Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kalau Pemerintah Konsisten, PPKM Level 4 Harus Dilanjutkan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/ilham-bintang-5'>ILHAM BINTANG</a>
OLEH: ILHAM BINTANG
  • Sabtu, 31 Juli 2021, 10:07 WIB
Kalau Pemerintah Konsisten, PPKM Level 4 Harus  Dilanjutkan
Ilustrasi
DUA hari lagi PPKM Jawa-Bali akan berakhir. Presiden Jokowi tanggal 25 Juli lalu mengumumkan PPKM Level 4 akan berlangsung dari 26 Juli sampai 2 Agustus. Kalau konsisten pada target pemerintah bulan Agustus kasus positif di Tanah Air di bawah angka 10 ribu, seperti yan gdisampaikan Menko Luhut B Pandjaitan pada 11 Juli, maka harap bersabar.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Tidak ada  pilihan lain selain PPKM harus berlanjut. Mungkin tinggal diatur mana daerah yang PPKM-nya level 4 (tertinggi) dan mana PPKM level 3 (sedang).

Update harian Satgas Covid-19 terbaru (Jumat, 30/7), menyebutkan angkanya masih jauh dari target: 41.168 kasus positif. Yang wafat juga tinggi, 1.759 jiwa. Boleh dibilang  kasus positif dan yang wafat sejak 26 Juli lalu masih “konsisten” di sekitar -sekitar itu.

25 Persen DKI


Kabar baiknya, angka kesembuhan meningkat cukup melegakan hati, Jumat (30/7) mencapai 44.550 jiwa. Rekor tersendiri. Angka kenaikan itu konsisten dengan data tiga hari terakhir. Seperempat (25 persen) dari jumlah kesembuhan Nasional disumbangkan oleh DKI Jakarta: 11.151 jiwa per 30 Juli.

Presiden Jokowi tampak lega dengan perkembangan tingkat kesembuhan. Hasil elaborasinya, Presiden pengumumkan kemarin, kini BOR RS Wisma Atlet Kemayoran di bawah 40 persen. Bandingkanlah dengan BOR rumah sakit itu minggu lalu masih di atas 90 persen.

Presiden melihat titik terang pada program vaksinasi yang harus digenjot. Digaspol, istilah da'i kondang Dr Das'ad Latif.

Berkaca pada tingkat kesembuhan di DKI agaknya memang berkolerasi erat dengan target vaksinasi warga DKI yang  sudah mencapai 7,5 juta.

“Insya Allah bulan depan, target itu akan mencakup juga untuk seluruh orang yang bekerja di Jakarta,” kata Gubernur Anies Baswedan yang saya hubungi Jumat (30/7) pagi.

Apa perbedaan antara warga Jakarta dengan warga yang tinggal dan bekerja di Jakarta?

“Warga adalah yang ber KTP. Yang bekerja dan dan tinggal di Jakarta adalah warga yang tidak ber KTP DKI. Seperti pekerja kantoran dari  luar  Jakarta dan Asisten Rumah Tangga yang  bekerja di rumah warga Jakarta,” urai Anies.

Begitu pun Anies belum berani bilang  DKI aman. Sebab, positivity rate DKI masih kisaran 16  persen. Nasional sekitar 25 persen. Masih jauh dari patokan positivity rate WHO, di bawah 5 persen.

Cakkania

Makanya, jangan  ada lagi  pihak yang “Cakkania”,  bahasa Bugis untuk menyebut gede rasa atau gede rumengso dalam bahasa Jawa.  Belum-belum sudah bilang sukses dan terkendali.

Koordinator PPKM Jawa Bali, Luhut B. Pandjaitan saja pun sempat gentar atas  kedahsyatan virus varian baru Delta menggempur dunia. Bayangkan, seorang Luhut, komandan tempur  tangguh, mengklaim tidak pernah gagal dalam tugas, bisa gentar juga.

Aksi unjuk rasa berbagai lapidan masyarakat terhadap PPKM istirahat dulu lah.  Rasional saja. Aksi-aksi unjuk rasa yang mengumpulkan massa berpotensi besar menjadi klaster baru.

Apalagi, pemerintah  sudah mulai menyalurkan bantuan sosial kepada puluhan juta rakyat yang terdampak di seluruh Indonesia. Lebih bermanfaat energi pengunjuk rasa disalurkan untuk memastikan bantuan sampai kepada yang berhak.

Kalau pun naluri aktivis berkecamuk di ubun-ubun salurkan protes di media sosial. Tiru kiat mahasiswa BEM UI melampiaskan lewat meme. Murah, aman, sehat, dan efektif. Terbukti cepat mendapat perhatian dari Presiden.

Imbauan ini juga berlaku bagi relawan  pendukung pemerintah, ngaso dulu. Sudah dong, kasihan  Pak Jokowi. Masak dibebani  terus suruh memutuskan kebijakan sesuai aspirasi relawan. Tidak ada itu PPKM bisa menjungkal Presiden Jokowi dari kursinya. Siapa pula yang mau mengganti Presiden di tengah jalan dengan kondisi negara diamuk virus begini?

Kita khawatir malah banyak menteri anggota kabinet “menyesal” dengan jabatannya sekarang. Kecuali tentu pejabat  yang memiliki integritas, harga mati rela  mengabdikan  untuk kemaslahatan bangsa.

PPKM di Luar Jawa Bali

Apa kabar PPKM di luar Jawa dan Bali? Di beberapa daerah yang disorot masyarakat malah poster-poster raksasa Koordinator PPKM luar Jawa dan Bali, Airlangga Hartarto. Di tenggarai poster Menko Perekonomian itu lebih mengisyaratkan hanya kampanye peluang dia sebagai Ketua Umum Golkar untuk jadi Presiden 2024. Tidak ada yang berkaitan langsung dengan penanggulangan penularan virus Covid-19.

Presiden Jokowi sendiri pun mengutarakan kecemasannya pada peningkatan kasus positif dan angka meninggal di daerah yang menjadi tanggung jawab Airlangga. Sebagai contoh, Provinsi Riau dan Kalimantan Timur, bakal calon Ibu Kota Negara, sudah berbulan-bulan bertengger di sepuluh besar kasus positif terbesar.

Update data 30 Juli, kasus positif di Riau sebesar 1667, sembuh 909 dan wafat 43. Kalimantan Timur kasus positif 2364, sembuh 1.412, dan meninggal. Kedua daerah itu menempati posisi nomor 7 dan nomor 5 dalam daftar 10 daerah dengan kasus positif terbesar.

Lebih mencemaskan lagi dalam data web Laporcovid19.org bulan Juni-Juli, hanya DKI yang melaporkan kematian warga yang isolasi mandiri atau di luar RS. Di luar Jakarta, tidak ada laporan. Itu juga  mencemaskan, pada kemungkinan angka warga yang wafat lebih besar dari laporan yang dilaporkan selama ini.

Takut ke Luar Uang


Apa yang terjadi di daerah, menarik mencatat temuan  Prof Wiku Adi Sasmita, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19. Beberapa hari lalu di WAG “Diskusi Covid - Pemred” ia mencoba memetakan  problem  penanganan Covid19 di beberapa daerah.

Katanya, hampir semua pimpinan daerah takut mengeluarkan dananya karena kelengkapan dokumen legal mulai dari Peraturan/SK dll harus ada dulu. Selain itu, masih kurangnya inisiatif pimpinan daerah. Akibatnya, terjadi penyerapan dana  masih rendah. Padahal, rapat  koordinasi daring saja pun dengan pimpinan Pusat bisa jadi dasar hukum. Itu merupakan aturan baru yang tidak biasa tapi membuat mereka ragu.

“Meski hal itu sudah disampaikan oleh Presiden dan Menteri Koordinator,” papar Juru Bicara Satgas Covid-19 itu.

Menurutnya, tantangan nasional kita adalah kepemimpinan  kolektif di daerah (level paling penting adalah Kel/Desa, kemudian ke atas Kab/Kota dan Provinsi). Mereka bervariasi dan masih minim inisiatif dan tanggung jawab kolektif.

“Kita sudah mendorong pembuatan Posko dan Satgas di tingkat Mikro Desa/Kelurahan. Tapi progresnya masih lambat. Di DKI  100 persen Kelurahan sudah terbentuk satgas dan poskonya. Sampai dengan minggu lalu, Jawa-Bali baru terbentuk 12 ribu dan masih ada 11 ribu Kel/Desa belum ada poskonya dan laporannya (kinerja laporan harian juga kami pantau),” terangnya.

Posko dan Satgas Kel/Desa adalah  ujung tombak untuk deteksi dini kasus dan respons awal. Fungsinya ada 4: Pencegahan, Penanganan (3T), Pembinaan, Pendukung. Dana sudah dialokasikan dari dana desa dan dana daerah. Mungkin ini yang perlu disosialisasikan masif ke seluruh Indonesia. Inilah pertahanan semesta kita.

Begitulah petabumi penanganan Covid-19 di Tanah Air. Seperti disebut di awal, tiada jalan lain, selain meneruskan PPKM sampai, minimal target kasus positif di bawah 10 persen tercapai. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA