Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Membedah Dan Memetik Buah Amandemen UUD 1945 (2): Generasi Muda Anton Permana Cs Turun Gunung

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/prijanto-5'>PRIJANTO</a>
OLEH: PRIJANTO
  • Senin, 31 Agustus 2020, 23:19 WIB
Membedah Dan Memetik Buah Amandemen UUD 1945 (2): Generasi Muda Anton Permana Cs Turun Gunung
Mayjen TNI (Purn) Prijanto/Net
Pembatasan: Untuk membedakan dan mempermudah dalam artikel berseri ini, hasil amandemen UUD 1945, kita sebut UUD 2002.

Baca: Membedah Dan Memetik Buah Amandemen UUD 1945 (1): Veteran Komisi Konstitusi Turun Gunung

SETELAH Veteran Komisi Konstitusi Prof. Dr. Tjipta Lesmana, Prof. Dr. Maria Farida Indrati, dan Dr. Laode Ida bicara dalam webinar Gerakan Kebangkitan Indonesia (GKI)-Panji Masyarakat, 18 Agustus 2020, tak ketinggalan generasi muda ikut bicara. Apa kata mereka?

Dr. H. Anton Permana, S.IP, MH, Ketua FKPPI Batam, Alumni Lemhannas RI PPRA 58 Tahun 2018

Anton Permana, melecutkan pikirannya atas situasi negara selepas kursus Lemhannas. Tulisannya aktual, tajam, menggelitik dan mengena. Namanya melejit, favorit netizen bak selebriti. Sampai-sampai ada satu artikel sehingga Biro Humas Settama Lemhannas membuat penjelasan, bahwa tulisannya tidak ada hubungannya dengan Lemhannas.

Anton menyampaikan masalah: (1) Kedaulatan rakyat (2) Presiden orang Indonesia asli, dan (3) Kesejahteraan sosial, khususnya pengelolaan sumber kekayaan alam. Identifikasi persoalannya tepat. Pokok bahasannya sama dengan pembicara sebelumnya, para Veteran Komisi Konstitusi.

Apakah Anton membebek pembicara terdahulu? Tidak mungkin, sebab Anton menjelaskan menggunakan slide yang sudah disiapkan. Artinya, tiga pokok bahasan itulah di mata para pembicara sebagai masalah bangsa yang penting dibahas.

Masalah kedaulatan rakyat, Anton Permana berpendapat saat ini: (1) Rakyat sudah kehilangan kedaulatannya. (2) Demokrasi seharusnya sesuai nilai Pancasila berubah menjadi demokrasi liberal. (3) Kedaulatan rakyat cenderung menjadi kedaulatan partai politik sehingga terbentuklah oligarki.

(4) Indonesia dari negara hukum cenderung menjadi negara kekuasaan. (5) Negara berdasarkan Pancasila cenderung menjadi negara individualistis, kapitalis dan liberalis. (4) Negara kesatuan cenderung menjadi semi federal, sistem presidensial menjadi semi parlementer dan negara kebangsaan cenderung menjadi negara koorporasi.

Masalah Presiden orang Indonesia asli (pribumi), Anton sependapat, Presiden harus orang Indonesia asli. Sebab dalam konstruksi konstitusi negara, kita kita kenal adanya suku bangsa, negara dan pemerintah. Sedang pribumi atau orang Indonesia asli inilah identitas kebangsaan negara kita.

Pendapat Anton sangat beralasan. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) saja  mengakui hak-hak pribumi, tentang hak kedaulatan politik, ekonomi dan kebudayaan. Mengapa kita mesti alergi dengan pribumi? Apabila tidak kita kunci, anasir asing akan langkah tegap menguasai Indonesia tanpa harus menduduki.

Masalah kesejahteraan sosial, terkait Pasal 33 ayat (4) UUD 2002, Anton sejalan dengan Prof. Tjipta Lesmana dan Dr. Laode Ida. Ayat ini telah membuat liberalisasi ekonomi, ketidakmandirian dalam pengelolaan sumber kekayaan alam dan pemiskinan negara kita.

Perubahan UUD 1945, Pasal 1 ayat (2) tentang kedaulatan rakyat, Pasal 6 tentang Presiden orang Indonesia asli dan Pasal 33 ayat (4), akan membawa Indonesia menuju neo leberalisme, neo kolonialisme dan neo komunisme. Penekanan dan pentingnya kewaspadaan terhadap bahaya neo komunisme, sebagai penutup pendapat Anton. 

Ir. Heppy Trenggono, President of Indonesian Islamic Business Forum, Inisiator Gerakan Beli Indonesia

Di awal, Heppy Trenggono mengaku betapa sulit mengajak kembali ke UUD 1945. Amien Rais pernah menyampaikan kepada dirinya, bahwa kita itu dijajah tanpa senjata karena Undang-Undang Dasar dan sebagainya. Amien mengutip sebuah buku, yang menurut Heppy seperti penyesalan.

Setelah sekian tahun, menjelang Pilpres 2019 bertemu lagi, Heppy berbicara perlunya tokoh yang bisa membawa Kembali ke UUD 1945; tetapi, Amien Rais: “Mas, kalau itu saya bertahan”. Jadi Amien Rais masih meyakini amandemen itu benar.

Heppy berpendapat, Undang-Undang Dasar itu cara mencapai cita-cita. Kita itu akan ke mana? Sejak reformasi, dengan UUD 2002, kita semakin jauh dari cita-cita, kata Heppy. Ada 3 (tiga) yang disorotinya.

Pertama, semakin jauh dari cita-cita adil dan makmur. Masyarakat tersingkir dari partisipasi ekonomi. Petani tidak tahu apa yang ditanam. Sentra ekonomi mati. Jualan di pasar tergusur, tukang ojek pun tergusur ojek online yang berbasis kapitalisme.

Kedua, figur pemimpin di semua tingkat, kualitasnya memprihatinkan, akibat kapitalisme dalam proses rekrutmen pemimpin dengan biaya tinggi. Pembangunan karakter nyaris tidak terjadi. “One man, one vote” walau nabrak nilai-nilai Pancasila tetap dipertahankan.

Ketiga, kepemimpin tidak berkualitas, berakibat tidak sensitif terhadap ancaman kedaulatan. Tidak ngerti ancaman komunisme, ancaman China dan dari luar lainnya karena ledakan penduduk dan pencari sumber daya alam. Semua bangsa di dunia itu tahu “Red Peril” dan “Yellow Peril” itu apa. Balik kita, tanya Heppy menutup pendapatnya.

Samuel Lengkey, SH, MH, Advokat & Konsultan Hukum
   
Samuel Lengkey yang menggeluti filsafat, hukum, politik dan lintas agama, pikirannya cenderung akademis dan realistis. Kata Samuel, perdebatan Kembali ke UUD 1945, sulit dicerna masyarakat. Masyarakat menjadi  paranoid, seolah kembali ke masa lalu. Padahal, selama ini UUD 1945 belum pernah dilaksanakan secara benar. Lalu bagaimana caranya?

Kita harus masuk ruang pemikiran “the founding fathers” untuk memahami pengalaman dan pengetahuan yang dipaparkan dalam sidang BPUPKI-PPKI. Karena Bapak Bangsa Indonesia itu lebih tahu bagaimana membentuk negara ini, sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.

Dengan membaca risalah sidang BPUPKI-PPKI, kita gali pemikiran Bapak Bangsa Indonesia. Kita bisa melihat historinya, cakrawala peradaban, kekayaan intelektual dan kekhawatiran di masa depan “the founding fathers”, sehingga kita bisa merasakannya.

Melalui proses kontekstualisasi dan rasionalisasi, kita bisa menyempurnakan UUD 1945 dengan cara adendum, untuk menyongsong masa depan. Sehingga nilai-nilai, cita-cita dan tujuan didirikannya Indonesia Merdeka tetap lestari.

Buah amandemen ini bak buah terlarang yang dimakan Siti Hawa, sehingga Adam dan Siti Hawa keluar dari sorga. Buah amandemen dengan Pilpres langsung yang memecah belah bangsa dan Pilkada langsung yang bikin cerai berai, apakah kita pertahankan, tanya Samuel Lengkey menutup pendapatnya.

Tidak hanya Veteran Komisi Konstitusi dan Genersi Muda yang bicara amandemen UUD 1945. Senior pejuang pun ikut bicara. Apa kata mereka, silakan baca “Membedah dan Memetik Buah Amandemen UUD 1945 (3): “Apa Kata Senior Pejuang?”. Semoga bermanfaat, amin. rmol news logo article

Mayjen TNI (Purn) Prijanto
Aster KASAD 2006-2007

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA