Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pelajaran Omnibus Law untuk Legislasi RUU IKN

Oleh: Ahmad Hanafi*

Rabu, 15 Desember 2021, 01:30 WIB
Pelajaran Omnibus Law untuk Legislasi RUU IKN
DPR membentuk Pansus RUU IKN pada 7 Desember 2021/RMOL
PIMPINAN DPR secara resmi membentuk Panitia Khusus Rancangan Undang Undang Ibu Kota Negara (Pansus RUU IKN) sebanyak 56 Anggota DPR pada 7 Desember 2021. Pembentukan Pansus RUU IKN menuai kontroversi publik karena DPR dinilai membentuk Pansus tanpa memperhatikan UU MD3.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Kontroversi ini mengingatkan publik pada peristiwa legislasi RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) beberapa waktu lalu yang dinilai terburu-buru, tidak terbuka dan minim partisipasi sehingga menuai Judicial Review di Mahkamah Konstitusi (MK).

DPR seharusnya dapat mengambil pelajaran penting dari peristiwa tersebut untuk diterapkan dalam pembahasan RUU IKN agar tidak mengulangi persoalan yang sama.

Pertama, Omnibus Law dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg). Permasalahannya, selain bertanggung jawab terhadap pembahasan sejumlah RUU prioritas tahunan, Baleg juga memiliki sederet tugas di tahun yang sama, yaitu harmonisasi RUU inisiatif DPR, sosialisasi Program Legislasi Nasional, pemantauan pelaksanaan undang-undang, dan tugas lainnya terkait legislasi.

Kondisi ini berpotensi mengaburkan fokus kerja Baleg di tengah tekanan target penyelesaian RUU maksimal tiga kali masa sidang.

Langkah pembentukan Pansus RUU IKN oleh DPR patut diapresiasi. Ibu Kota Negara membutuhkan kontribusi pemikiran lintas sektoral: pemerintahan, infrastruktur, ekonomi, sosial dan budaya.

Komisi-komisi di DPR dapat memberikan pandangannya secara substantif terhadap materi muatan RUU IKN melalui Anggota Pansus. Memisah pembahasan dalam Pansus dapat meningkatkan fokus dalam pembahasan.

Sayangnya, cara DPR dalam mengeksekusi pembentukan Pansus RUU IKN kurang memperhatikan UU MD3, Tata Tertib dan Kode Etik yang menjadi landasan DPR dalam bekerja.

Sewajarnya, setiap anggota DPR terpilih dianggap memahami ketiga aturan tersebut secara keseluruhan.
Dalam Kode Etik, setiap anggota DPR dituntut untuk menjaga kredibilitas DPR di hadapan publik. Pengesahan Pansus IKN yang jumlah anggotanya melebihi ketentuan dalam UU MD3, yaitu dari 30 orang menjadi 56 orang berpotensi menurunkan kredibilitas DPR.

Meskipun pada akhirnya Baleg mengubah Tata Tertib yang lebih fleksibel dan berlaku surut, cara ini dinilai tidak menghormati hukum.

Kedua, saat itu, akademisi mengkritik draf RUU Omnibus Law yang sulit untuk dipahami karena menggunakan metode baru. Publik judicial review ke MK lantaran metode sapu jagat itu. Meski akhirnya DPR menerima beleid tersebut untuk dibahas dan disahkan menjadi undang undang.

RUU IKN sebagai RUU inisiatif Pemerintah disusun oleh pemerintah sendiri, termasuk aspek partisipasinya. Peraturan Kemenkumham Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Konsultasi Publik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang diterbitkan Februari 2021 memberikan panduan sebelum sebuah draft RUU disampaikan kepada DPR.

Berdasarkan aturan itu, Pemerintah wajib menyelenggarakan serangkaian kegiatan konsultasi publik dan mengumumkan dokumen draf RUU, termasuk masukan publik yang diterima atau ditolak dengan argumentasi.

DPR sebagai pemegang kuasa legislasi, berhak mempertanyakan proses penyusunan dan pengelolaan masukan publik terkait RUU IKN. Dengan kuasa itu, DPR juga dapat mengembalikan RUU kepada pemerintah, jika ternyata proses penyusunan dan partisipasi publik dinilai kurang. Ini demi menjaga kredibilitas DPR.

Ketiga, dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 disebutkan bahwa MK memerintahkan kepada pembuat undang-undang (Pemerintah dan DPR)  agar melakukan perbaikan terhadap UU Omnibus Laws dalam hal “...keterpenuhan asas-asas pembentukan undang-undang, sebagaimana amanat UU 12/2011, khususnya berkenaan dengan asas keterbukaan harus menyertakan partisipasi masyarakat yang maksimal dan lebih bermakna.”

Perintah MK itu sebaiknya menjadi peringatan bagi DPR untuk melaksanakan partisipasi yang “lebih bermakna” dalam pembahasan RUU IKN.  Bukan partisipasi formalitas (memenuhi kewajiban semata) dan asimetris (melibatkan sebagian stakeholders dan mengabaikan sebagian lainnya).

Artinya publik dan stakeholders dilibatkan dalam pembahasan RUU hingga level pembuatan keputusan, bahkan hingga pasal per pasal.

Publik diajak dalam perdebatan di ruang sidang dengan konsultasi melalui kanal informasi, partisipasi maupun media. Tidak hanya bisa menonton. Butuh waktu lama memang, tapi ini adalah konsekuensi pilihan berdemokrasi.

Sesuai UU MD3, DPR dapat dengan leluasa menggunakan kanal partisipasi yang dimilikinya seperti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), kunjungan kerja, reses, kunjungan dapil, seminar, dan workshop.

Singkatnya, DPR dapat membuat forum apapun dengan stakeholder lintas ideologi untuk memperoleh partisipasi yang bermakna.

Keempat, masih berkaitan dengan Putusan MK sebagaimana dikutip di atas, keterbukaan adalah asas penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain merujuk pada UU 11/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan (UU PPP), terdapat Undang Undang 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Jika UU PPP menghendaki keterbukaan dalam hal proses dan sikap kolektif dari pembuat kebijakan untuk membuka diri, maka dalam UU KIP mewajibkan DPR untuk mempublikasikan dokumen terkait persidangan legislasi.

Mulai dari Naskah Akademik, Draf RUU, Laporan Singkat, Absensi hingga Risalah Persidangan. Semua dokumen itu dibutuhkan untuk membangun partisipasi yang bermakna.

Pada akhirnya, pembentukan perundang-undangan tidak bisa dimaknai hanya kehendak pembuat kebijakan. Jika konstitusi adalah kontrak sosial, maka Undang Undang adalah kontrak politik seluruh rakyat Indonesia.

Undang Undang haruslah mencerminkan kehendak masyarakat. Adapun proses kompromi yang lama dalam pembentukannya, sekali lagi inilah jalan demokrasi yang kita pilih.rmol news logo article

*Penulis adalah Direktur Indonesian Parliamentary Center

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA