Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kendali Atas PPKM Darurat

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/henrykus-sihaloho-5'>HENRYKUS SIHALOHO</a>
OLEH: HENRYKUS SIHALOHO
  • Sabtu, 17 Juli 2021, 19:01 WIB
Kendali Atas PPKM Darurat
Presiden Joko Widodo (kanan) dan Menko Marives Luhut B. Pandjaitan/Net
KANTOR Berita Politik RMOL, Jumat, 16 Juli 2021 mengutip pernyataan Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, yang menyebutkan sebetulnya saat ini kondisi pandemi Covid-19 membuat Indonesia bertatus darurat militer.

Merespon berita itu Profesor Hikmahanto Juwana dalam Indonews.id (17/72021) mengatakan bahwa ukuran yang disampaikan oleh Menko PMK secara tegas dan jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang 23/1959 tentang Keadaan Bahaya.

Menurutnya, bila yang menjadi rujukan peraturan perundang-undangan oleh Menko PMK adalah Perppu 23/1959, maka dalam Pasal 1 Perppu 23/1959 ditentukan bahwa tingkatan keadaan darurat militer harus dinyatakan oleh Presiden/Panglima Angkatan Perang.

Karena itu, kata Hikmahanto, menjadi pertanyaan adalah apakah pernyataan Menko PMK itu merupakan pernyataan dari Presiden atau ada pejabat yang telah menggantikan posisi Presiden, yang menyatakan saat ini di Indonesia dalam status keadaan darurat militer.

“Bila yang terakhir (ada pejabat yang telah menggantikan posisi Presiden) tentu akan memunculkan spekulasi apakah ada kudeta diam-diam terhadap Presiden/Panglima Angkatan Perang,” katanya.

“Spekulasi ini tentu sangat berbahaya seolah Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi memegang kendali tertinggi pemerintahan di Indonesia,” tambahnya.

Terkait dengan pernyataan Menko PMK tersebut, Ketua Jokowi Mania (Joman), Immanuel Ebenezer kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (17/7), sampai menyebut, “Menko PMK ini omongannya terlalu kasar. Jangan-jangan dia mau naikkan eskalasi sehingga kita semakin gaduh. Jangan sampai ini menjadi bentuk kudeta.”

Pascapenunjukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) untuk memimpin PPKM darurat di Jawa-Bali oleh Presiden Joko Widodo, Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman di akun Instagram-nya, (Jumat, 2/7/2021) menyebut LBP sebagai panglima perang PPKM Darurat.

Tidak lama setelah penunjukan itu kata dasar “kendali” menjadi kata kunci yang ramai keluar, bukan hanya dari LBP sendiri, juga dari para pemerhati, termasuk dari pakar hukum sekelas Profesor Hikmahanto di atas.

Dari LBP sendiri, kata dasar “kendali” itu bisa bermakna ganda dalam situasi yang berbeda.  Dalam konferensi pers daring, Senin (12/7/2021) LBP mengatakan, “Jadi kalau ada yang berbicara bahwa tidak terkendali keadaannya, sangat-sangat terkendali. Jadi yang bicara tidak terkendali itu bisa datang ke saya. Nanti saya tunjukkan ke mukanya bahwa kita terkendali.”

Namun demikian, dalam konferensi pers menyoal PPKM Darurat virtual tiga hari kemudian (15/7/2021) LBP menyebutkan, “Varian Delta ini tidak mudah dikendalikan.”

Bagaimanapun simpang siur pernyataan ini harus dikendalikan.  Bila ada permintaan sejumlah pihak agar Presiden memimpin PPKM Darurat Nasional (yang sudah dikembangkan di luar Jawa-Bali), tidak lepas kaitannya dengan upaya penghentian simpang siur pernyataan di atas.

Sebagian pihak bahkan sampai menyebutkan, bukan hanya simpang siur pernyataan yang perlu dikendalikan, Presiden juga harus menghentikan tindakan sejumlah pembantunya yang diam yang seolah tiada pandemi, plesiran yang seakan tanpa seizin Presiden, dan yang memberitahu publik kegiatan pribadinya yang tidak ada hubungannya dengan kegawatan situasi.

Bahkan perilaku “business as usual” dengan mengeluarkan kebijakan yang memeras rakyat jelata, namun membebaskan royalty batubara dan pajak barang mewah kepada pihak tertentu jelas melukai rakyat banyak yang sebagian darinya tanpa jaminan apa-apa dipaksa menghentikan kegiatan usahanya oleh aparat yang di sejumlah tempat bertindak arogan seolah-olah tidak menyadari mereka hidup dari uang rakyat.

Belum lagi ada ucapan yang bernada rasis yang ke luar dari mulut seorang pembantu Presiden.

Di tengah hiruk pikuk seperti itu ada orang dengan sangat sedih menyampaikan, “Jika Pak Jokowi berkenan mengambil alih kendali semua ini, saya memastikan, tidak akan mungkin ke luar ucapan dari beliau yang bernada ancaman dan menantang.  Saya sebagai loyalis beliau meminta agar beliau jangan lagi blusukan.

Bisa-bisa orang nanti bertanya, “Sebenarnya pengendali ini siapa sekarang?” Yang blusukan atau yang duduk di kursi sambil berucap “semuanya sangat sangat terkendali”.

Ingat Pak Jokowi, Bapak itu tidak lagi jadi Gubernur DKI, tidak lagi Presiden 2014-2019, dan tentu bukan Presiden yang sedang berkampanye untuk perpanjangan masa jabatan lewat dekrit atau lewat amandemen.

Bapak itu Presiden yang tidak perlu menghadapi kerawanan (risiko) terkena Covid-19,  Bapak itu jangan lagi blusukan, jangan lagi pergi menghadiri hajatan.  Jangan lupa, Pak Gibran pun sudah terkena Covid-19, katanya, lantaran blusukan.”

Penulis mau menutup tulisan ini dengan pernyataan pamungkas dari Profesor Hikmahanto merespon pernyataan Menko PMK di awal tulisan ini, “Ini semua perlu diklarifikasi oleh pemerintah secara resmi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sehingga tidak memunculkan kekacauan di masyarakat terkait siapa yang memiliki kendali di pemerintahan. Kepastian ini juga dalam rangka tegaknya Konstitusi.”

Hemat Penulis, pernyataan Profesor Hikmahanto jelas bersifat profetik sama seperti kritik dan saran yang membangun dari sejumlah pihak yang sungguh peduli pada rakyat dan bangsa ini, termasuk RR.

Mereka-mereka itu orang yang sudah selesai dengan dirinya,  yang terbalik dengan para pendengung yang menganggap dirinya dan orang-orang yang sejalan dengan dirinya itu terbaik. rmol news logo article

Penulis adalah pemerhati sosial politik.


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA