia bisa dilihat dari fenomena, naiknya harga minyak yang bersamaan dengan naiknya harga kebutuhan pokok lainnya. harga tetap mahal meski perayaan Nataru telah berlalu. Harga CPO di pasar dunia naik bukan berarti harga dalam negeri harus ikut naik. Sebab harga dipasaran harus tetap mengacu kepada HET yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

Bukan hanya soal minyak goreng. Pada pekan pertama Januari 2022, harga pupuk nonsubsidi sudah naik hingga 100 persen. Kenaikan harga yang fantastis itu berimbas pada pendapatan para petani secara signifikan.

Menurut Serikat Petani Indonesia (SPI), saat situasi normal harga pupuk urea berada di posisi Rp265.000 hingga Rp285.000 per sak (50 kg).  Namun saat ini  harga sudah mencapai Rp560.000 per sak. Bahkan di luar Jawa tembus Rp600.000 per sak. Menurut catatan SPI, kenaikan harga mulai terjadi sejak Oktober 2021 (Rp380.000), Desember 2021 (Rp480.000 hingga Rp500.000).

Tak hanya pupuk Urea, catatan SPI menunjukkan, harga pupuk NPK juga mengalami naik signifikan. Contohnya, NPK Mutiara yang naik menjadi Rp600.000 per sak dari harga sebelumnya  Rp400.000 per sak. Sementara NPK Phonska naik menjadi Rp260.000 per sak (25 kg) dari harga awal Rp170.000 per sak.

Ironisnya,  harga komoditas, misalkan padi, tidak kunjung naik. Harga beras di tingkat penggilingan masih Rp8.000. Artinya petani menanggung kerugian. Kenaikan harga pupuk berdampak sosial yang luas karena menjangkau sekitar 17 juta petani di 6063 Kecamatan, 489 Kabupaten dan 34 Provinsi.

Berdasarkan data Ditjen PSP Kementan RI, kebutuhan pupuk untuk petani mencapai 22,57 juta hingga 26,18 juta ton atau senilai Rp 63 hingga 65 triliun dalam lima tahun terakhir. Namun, karena keterbatasan anggaran, pemerintah hanya dapat mengalokasikan pupuk bersubsidi sebanyak 8,87 juta- 9,55 juta ton dengan nilai anggaran Rp 25 hingga 32 triliun.

Pendapatan petani tak hanya tergerus kenaikan harga pupuk non-subsidi. Juga oleh naiknya biaya buruh tani dan pestisida.  Padahal, dalam masa pandemi ini, sektor pertanian merupakan salah satu harapan kita untuk dapat bangkit dari keterpurukan ekonomi.

Berkaca tahun lalu, sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto. Pada kuartal II 2020 capaian 16,24 persen dibandingkan kuartal sebelumnya. Sementara, pada ekspor pertanian September 2020 naik 20,84 persen dibanding bulan sebelumnya.

Atas dasar ini, sebagai mata rantai dalam sektor Pertanian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan serta Holding Pupuk Indonesia sebagai produsen pupuk harus memiliki manajemen tata kelola dalam menjamin kepastian ketersediaan pupuk bagi petani mulai dari post produsen, distribusi sampai pada konsumen baik pupuk subsidi maupun non subsidi agar tidak ditemukan lagi petani di lapangan yang tidak mendapatkan pupuk atau berebut pupuk sesuai dengan RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok tani).

Belajar dari tahun sebelumnya, kelangkaan pupuk bersubsidi adalah hal klasik yang sering terjadi. Kelangkaan pupuk subsidi terjadi karena alokasi subsidi kurang. Walaupun pupuk di gudang banyak, namun yang di subsidi terbatas. Per Agustus 2020, kala itu pemerintah menambah alokasi menjadi 8,9 juta ton pupuk subsidi. Jumlah itu lebih kecil dibanding 2018 sebanyak 9,5 juta ton dan 2019 sebanyak 8,8 juta ton. Jumlah yang terbatas pemicu petani berebut untuk mendapatkan pupuk bersubsidi dan ini bisa menjadi pemicu harga naik (teori supply demand).

Kementerian Pertanian mengatakan adanya kekurangan anggaran subsidi tahun itu, Kebutuhan anggaran subsidi pupuk 2021 secara dari rata-rata penggunaan pupuk urea, SP36, ZA, NPK 15-15-15, NPK Formula Khusus, Pupuk Organik dapat diformulasi secara volume 9,123 juta ton dengan total anggaran Rp 32,58 triliun. Sementara anggaran dari pagu indikatif 2021 Rp 25,276 triliun. Jadi Masih ada kekurangan anggaran subsidi sebesar Rp 7,307 triliun. Untuk menutup kekurangan ini bisa dari efisiensi penurunan HPP, serta penggunaan formula NPK 15-15-15 menjadi 15-10-12, serta kenaikan HET (harga eceran tertinggi).

Persoalan pupuk subsidi ini tak hanya masalah data, keterjangkauan pada petani, hingga persoalan kelangkaan di lapangan. Tahun sebelumnya, Presiden Jokowi pernah mempertanyakan efektivitas subsidi pupuk yang setiap tahun mencapai puluhan triliun tapi tak ada efek bagai produksi pertanian,

"Saya jadi ingat soal pupuk. Berapa puluh tahun kita subsidi pupuk. (Setahun bisa sampai Rp 30 triliun-Rp 33 triliun)” Kata Presiden Jokowi kala itu.

Indonesia hingga kini masih harus bergantung pada kebutuhan pupuk impor padahal dari dalam negeri ada perusahaan BUMN yang bisa memproduksi yaitu holding PT. Pupuk Indonesia. BUMN ini harus bersaing menghadapi kerasnya persaingan di industri pupuk dalam negeri. Harus ada langkah dari Manajemen PT Pupuk Indonesia (holding) untuk bisa mengatasi tantangan ini agar bisa berkompetisi.

Jika masalah ini tidak teratasi, bisa mengganggu kinerja keuangan perusahaaan. Pengalaman, jika BUMN mengalami trend keuangan negatif, ujung-ujungnya lari ke Pemerintah lagi sebagai pemilik entitas. Hal ini harus dihindari sebab akan memberatkan keuangan negara lagi. Kita butuh langkah langkah yang inovatif dari PT Pupuk Indonesia Holding untuk mencegah trend keuangan perusahaannya menjadi negatif di tengah persaingan dengan pupuk impor.

Kondisi perpupukan nasional saat ini semakin serius,  disebabkan terbatasnya pasokan gas sebagai baku industri pupuk, ketidak seimbangan antara kebutuhan pupuk yang meningkat, sementara produksinya terbatas;  Sistem distribusi yang berdistorsi sehingga menyebabkan kelangkaan pupuk di pasaran; dan pola subsidi Pupuk yang mengikuti pola subsidi gas.

Dari pokok masalah ini, harus ada langkah yang dilakukan PT Pupuk Indonesia dan Kementerian Perdagangan sebagai upaya untuk meminimilasir persoalan kelangkaan pupuk dan tata kelola ekspor pupuk dalam rencana kerja satu tahun ke depan agar selain bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, Kemendag dan PT Pupuk Indonesia bisa juga memenuhi target ekspornya.

Gas adalah komponen biaya terbesar dalam produksi pupuk. Keterbatasan pasokan gas disebabkan perusahaan gas alam berorientasi pada keuntungan, memilih menjual pada harga yang paling tinggi. Jika harga gas tinggi otomatis biaya produksi pupuk ikut membengkak. Ujungnya harga jualnya pun akan naik. Padahal pupuk dalam negeri juga harus bersaing harga dengan serbuan pupuk Impor.  Disinilah diperlukan sinergitas antara Kementerian dan lembaga untuk mencari solusi terkait harga bahan baku pupuk ini sehingga tidak terlalu membebani produktivitas perpupukan nasional.

Dalam hal Tata Kelola Batubara, penutupan sementara ekspor batubara untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik dalam negeri menjadi isu hangat.  Diketahui,  pemerintah sedang menyusun skema baru untuk suplai batu bara dalam negeri.

Salah satu opsinya adalah menggunakan skema Badan Layanan Umum (BLU) pungutan batu bara. Dalam skema ini, kelak PT PLN (Persero) akan mengikat kontrak dengan beberapa perusahaan batu bara yang memiliki spesifikasi batubara sesuai dengan kebutuhan pembangkit listrik PLN. Nilai harga kontrak akan disesuaikan per tiga atau enam bulan sesuai dengan harga pasar yang berlaku.

Kemudian, PLN membeli batubara sesuai harga pasar saat ini US$ 62 per ton untuk kalori 4.700 Kcal. PLN akan menerima subsidi dari BLU untuk menutup selisih antara harga pasar dengan harga berdasarkan acuan US$ 70 per ton. Lalu, selisih harga akan dtutupi BLU melalui iuran yang diterima dari perusahan batu bara. Besaran iuran akan disesuaikan secara periodik berdasarkan selisih antara harga pasar yang dibeli PLN dan US$ 70 per ton.

Di sisi lain, banyak pihak yang tidak sepakat dengan opsi dengan skema BLU itu. Dengan adanya DMO (Domestic Market Obligation/Patokan harga yang ditetapkan oleh pemerintah untuk batu bara dalam negeri), sudah ada caping harga yang ditentukan kepada PLN dan sudah cukup sebagai kebijakan yang tepat untuk mengatasi krisis energi.

Batu bara ini bukan hanya diperlukan oleh sektor energi saja, tapi industri lain juga butuh batu bara. kalau harganya tinggi di dalam negeri, pengusaha batubara jadi tidak kompetitif. ini yang harus diperhatikan juga oleh Pemerintah. Krisis pasokan batu bara PLN akibat dari kurangnya kontrol dari pemerintah. Maka dari itu, perbaikan soal DMO ini sejatinya lebih kepada pengawasan yang dievaluasi per tiga atau empat bulan bukan hanya dikontrol tiap akhir tahun.

Mengutip dari berbagai media, perusahaan yang belum memenuhi kewajiban DMO dan dilarang melakukan ekspor sebanyak 428 Perusahaan. Baru-baru ini ada perusahaan yang telah diperbolehkan mengeskpor karena dianggap telah memenuhi kewajiban DMO.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Bisnar Pandjaitan menyampaikan, bahwa atas laporan dari PLN serta masukan dari berbagai Kementerian/Lembaga terkait, diambil beberapa keputusan.

Pertama, mengingat stok dalam negeri yang sudah dalam kondisi aman berdasarkan laporan dari PLN, maka untuk 37 kapal yang sudah melakukan loading per tanggal 12 Januari dan sudah dibayarkan oleh pihak pembelinya akan di-release untuk melakukan ekspor.

Kedua, kegiatan ekspor dilakukan untuk menghindari risiko terjadinya kebakaran jika batu bara tersebut terlalu lama dibiarkan. Namun perusahaan batubara yang mensuplai untuk kapal-kapal tersebut akan dikenakan denda berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 139 Tahun 2021 jika belum memenuhi kewajiban DMO dan/atau kontrak kepada PLN di tahun 2021.

Sebagai catatan, Skema BLU ini berdasarkan UU No1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara yang kemudian ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan layanan Umum. Terkait hal ini, Pemerintah melalui Kemendag punya pekerjaan yang tak mudah agar volume ekspor tetap diwujudkan sesuai target tanpa mengganggu kebutuhan dalam negeri dan tidak mengurangi nilai kompetitif para pelaku pasar batubara.

Disisi lain adanya larangan ekspor batubara sampai tanggal 31 januari mesti jadi bahan diskursus bersama sebab pelarangan ekspor batubara menyebabkan kehilangan potensi pendapatan negara sebesar Rp20 triliun per bulan, karena batubara adalah andalan ekspor Indonesia yang dalam lima tahun terakhir.

Masukan dan Saran


1. HET (harga eceran tertinggi baik minyak goreng atupun pupuk bersubsidi) yang ditetapkan seharusnya ditegakkan dan dipantau dan diawasi oleh Kementerian/Lembaga dan semua pelaku usaha di Indonesia, agar disparitas harga minyak goreng dan sembako lainnya serta pupuk bersubsidi dan harga aktual tidak terlalu lebar. Disparitas harga akan memicu terjadinya penyelewengan yang pada akhirnya bisa menyebabkan kelangkaan di pasaran dan pastinya baik produsen maupun petani dan konsumen akan sama sama dirugikan.

2. Sebagai Perusahaan Plat Merah dan Penerima Kompensasi dari Pemerintah sebagai PSO, kita berharap agar BUMN sektor terkait bisa berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga yang keterkaitan dengan Pupuk kebutuhan petani untuk mensejahterakan para petani demi terwujudnya Ketahanan Pangan. Kita tanpa mengandalkan impor, lebih lagi dalam kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini. Sinergitas antara kementerian Lembaga sangat dibutuhkan khususnya terkait jaminan ketersediaan Pupuk Bersubsidi bagi para petani kita untuk meningkatkan kwalitas dan produktivitas tani kita.

3. Masih adanya kelangkaan pupuk di daerah dan tidak sebandinganya antara Subsidi yang dikeluarkan oleh Pemerintah yang mencapai angka Rp 30 triliun tiap tahunnya dibandingkan dengan peningkatan produksi tani yang tak memberikan efek peningkatan harus menjadi perhatian serius bagi kita semua,  khususnya pihak yang bersinggungan langsung dengan sektor pertanian. Distribusi Pupuk harus dijamin tepat sasaran, distributor penyalur pupuk dan rantainya hingga sampai ke petani tidak boleh main-main dalam penyalurannya. Butuh kerjasama semua pihak dalam pengawasannya.

4. Salah satu solusi dari kelangkaan pupuk adalah dengan penambahan kapasitas produksi dalam negeri. Kita berharap Holding Pupuk Indonesia terus berupaya memenuhi kebutuhan perpupukan nasional agar ketersediaan pupuk tak bergantung impor lagi.

BUMN Perpupukan mesti ditata ulang, manajemen yang lebih siap menghadapi tantangan zaman (agar industri pupuk bisa berkembang dengan baik, maka penyediaan alokasi dan harga harus kompetitif. Sehingga, harga pupuk di tingkat petani lebih terjangkau dan ini tentunya PR bagi kita semua, semua komponen yang berkaitan harus duduk berembuk perihal hal ini.  

Pemanfaatan teknologi dan big data untuk mengoptimalkan kegiatan produksi, Manajemen harus selalu hadir dengan inovasi inovasi produknya dan tentunya usahanya harus se efisien mungkin, Efisiensi ini penting dalam mengurangi beban pemerintah atas subsidi, termasuk untuk peningkatan daya saing produk Pupuk Indonesia Grup).

5. BUMN Perpupukan Indonesia dalam hal ini Holding Pupuk Indonesia diharapkan bisa meningkatkan kerjasamanya dengan sesama BUMN di bidang pertanian dan Perkebunan seperti PTPN agar serapan produksi pupuknya makin meningkat.

6. Holding Pupuk Indonesia dan Kementerian Perdagangan agar bisa memacu produk andalan kita dari Holding Pupuk Indonesia untuk diekspor ke berbagai negara. Hikmah di balik pandemi ini adalah adanya pergeseran kebutuhan dagang dunia yang kecenderung ke sektor yang tak berdampak langsung dari akibat pandemi seperti pengembangan industri kimia untuk kebutuhan pertanian, perkebunan dan lainnya. Peluang ini harus ditangkap dan dimaksimalkan oleh BUMN dan Pemerintah untuk meningkatkan volume dan kualitas produk.

7. Mengatasi keterbatasan pasokan gas untuk produsen pupuk diperlukan sinergitas antara Kementerian/Lembaga, Kementerian BUMN untuk mencari solusi terkait harga bahan baku pupuk ini sehingga tidak terlalu membebani produktivitas perpupukan nasional. PT Pupuk Indonesia agar bisa meningkatkan kerjasamanya dengan sesama BUMN di bidang pertanian dan Perkebunan seperti PTPN agar serapan produksi pupuknya makin meningkat.

8. Terkait dengan tata Kelola batu bara sekiranya pemerintah fokus pada pengawasan aturan dan tegas dalam sanksinya. Batu bara ini bukan hanya diperlukan oleh sektor energi saja, tapi industri lain juga butuh batu bara. Kalau harganya tinggi di dalam negeri, pengusaha batubara jadi tidak kompetitif. ini yang harus diperhatikan juga oleh Pemerintah. Terjadinya krisis pasokan batu bara di PLN akibat dari kurangnya kontrol dari pemerintah. Maka dari itu, perbaikan soal DMO ini sejatinya lebih kepada pengawasan yang dievaluasi secara berkala. rmol news logo article

*Penulis adalah Ketua PB HMI Bidang Ekonomi Pembangunan

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA