Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Puasa, Keberkahan, Dan Kesuksesan Bisnis

Jumat, 23 April 2021, 15:52 WIB
Puasa, Keberkahan, Dan Kesuksesan Bisnis
Pemerhati sosial politik dan pebisnis, M. Muchlas Rowi/Net
SAYA termasuk orang yang pesimistis jika diminta menelisik masa depan industri kecantikan tanah air satu dekade silam. Karena bicara produk kecantikan di masa lalu, kita seolah dipaksa bicara produk-produk kecantikan negeri orang. Seperti halnya personal care yang cuma identik dengan kaum hawa.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Namun di tangan Nurhayati Subakat, kesan itu jadi berubah. Perkembangan teknologi dan inovasi membuat industri kecantikan jadi amat menjanjikan bagi pengusaha lokal. Juga mengubah kultur kita soal produk kecantikan. Urusan bersolek wajah pun jadi bukan cuma urusan kaum hawa, tapi juga kaum adam.

Buktinya, PT Paragon Technology and Innovation yang didirikannya pada 1985 menjadi perusahaan industri kosmetik lokal terbesar di Indonesia dengan 12 ribu pegawai. Brand kosmetik wardah, make over dan Emina yang dikembangkannya membuat perusahaan ini berkembang 16 kali lipat sejak 2010.

Saya bertemu Bu Nurhayati kemarin, melalui layar zoom. Di sebuah acara diskusi berkala soal pengembangan bisnis di masa pandemi. Saya menyimak apa yang dipaparkannya dengan seksama. Ibu tiga anak ini lantas mengisahkan, jika apa yang diraihnya saat ini dibangun dengan keringat dan air mata.

Alumni ITB angkatan 1971 ini lantas mengungkap 5 prinsip (core values) yang ia jalankan. Yaitu ketuhanan, kepedulian, kerendahan hati, ketangguhan dan inovasi. Berkat core values ini, PT Paragon jadi perusahaan sarat manfaat dan tumbuh eksponensial.

Saya sebetulnya tak begitu yakin jika faktor utama kesuksesan bisnis Nurhayati Subakat hanya karena rumus-rumus bisnis tersebut. Hingga akhirnya Bu Nurhayati mengisahkan tentang kebakaran yang menimpa pabriknya sekira 5 tahun setelah usahanya berkembang. Semua luluh lantah dan dia sempat berpikir untuk berhenti.
Namun Nurhayati mengurungkan niatnya dan mantap untuk maju terus. Peristiwa kebakaran itu pun jadi titik balik dari kesuksesannya saat ini. Sayang, ada momen personal yang tak ia ceritakan antara dirinya dengan Tuhan. Saya pun cuma bisa menerka saja.

Gagal Miskin


Mendengar kisah Nurhayati Subakat tersebut, saya jadi teringat kisah sahabat Nabi yang selalu gagal menjadi orang miskin. Meski badai masalah senantiasa datang menerjang, namun Abdurrahman bin Auf selalu bisa mengatasinya.

Karena harta kekayaannya sangat melimpah, Abdurrahman bin Auf sempat gerah. Takut ketika di alam barzah ia hidup susah, dan harus merangkak jika ingin masuk ke dalam jannah.

Karena itu, ia sampai bersedia membeli semua kurma busuk milik penduduk Madinah. Pikirnya, dengan membeli kurma itu, harta kekayaannyaan akan ikut membusuk. Lalu hidup miskin bersama tumpukan kurma busuk.

Sehari kemudian, datang utusan dari negeri Yaman dan menyampaikan berita tentang wabah aneh yang menimpa penduduknya. Menurut dokter, wabah aneh tersebut dapat diobati dengan kurma busuk. Bukannya jadi miskin, Abdurrahman pun malah tambah kaya.

Ketika tiba petama kali di Kota Madinah, Abdurrahman bin Auf juga punya peluang jadi orang miskin. Lantaran ketika hendak berhijrah ia terpaksa meninggalkan harta bendanya di Kota Mekkah. Tak heran jika ia datang hanya dengan sehelai baju saja.

Langit Madinah ketika itu mengharu biru. Air mata kebahagiaan bertumpah ruah. Siang hari, Selasa Pon, Juli 622 Masehi, saat matahari begitu terik, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Salah satunya Abdurrahman bin Auf yang dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi.

Sa’ad termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah, ia berniat membantu saudaranya dengan sepenuh hati. Namun Abdurrahman bin Auf menolak. Entah apa alasannya, dia hanya berkata, “tunjukkanlah padaku dimana letak pasar di kota ini!”

Abdurrahman bin Auf kembali gagal miskin. Karena bisnis apa pun yang ia jalankan selalu berhasil menghasilkan cuan yang banyak. Konon, setelah 20 tahun lamanya ia berbisnis di Madinah, total harta kekayaan yang berhasil ia kumpulkan adalah sebesar 6 triliyun.

Selain karena sulit miskin, hal menarik yang menjadi pertanyaan besar saya sampai saat ini adalah soal jenis bisnis yang dijalankan Abdurrahman bin Auf kala itu. Saya tidak habis pikir. Karena kita pun tahu, seperti apa pasar Madinah kala itu.

Hampir semua pasar di Kota Madinah dikuasai orang-orang Yahudi. Pasar-pasar itu terkenal penuh kecurangan. Itulah mengapa Rasulullah memilih membangun pasar baru di dekat Perkampungan Bani Sa’idah, ketimbang bergabung dengan pasar yang dikuasai penduduk Yahudi.

Ahli bisnis mana pun niscaya bingung, bagaimana menjelaskan proses bisnis yang dialami Abdurrahman bin Auf tersebut. Nyaris tidak ada rumus bisnis yang cocok dengan model bisnis ala Abdurrahman bin Auf.

Baik yang dialami Abdurrahman bin Auf, maupun Nurhayati Subakat sejatinya hanya bisa dipahami dengan apa yang disebut Murasa Sarkaniputra dengan memadukan mantik rasa dan mantik akal. Meminjam tipologinya Ibnu Arabi sebagai metode kasf atau penyingkapan, atau hikmah muta’aliyah dalam bahasanya Mulla Sadra.

Kisah hijrah dan kurma busuk Abdurahman bin Auf serta peristiwa kebakaran yang dialami Nurhayati Subakat dan hampir membuat mereka jatuh miskin, adalah peristiwa-peristiwa yang tak bisa diungkap nalar ilmiah, namun kemudian menjadi titik balik setelah mereka memasrahkan nasibnya kepada Allah.

Proses-proses bisnis yang mereka alami pun membuat harta dilimpahi keberkahan dari sang maha pemberi berkah (almutabarrik). Jika sudah begitu, maka nilai kualitas maknanya melebihi kuantitasnya. Pengurangan harta berapa pun jika di jalan Allah, akan malah bertambah baik nilai maknanya maupun kuantitasnya.

Melalui pendekatan inilah, maka valuasi 6 triliun selama 20 tahun yang diraih Abdurrahman bin Auf bisa terjawab. Begitu juga dengan bisnis Nurhayati Subakat, yang nyaris terpuruk malah jadi yang terbesar di tanah air. Yang terpenting, keduanya selalu gagal miskin.

Puasa dan Keberkahan


Ketika menjalankan sebuah bisnis, maka seringkali kita menghadapi ujian yang dalam ekonomi modern tak bisa kita kalkulasikan. Bahkan, lebih sering disebut sebagai faktor eksternalitas. Hanya dengan mantik rasa lah kita bisa memahaminya, lalu berusaha keluar dari ujian tersebut dengan keimanan dan ketakwaan.

Jika kita turunkan dalam praktek mudharabah, maka apa yang disebut resiko tinggi (moral hazard) gegara asimetric information, kurangnya pengetahuan teknis, rendahnya kualitas, hingga rendahnya kepercayaan (trust) niscaya dapat diatasi (Surah al-A’raf [7]: 96). Jika sudah dapat diatasi, maka bisnis yang kita jalani pun akan dipenuhi keberkahan, hidayah dan nikmat yang terkadang tak disangka-sangka (min haytsu la yahtasib).

Sejatinya, segala bentuk keberkahan berasal dari Allah Swt, oleh karena itu segala macam bacaan doa untuk mendapatkan barakah selalu disandarkan kepada Allah Swt. Telah jelas pula jika Allah telah mengutamakan dan memilih sebagian dari makhluknya. Ia pun telah mengutamakan dan memberi keberkahan pada sebagian tempat atas tempat lainnya, seperti Mekkah, Madinah, dan Masjid al-Aqsha.

Allah juga telah mengutamakan dan memberi keberkahan kepada sebagian waktu dari sebagian lainnya, seperti bulan Ramadhan, terutama lailatul Qadr (al-Qadr [97]: 1-5).

Itulah mengapa, selain sebagai syahrun ‘adzim, bulan Ramadhan juga disebut syahrum mubarak. Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah antara lain karena adanya malam qadar di dalam bulan Ramadhan. Untuk meraih keberkahannya, maka kuncinya adalah keimanan dan ketakwaan.

Jika di bulan puasa ini kita pun niscaya mampu meraih keberkahan dan keselamatan (assalam), maka kita pun akan diberi kebebasan dari segala macam kekurangan (penyakit, kemiskinan, dan kebodohan), semoga!

M. Muchlas Rowi

Dosen, yang juga pemerhati sosial politik dan pebisnis

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA