Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Badan Pangan Nasional

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/henrykus-sihaloho-5'>HENRYKUS SIHALOHO</a>
OLEH: HENRYKUS SIHALOHO
  • Sabtu, 28 Agustus 2021, 16:26 WIB
Badan Pangan Nasional
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo/Net
BARU saja Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 66/2021 tentang Badan Pangan Nasional (BPN). Perpres yang dirilis 24 Agustus 2021 ini merupakan tindak lanjut dari ketentuan Pasal 129 UU 18/2012 tentang Pangan sebagaimana telah diubah dengan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja mengenai perlunya dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan.

Pasal 3 Perpres ini menguraikan ada 11 fungsi BPN, yakni:

1) mengkoordinasikan, merumuskan, dan menetapkan kebijakan soal ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan;

2) mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan;

3) melaksanakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui BUMN di bidang pangan; 4) mengendalikan kerawanan pangan dan mengawasi pemenuhan persyaratan gizi pangan;

5) mengembangkan dan memantapkan penganekaragaman dan pola konsumsi pangan, serta pengawasan penerapan standar keamanan pangan yang beredar; 6) melaksanakan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan di bidang pangan;

7) mengembangkan sistem informasi pangan; 8) mengkoordinasikan pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPN;

9) mengelola barang milik negara yang menjadi tanggung jawab BPN; 10) mendukung yang sifatnya substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPN; 11) mengawasi pelaksanaan tugas di lingkungan BPN.

Selanjutnya, Pasal 4 ayat (1) menyebutkan 9 jenis pangan yang menjadi tugas dan fungsi BPN, yakni beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai.  Kesembilan jenis pangan ini (karena di dalamnya tidak termasuk minyak goreng) serupa (tapi tak sama) dengan sembilan bahan pokok.

Perpres 66 Tahun 2021 yang mulai berlaku 29 Juli 2021 dengan sendirinya membuat Keputusan Mentan Nomor 13/KPTS/OT.050/M/01/2021 tentang Kelompok Kerja Ahli Ketahanan Pangan tidak berlaku lagi. Bila Mentan tidak mencabut keputusan di atas, Mentan bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga melangkahi azas kepatutan.

Dalam tulisan di Kantor Berita Politik RMOL, Kamis, 18 Februari 2021 di bawah judul, “Petani dan Mindset Pejabat Kita”, Penulis telah mengingatkan agar pejabat kita ketika menerbitkan kebijakan, terutama di masa pendemi, tidak lagi memiliki tujuan terselubung untuk menambah kemakmuran orang yang sudah makmur.

Apalagi memakmurkan diri sendiri sembari mengabaikan tugasnya memajukan kesejahteraan umum yang menjadi satu dari empat tujuan nasional kita seperti yang termaktub dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 kita.

Dalam soal Kepmentan Nomor 13 di atas, beberapa saat setelah Presiden Jokowi melantik Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) periode 2021-2026 22 Februari 2021 yang lalu, Penulis mencuit di Twitter agar ORI yang salah satu tugasnya melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik segera menunjukkan tajinya dengan melakukan kajian mendalam terhadap Kepmentan tersebut.

Sebagai catatan, Kepmentan juga menyebutkan, segala biaya yang diperlukan akibat ditetapkannya Keputusan Menteri ini dibebankan kepada Anggaran Kementerian Pertanian (APBN).

Dalam Kepmen di atas disebutkan, salah satu tugas Kelompok Kerja adalah memberi masukan dan rekomendasi kebijakan ketahanan pangan nasional yang meliputi aspek ketersediaan, distribusi, konsumsi, mutu, gizi, dan keamanan pangan.

Mengingat ORI adalah lembaga negara yang memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, seyogianya ORI menindaklanjuti permintaan Penulis.

Izinkan Penulis kini berandai-andai. Bukan tidak mungkin, bila ORI segera memenuhi permintaan Penulis, kasus dugaan Bupati Jember dan pejabatnya yang melakukan “bancakan” dana mayat Covid-19 tidak akan terjadi.

Respons ORI sudah barang tentu membantu KPK, Polri, dan Kejaksaan mencegah penyelewengan anggaran negara.

Sebelum mengakhiri, terlepas dari ketidaksetujuan Penulis dalam banyak hal atas isi UU 11/2020, bagaimanapun Penulis mengapresiasi terbitnya Perpres 66/2021 ini.

Perpres ini otomatis mengakhiri pembangkangan Mentan atas UU 11/2020 tentang Cipta Kerja yang sudah mengamanatkan pembentukan BPN ini. Penulis berani menyebutkan, terbitnya Kepmentan Nomor 13 merupakan tindakan “menangguk di air keruh” dengan mencuri kesempatan lantaran belum terbentuknya lembaga pemerintah yang menangani pangan untuk memenuhi amanat UU 11/2020.

Suka atau tidak suka kebijakan Mentan yang tidak bijak dengan menerbitkan Keputusan Mentan Nomor 13/KPTS/OT.050/M/01/2021 harus berakhir di tahun ini, bukan lagi di 2024 seperti yang disebutkan dalam Kepmentan di atas.  Dengan sendirinya sumber bancakan atas APBN di tengah pandemi berakhir pula.

Memang Perpres 66/2021 ini akan melahirkan organisasi yang baru yang bernama BPN yang singkatannya serupa dengan Badan Pertanahan Nasional yang sebaiknya cukup disebut Kementerian Agraria dan Tata Ruang saja.

Mungkin Kepala BPN yang baru akan diberikan kepada politisi PAN sebagai kado bergabungnya kembali partai ini kepada pemerintahan oligarki justru di saat kecaman kepada oligarki itu sendiri semakin membahana keras sekali karena semakin menjauhkan negara ini dari daulat rakyat. rmol news logo article

Penulis adalah Dosen Universitas Katolik Santo Thomas, Medan

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA