Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menjaga Check and Balances di Tingkat Lokal dalam Pengisian 272 Plt Kepala Daerah

Oleh: Ahmad Hanafi

Sabtu, 15 Januari 2022, 01:59 WIB
Menjaga <i>Check and Balances</i> di Tingkat Lokal dalam Pengisian 272 Plt Kepala Daerah
Ilustrasi/Net
MEMASUKI tahun politik 2022, partai politik tak hanya sibuk mempersiapkan diri menghadapi perhelatan Pemilu 2024. Ada agenda politik yang tak kalah penting dan pertama kali dihadapi, yaitu pengisian jabatan 272 Plt Kepala Daerah pada 2022-2023 sebagai akibat dari Pilkada Serentak 2024.

Agenda ini tak bisa dipandang biasa-biasa saja, karena dampaknya luar biasa. Sesuai ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, hampir 50 persen Gubernur dan Bupati/Walikota akan diisi oleh Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di 24 Provinsi dan Jabatan Tinggi Pratama di 248 Kabupaten/Kota.

Dengan kata lain, ada 272 kekosongan jabatan politik kepala daerah yang diisi oleh aktor partai politik kemudian beralih status menjadi kekosongan Jabatan Pimpinan Tinggi Madya/Pratama yang diisi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN).

Untuk tujuan keserentakan Pemilu dan Pilkada pada 2024, pergantian kepala daerah sebelumnya dilaksanakan melalui proses demokrasi Pemilihan Kepala Daerah, sekarang dilaksanakan dengan proses administrasi di bawah Presiden dan Kementerian Dalam Negeri.

Meski bersifat sementara hingga 2024, perlu dicatat ada sejumlah hal yang bisa dipenuhi oleh proses demokrasi pemilihan yang perlu dijawab melalui proses administrasi.

Pertama, ikatan politik publik dengan kepala daerah dalam keberlanjutan visi pembangunan daerah. Pada proses Pilkada, profil, visi-misi dan prioritas pembangunan calon kepala daerah diungkap dan dibicarakan publik daerah pada masa kampanye. Siapapun kepala daerah terpilih, publik telah mengenal profilnya dan maklum dengan visi pembangunan daerah.

Kampanye calon kepala daerah adalah media untuk menginformasikan lebih dini mengenai prioritas pembangunan daerah kepada publik. Kepala daerah terpilih mengejawantahkan visi-misinya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) lima tahunan. Ada ikatan antara kepala daerah dengan publik yang terus berlanjut. Ini yang tidak bisa dijangkau oleh proses administratif.

Kedua, check and balances penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada proses Pemilihan Kepala Daerah, calon kepala daerah diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ada koalisi partai-partai yang terbentuk di DPRD.

Koalisi pemerintah mendukung agenda yang diusulkan oleh pemerintah daerah, sementara koalisi yang lain membangun keseimbangan. Keberadaan Plt Kepala Daerah dari ASN berpotensi kuat untuk terus ditekan oleh DPRD, karena bukan berasal dari partai politik dan tidak proses pembentukan koalisi sehingga dapat menimbulkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang tidak stabil dan berpotensi membuka peluang korupsi.

Ketiga, profesionalisme Plt Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Karena statusnya sebagai ASN, Plt Kepala Daerah terikat dengan ketentuan netralitas ASN dalam Pemilu dan Pilkada. ASN dilarang menggunakan sumberdaya daerah untuk memberikan keuntungan atau kerugian pasangan calon atau calon anggota legislatif tertentu pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.

Sementara, dalam UU ASN diatur bahwa pemegang kekuasaan tertinggi ASN adalah Presiden yang notabene berasal dari partai politik. Potensi menggunakan Plt Kepala Daerah untuk Pemilu 2024 sangat besar. Ini juga yang menjadi kekhawatiran partai-partai di parlemen.

Ketiga potensi masalah di atas merupakan konsekuensi logis yang harus dihadapi oleh partai politik sepanjang tiga tahun mendatang. Oleh karena itu, partai-partai politik di parlemen dituntut untuk membangun keseimbangan politik (check and balances) dengan memaksimalkan fungsi pengawasan.

Pemerintah Pusat menyusun norma, standar, prosedur dan kriteria dalam pengisian jabatan Plt Kepala Daerah ini. Mulai dari rekrutmen, pengangkatan, pembinaan hingga pengawasan sebagaimana mandat UU Pilkada dan UU ASN. Dalam pengawasannya, DPR perlu memastikan nilai-nlai partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan integritas ada dalam seluruh proses hingga 2024.

Pada tingkat rekrutmen Calon Plt Kepala Daerah fokus pengawasan terletak pada mekanisme yang dapat menjamin partisipasi publik dan keterlibatan stakholders politik daerah, yaitu DPD dan DPRD.

Masyarakat setidaknya perlu diinfokan profil dan program apa saja yang diprioritaskan oleh calon Plt Kepala Daerah sehingga mereka dapat memberikan masukan. Sementara DPD dan DPRD adalah stakeholders utama dalam memberikan pertimbangan kepada Pemerintah sepanjang proses rekrutmen.

Belakangan ini muncul kekhawatiran publik bahwa Jabatan Plt. Kepala Daerah akan diisi oleh Anggota TNI/POLRI dan kembali ke masa Orde Baru. Meskipun Anggota TNI/POLRI membutuhkan proses yang lebih bertingkat untuk mencapainya, DPR perlu memastikan dan menepis kekhawatiran publik dengan cara mengawasi proses rekrutmen yang terbuka dan partisipatif.

DPR juga mengawasi kecukupan sumber daya manusia untuk mengisi Jabatan yang ditinggalkan oleh Plt Kepala Daerah terlantik yang dapat dijadikan argumen bagi pemerintah.

Pengawasan DPR juga diharapkan menjangkau check and balances politik di daerah. Setidaknya Plt. Kepala Daerah melaksanakan tugasnya dua hingga tiga tahun. RPJMD yang telah dibentuk oleh Kepala Daerah periode sebelumnya adalah basis untuk mendorong keberlanjutan prioritas pembangunan dan pelayanan publik.

Partai-partai di DPRD adalah kepanjangan tangan DPR untuk memantau kinerja Plt. Kepala Daerah. Sementara lembaga non struktural di daerah, seperti Ombudsman, Komisi Informasi Provinsi, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah  adalah agen strategis untuk mengawasi pelayanan publik di daerah.

Mulai 2022, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu didorong oleh DPR untuk membuat instrumen yang lebih kuat dan implementatif dalam rangka mengawasi netralitas ASN pada pemilu 2024. Hal ini penting, mengingat sepanjang 2019 s/d 2020 Bawaslu dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat 33 persen pelanggaran netralitas ASN dilakukan oleh Jabatan Pimpinan Tinggi di daerah (KASN: 2020).

Pada akhirnya, mengingat potensi masalah yang ada, DPR harus berani mengambil langkah konkrit dengan membentuk tim pengawasan untuk memantau proses seleksi Plt Kepala Daerah dan pelaksanaannya untuk menjamin iklim politik yang demokratis.

Partai-partai di DPR juga diharapkan lebih mampu untuk merangkul partai-partai kecil yang tidak lolos Electoral Threshold tapi memiliki banyak kursi di DPRD untuk terus membangun check and balances di tingkat lokal. rmol news logo article

Penulis merupakan Direktur Indonesian Parliamentary Center,

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA