Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menyoal Data Pertumbuhan Ekonomi 7,07 % Kuartal II 2021

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/ilham-bintang-5'>ILHAM BINTANG</a>
OLEH: ILHAM BINTANG
  • Jumat, 06 Agustus 2021, 11:35 WIB
Menyoal Data Pertumbuhan Ekonomi 7,07 % Kuartal II 2021
BADAN Pusat Statistik ( BPS) Kamis ( 5/8) membawa  kabar gembira. Pusat Statistik Indonesia itu mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal II  (April s/d Juni) 2021 mengalami kenaikan 7,7 %. Dibandingkan priode sama tahun 2020 yang minus 5,3 %. Jelas melegakan. Mengharukan, istilah zaman now.

Apalagi terjadi di tengah  kondisi  ekonomi yang sudah 18 bulan ikut terpapar pandemi virus Covid19. Kondisi yang menyebabkan  ribuan  perusahaan tutup. Jutaan pekerja kehilangan pekerjaan sehingga semakin mendongkrak jumlah pengangguran.

Menurut data Kementerian Tenaga (Kemnaker)  sampai bulan Maret lalu 29,4 juta orang terdampak pandemi Covid-19. Jumlah itu termasuk mereka yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dirumahkan tanpa upah hingga pengurangan jam kerja dan upah.

“Ada 29,4 juta orang terdampak pandemi ini. Baik mereka yang di-PHK, dirumahkan, dikurangi jam kerjanya. Ini situasi yang sangat susah,” kata Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi, dalam suatu diskusi daring lima bulan lalu.

Fakta yang ada  memang seperti itu adanya. Masih  banyak pihak yang meragukan data terbaru BPS itu. BPS dianggap hanya “melegitimasi” program “pencitraan” Presiden Jokowi.

Kebetulan orang ingat, beberapa waktu lalu, Jokowi manyatakan optimis, Kuartal II ekonomi kita akan bertumbuh 7 %. BPS dianggap mengamini saja pernyataan itu.

Betulkah angka pertumbuhan ekonomi  Q2-2021 tidak valid? Tidak menggambarkan keadaan sesungguhnya?

“Itu riil, Bang. Parameter yang digunakan BPS untuk mengukur pertumbuhan ekonomi sudah baku. Dari  dulu begitu. Tidak mungkin main-mainlah. Bisa hancur ekonomi kita,” kata Suryopratomo, mantan host program "Economic Challenges” di Metro TV, Jumat (6/8) pagi.

Tommy, panggilan akrab wartawan senior kini yang Dubes RI di Singapura. Ia menegaskas data BPS valid.Pertumbuhan di berbagai sektor ekonomi kita, nyata. Dia menunjuk ekspor kita yang menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan itu.

Kondisi  ekonomi global  yang membaik menyebabkan ekspor komoditi kita seperti sawit dan batubara paling panen. Kebetulan pas  global sangat butuh  harganya bagus sekali.

Belanja Lebaran

Dalam rilis BPS, bukan hanya ekspor yang meningkat tetapi juga belanja pemerintah yang mengalami kenaikan sekitar 8 %. Belanja konsumsi masyarakat pun  naik sekitar 5 %. Harap dicatat  kenaikan konsumsi masyarakat  didominasi oleh belanja keperluan Lebaran atau perayaan Idul Fitri. Mencapai 50 % dari belanja konsumsi.

“Bahwa pertumbuhan belum secara menyeluruh, belum menyentuh semua sektor, memang demikian. Kita harus akui itu. Yang penting ada perbaikan. Pemerintah kan terus mengupayakan perbaikan menuju ke keadaan normal seperti sebelum pandemi,” terang mantan Ketua Forum Pemred yang saya wawancarai tadi pagi.

Tertinggi DKI: 10,91 %


Pertumbuhan ekonomi Kuartal II 2021 terkonfirmasi juga di beberapa daerah “kunci”  ekonomi kita. Tertinggi DKI, pertumbuhannya di atas 10 %. Menyusul Sulawesi Selatan (7,7 %), Jawa Timur (7,05 %), Jawa Barat (6,13 %) Jawa Tengah (5, 6 %), Sumatera Barat (5,76%) Sumatera Selatan (5,71%), dan Sumatera Utara (4.95 %).

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu jumlah penduduk, jumlah stock barang-barang modal, luas tanah, dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Ajib Hamdani menilai pertumbuhan ekonomi II 2021 belum absolut. Mesti  dilihat dengan hati-hati, karena ini bersifat angka statistik. Kalau  tumbuhnya 7,7 persen, tapi tahun lalu kita minus 5,3 persen -- kalau secara riil mestinya dibandingkan dengan sebelum Covid-19 (secara agregat). Maka pertumbuhannya hanya sekitar 2 persen,“ jelasnya.

“Jadi kalau dilihat angka di headline memang benar tinggi, tapi kalau dilihat secara detail, angka di dalamnya 7 persen itu sebenarnya tidak setinggi yang diperkirakan karena secara statistik tahun lalu sangat rendah," jelas Ajin Hamdani seperti dikutip “Kumparan”  (5/8).

Curhat Pengusaha

Sampai  hari ini  kita memang masih mendengar keluhan  para pengusaha atas  kenyataan terpuruknya  usaha mereka. Membayar overhead cost kantornya saja, sudah setengah mati. Banyak yang memilih menutup usaha dan memutus hubungan kerja dengan karyawan.

Curahan hati yang lebih menyayat disuarakan pengusaha kecil dan menengah. Buat makan keluaga saja harus utang kiri kanan.Suara mereka nyaring  meminta pemerintah mengakhiri PPKM Darurat maupun Level 4 yang sudah sebulan diberlakukan di Jawa - Bali.

Ekonom Rizal Ramli yang dihubungi  tadi pagi memberi tanggapan sama dengan pengusaha HIPMI. Pertumbuhan ekonomi Kuartal II 2021 yang  ramai diberitakan itu adalah pertumbuhan ekonomi Kuartal II 2020 berbanding Kuartal II 2021 tidak menggambarkan keadaan sebenarnya.

“Kalau dilihat pertumbuhan ekonomi secara kuartalan dengan membandingkan pertumbuhan Kuartal II 2021 dengan pertumbuhan Kuartal I 2021, ya hanya tumbuh 3,3 %. Perhitungan BPS itu di kalangan ekonom dikenal sebagai “low base effect.” Membanding data yang tinggi dengan data jelek, yang paling rendah. Maka tampilannya seakan sukses. Lihat saja nanti Kuartal III 2021 bakal anjlok lagi,” urai ekonom terkenal itu.

Kok anjlok?

“Ya karena ekspor kita penyumbang terbesar dalam pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021, kini menghadapi persoalan berat. Beberapa negara di dunia "melockout" Indonesia atau melarang kita masuk negaranya lantaran penanganan pandemi kita buruk. Paling hanya sawit dan batubara yang bisa dirkspor. Itupun yang eksportirnya sudah langganan baik dan kenalan lama dengan importir di luar negeri. Eksportir ikan  dan hasil laut yang lain pasti paling menderita. Pembeli di luar negeri  takut beli barang buat dimakan saat ini. Jangan lupakan belanja Lebaran yang mendominasi belanja konsumsi masyarakat. Juga sektor otomotif yang panen besar selama triwulan itu  karena pajak PPn BM nya dihapus pemerintah," jelas Rizal mengunci keterangan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA