Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kebiri Pemerkosa, Jalan Panjang Berliku

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/djono-w-oesman-5'>DJONO W OESMAN</a>
OLEH: DJONO W OESMAN
  • Minggu, 12 Desember 2021, 22:50 WIB
Kebiri Pemerkosa, Jalan Panjang Berliku
Ilustrasi/Net
Pemerkosa 12 santriwati di Bandung, Herry Wirawan (36) didesak, hukum kebiri. Di tengah pro-kontra soal itu. Di fakta, rumitnya hukuman kebiri di Indonesia, walau aturan hukumnya sudah ada.
 
Para pendesak hukum kebiri, antara lain, Komnas Perempuan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Juga, Komisi VIII DPR RI.

1) Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, kepada wartawan, Jumat (10/12/2021) mengatakan:

“Kami berharap majelis hakim memutuskan agar terdakwa dipidana hukuman maksimal. Dan dijatuhkan restitusi untuk para korban."

2) Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kementerian PPPA, Nahar mengatakan: "Terdakwa dapat diancam tambahan hukuman kebiri. Seperti tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016."

3) Ketua Komisi VIII DPR, Yandri Susanto, mengatakan:

"Sebagai tindakan untuk efek jera, itu perlu dikebiri, karena ini kan kejahatan yang sangat sadar dia lakukan dan karena berulang-ulang, banyak korbannya, dilakukan di beberapa tempat jadi ini sangat sadis ini."

Tapi, yang tidak setuju Herry dikebiri, juga banyak. Mulai psikolog sampai politisi.

Alasan tidak setuju, variatif. Mulai dari berbiaya mahal. Sampai prediksi bahwa jika dikebiri, kelak setelah Herry sembuh dari kebiri, bakal dendam. Bakal memperkosa lagi, lebih sadis.

Aneka pendapat bersliweran. Di media massa. Di medsos. Namanya juga, Indonesia negara demokratis. Publik bebas berpendapat.

Di negara sumber demokrasi (Barat), dikutip dari jurnal ilmiah hukum internasional, Penn State International Law Review (ILR), berjudul:

"Belgium, Germany, England, Denmark and the United States: The Implementation of Registration and Castration Laws as Protection Against Habitual Sex Offenders" (terbit 1 Januari 1998) diurai begini:

Hukuman kebiri itu gampang. Tinggal putuskan. Beres.

Malah, di negara-negara itu (di judul jurnal) dulunya diterapkan pidana kebiri bedah. Testis terpidana diamputasi, abis. Itulah tempat produsen testosteron, hormon seks. Tinggal-lah penis loyo, sebagai jalan urine.

Jurnal ILR menyebutkan: Negara pertama Eropa yang menerapkan hukuman kebiri bagi pemerkosa anak, Swiss, 1892. Lantas diikuti Jerman, Inggris dan seterusnya. Kecuali, negara Eropa yang Katolik, seperti Spanyol, Portugal, Belgia dan Prancis.

Kebiri bedah. Yang berarti permanen.

Jerman memulai 1933. Jumlah pemerkosa terbanyak di Eropa. Tercatat, 2.800 pria dihukum kebiri, sampai dengan aturan dihapus 1945. Dihapus karena perubahan politik dari era Nazi ke reformasi. Setahun kemudian aturan berlaku lagi.

Amerika Serikat memulai lebih awal, 1915. Berlaku di 13 negara bagian. Yang dinalai paling rawan perkosaan. Juga, kebiri bedah.

Efek kebiri bedah terhadap aktivitas seks: Nihil. Digambarkan, dengan hilangnya testis, pria berada di kondisi sama dengan sebelum puber. Tanpa gairah seks, bahkan tanpa fantasi seks.

Efek terhadap kesehatan: Peningkatan volume keringat. Peningkatan berat badan. Rambut rontok, kulit melunak.

Hasilnya, kejahatan seks merosot drastis. Penjahat takut. Anehnya, ada residivisme. Tercatat, tingkat residivisme di Eropa dan Amerika sekitar 2,2 sampai 3 persen.

Artinya, bekas penjahat yang sudah dikebiri, melakukan kejahatan seks lagi. Tanpa penetrasi penis. Tidak dijelaskan, dengan cara bagaimana.

Uniknya, bekas penjahat seks yang dikebiri, bukan sedih, justru cenderung gembira. Walaupun sebelum dikebiri mereka sangat takut, bahkan depresi. Setelah dikebiri, karakter yang semula agresif berubah jadi tenang.

Kesimpulan itu, dikutip Jurnal ILR dari hasil kebiri yang dirawat di Langley Porter Neuropsychiatric Institute, berbasis laporan ilmiah karya bersama Prof Karl Bouman & Prof Guy Hamilton Crook, bertajuk:

"Emotional Changes Following Castration, in Psychiatric Research Reports" (terbit 1954), mengulas beberapa contoh kasus. Antara lain, terhadap seorang pemuda kulit putih. Begini:

Pemuda itu (tak disebut identitas) diriset sejak kecil, agresif. Nakal. Di usia 12 dia memperkosa bocah lebih kecil. Karena di bawah umur, tidak dihukum.

Di usia 15 ia memperkosa lagi. Lalu dimasukkan ke lembaga anak-anak bermasalah.

Keluar dari lembaga, ia memperkosa lagi. Dan lagi. Di usia 21 ia benar-benar dipenjara. Bebas penjara di usia 24, ia memperkosa lagi. Dipenjara lagi, kali ini dikebiri bedah. Ia bebas di usia 27.

Tim riset meneliti pemuda itu, setelah bebas penjara. Hasilnya:

"Ia tidak hanya berinteraksi dengan orang lain lebih baik dibanding sebelumnya, tetapi juga punya kendali diri yang kuat. Bukan hanya kendali seksual, melainkan juga punya kendali agresivitas yang kuat. Tidak gampang marah."

Hasil riset itulah, yang disimpulkan: Orang terkebiri hidup lebih tenang dan cenderung gembira.

Kebiri bedah diganti jadi kebiri kimia menjelang milenium baru (tahun 2000-an). Jika kebiri bedah memotong testis, kebiri kimia menyuntikkan obat. Berpengaruh ke otak yang berfungsi menimbulkan rangsang seks.

Obat yang paling umum digunakan di Eropa dan Amerika: Depo-Provera. Atau, Phenothiazine. Indikasi dan kontra-indikasi, sama. Ini senyawa hormon wanita yang menekan testosteron.

Hasil riset medis, obat itu setelah disuntikkan bakal masuk ke kelenjar pituitari, sistem syaraf pusat. Hasilnya, menurunkan hasrat seksual secara drastis, hampir ke titik nadir.

Pelaksana suntik hanya dokter. Dosis menentukan jangka waktu impotensi. Jika kelebihan, terpidana bisa impoten permanen, bahkan mati.

KEBIRI di INDONESIA

Terpidana kebiri pertama Indonesia, sudah ada. Namanya Muhammad Aris (23) pemerkosa sembilan bocah di Mojokerto, Jatim. Ia divonis hukuman 12 tahun penjara oleh majelis hakim PN Mojokerto, 2 Mei 2019.

Ia naik banding. Hasilnya, Pengadilan Tinggi Jawa Timur menolak banding seluruhnya. Plus, hukuman tambahan kebiri kimia. Perkara sudah inkrah (berkekuatan hukum tetap). Sebab, Aris tidak kasasi.

Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, Ivan Yoko kepada wartawan, Selasa (5/1/2021) mengatakan:

"Terpidana dikenakan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 70 tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak."

Tapi, pelaksanaan kebiri tidak serta-merta. Melainkan, menjelang terpidana bebas, kelak.

Itu pun tidak langsung. Melalui rangkaian proses panjang. Pada pasal 7 ayat (2) PP nomor 70 tahun 2020 dijelaskan, sebelum dikebiri, terpidana harus menjalani penilaian klinis meliputi wawancara klinis dan psikiatri, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Tahap ini dilakukan oleh tim medis dan psikiatri yang ditunjuk jaksa bersama Kementerian Kesehatan. Paling lambat sembilan bulan sebelum Aris bebas dari pidana pokok.

Yaitu pidana pokok 12 tahun penjara terhitung sejak dia ditahan pada Mei 2018. Tentang pelaksanaan penilaian klinis, pihak Kejaksaan selaku eksekutor harus menunggu pemberitahuan dari Kementerian Kesehatan.

Kapan datangnya pemberitahuan itu? "Datanya ada di Kementerian," jawab Ivan.

Jika dikalkulasi, Arif mestinya bebas Mei 2030. Jika dikurangi sembilan bulan, berarti September 2029 akan muncul pemberitahuan pelaksanaan penilaian klinis. Setelah pemberitahuan, kemudian dilajut ke pelaksanaan.

Hasil penilaian klinis akan dievaluasi Kementerian Ksehatan. Jika terpidana dinyatakan layak dikebiri, maka segera dieksekusi. Tapi, seumpama dinyatakan tidak layak kebiri, maka tidak dieksekusi, sampai terpidana bebas.

Kini, kasus perkosaan 12 santriwati oleh Herry Wirawan baru pada tahap pro-kontra hukuman kebiri.

Seandainya hakim kelak memutuskan Herry dihukum kebiri, masih akan mengikuti prosedur di atas.

Dibanding negara-negara Barat, sebagai pencetus HAM, ternyata kita jauh lebih ketat menjaga HAM dibanding mereka.rmol news logo article



Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA