Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Digitalisasi UMKM

Minggu, 29 Agustus 2021, 22:21 WIB
Digitalisasi UMKM
Ilustrasi UMKM/Net
UNTUK memperbaiki perekonomian Indonesia yang terganggu pandemi virus corona baru (Covid-19), maka pemerintah strategi digitalisasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Pemerintah mengidentifikasi terdapat 12,5 juta UMKM yang telah go digital dan terdapat potensi 61,03 juta lagi UMKM yang belum go digital pada Juli 2021.
 
Persoalannya adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7,07 persen pada triwulan II tahun 2021 year on year, itu didorong oleh pertumbuhan ekonomi dari sektor transportasi. Selain itu sektor pergudangan sebesar 25,10 persen dan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 21,58 persen.

Artinya, sama sekali tidak menunjukkan adanya dukungan keberadaan peran dari UMKM akan dapat ditingkatkan atas pemanfaatan kegiatan digitalisasi.

Sementara itu sektor informasi dan komunikasi, yang menjadi basis dari kegiatan digitalisasi tumbuh sebesar 6,87 persen, yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terkesan “meroket” 7,07 persen pada periode yang sama.

Selanjutnya publikasi dari survei Bank Indonesia menyebutkan bahwa 87,5 persen dari UMKM terdampak pandemi Covid-19 per Maret 2021.

Singkat kata, sekalipun digitalisasi UMKM bermanfaat, namun dampak positif yang signifikan belum terlihat secara agregat, sebagaimana informasi tersebut di atas.

Digitalisasi UMKM berawal dari maksud memperluas jaringan pemasaran melalui pemanfaatan marketplace modern, yang mempunyai skala usaha jauh lebih besar.

Perusahaan Unicorn dan Decacorn sebagai pelaku aliansi strategis dan perusahaan jasa pengiriman paket berskala multinasional dijadikan tumpuan harapan gagasan dari pemerintah. Tujauannya, untuk membantu memasarkan produk-produk UMKM, yang masuk melalui jaringan go digital.

Akan tetapi efektivitas dari memasukkan UMKM Indonesia untuk go internasional atas dasar data di atas, maka momentum gagasan go internasional dan instrumentasi go digital lebih cocok dan lebih siap untuk dimanfaatkan oleh UMKM dari luar negeri masuk ke Indonesia. Dibandingkan kesiapan UMKM dalam negeri untuk melakukan agresif penetrasi pasar ke dalam negeri dan ke luar negeri.

Strategi pemasaran harga rendah dari produk barang konsumsi pada marketplace menunjukkan bahwa produk UMKM di dalam negeri kalah bersaing. Harga jual produk UMKM dari luar negeri tersebut sebenarnya lebih tepat, jika diwaspadai sebagai harga dumping, atau harga pemangsa.

Sebenarnya identifikasi kalahnya teknik persaingan harga jual produk UMKM dibandingkan impor pada produk yang sama dan kualitas yang setara, itu merupakan isu yang lama. Namun, pemerintah terkesan kurang melindungi terhadap arus deras pasarisasi produk UMKM impor.

Bukan hanya persoalan persaingan penggunaan teknologi, melainkan paket kebijakan yang berpihak pada kepetingan nasional terkesan kalah kuat.

Fenomena ini mengingatkan tentang sebuah pengulangan atas bagaimana produk negara-negara barat subsektor industri otomotif kalah bersaing dalam kecepatan tumbuh omzet pemasaran dibandingkan produk massif dari Jepang.rmol news logo article

Sugiyono Madelan Ibrahim
Penulis adalah peneliti INDEF dan pengajar Universitas Mercu Buana

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA