Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pesan Proklamasi, Memerdekaan Indonesia Dari Corona

Kamis, 20 Agustus 2020, 14:21 WIB
Pesan Proklamasi, Memerdekaan Indonesia Dari Corona
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah/Net
MOMENTUM 17 Agustus 1945, bangsa kita memiliki teladan keberanian golongan pemuda yang gigih mendorong Soekarno-Hatta-Achmad Soebarjo dan golongan tua lainnya untuk mempercepat Indonesia merdeka.

Nama-nama pemuda seperti Sukarni, Yusuf Kunto, Subeno, Wikana dan pemuda lainnya yang nekat menculik Soekarno-Hatta untuk menyegarakan proklamasi kemerdekaan adalah sikap yang patut disarikan sebagai sikap hidup para anak bangsa saat ini.

Pernyataan Sukarni yang relevan menjelang perayaan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke 75 ini adalah: "Sudah bukan waktunya lagi kita berapat-rapat dan berbincang-bincang. Sekarang saatnya tiba bertindak secepat mungkin, Nasib bangsa Indonesia berada di tangan mahasiswa dan pemuda". Mungkin ini relevan dengan situasi kita saat ini yang sedang berjibaku dengan pandemi.

Tulisan ini dibuat usai saya menjadi narasumber pada acara yang diadakan Kantor Berita Politik RMOL, yang membahas tentang Proklamasi dan politik milenial di tengah virus corona baru (Covid-19).

Dalam tulisan ini sengaja saya buka dengan fakta sejarah golongan pemuda yang memiki tekad, keberanian dan kejernihan nurani yang meyakini bahwa bangsa ini akan merdeka seutuhnya. Meski Soekarno-Hatta ketika itu menegaskan tidak bisa dipaksa karena tidak menginginkan ada pertumpahan darah usai proklamasi kemerdekan .

Setiap perjalanan sebuah bangsa, sejarah dan kemajuan besar akan dapat dilahirkan dengan kegigihan dan kebulatan tekad. Tidak dengan cara-cara yang biasa saja. Tidak dengan ketakutan apalagi keragu-raguan.

Lalu bagaimana nilai sejarah itu jika kita kontekskan dengan kondisi aktual saat ini?

Konteks bangsa yang menghadapi multi krisis dengan segala data dekonstruksi yang kian melemahkan kita,  setidaknya harus menjadi ruang perenungan dan kemudian melahirkan tindakan terencana dan strategis. Tindakan kolektif yang benar-benar dapat melepaskan diri dari ragam krisis yang terus membuntuti kita. Krisis kemanusiaan, krisis kesehatan, krisis ekonomi dan krisis rasa kepedulian yang terus menghantui kita.

Krisis itu dipicu oleh pandemik virus yang seharusnya hanya menjadi persoalan kesehatan, kini telah memporak-porandakan sendi-sendi ekonomi dan ketahanan negara. Terbukti, pada kuartal II tahun 2020, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi hingga minus 5,32 persen.

Wabah terus mengalami peningkatan signifikan karena sedari awal masyarakat belum disiplin menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Terbukti per 19 Agustus 2020  sudah 144.945 kasus warga negara Indonesia terjangkit Covid-19, setidaknya  6.346 nyawa telah melayang akibat menyerah terserang virus yang menyerang sistem pernafasan ini.

Beberapa hal mendasar yang kemudian makin berpotensi memperlebar jarak penyelesaian bencana non alam Covid-19. Diantaranya, lemahnya eksekusi pendistribusian anggaran penanganan dan pemulihan ekonomi akibat Covid-19, pengelolaan pendidikan yang kurang efektif dan bahkan pola kerja sebagian pejabat negara dalam menangggulangi wabah yang telah mematikan hampir 800 ribu nyawa di dunia ini.

Tiga hal mendasar ini yang harus menjadi perhatian bersama agar bangsa ini segera lepas dari krisis dan menjalani aktivitas baru dalam membangun bangsa.

Minim Serapan Anggaran

Masalah penyerapan anggaran menjadi isu krusial di saat ekonomi negara mengalami kontraksi dahsyat. Mengapa? bukan tidak mungkin kondisi minus 5,32 persen pada kuartal kedua akan semakin parah apabila tidak disikapi dengan percepatan nyata.

Sebagaimana diketahui dengan kemarahan Presiden Joko Widodo pada anggota kabinetnya hingga 3 kali, namun per 7 Agustus serapan anggaran dana penanganan Covid-19 tidak lebih drai 50 persen. Tentu saja memang tidak mudah, tetapi perlu kerja serius untuk memperbaiki dan perlu langkah-langkah radikal agar bisa ditangani dengan tepat.

Belum lagi dana penanganan untuk sektor UMKM hanya terserap 26,3 persen atau 32,47 trilun dari dana total sebesar Rp 123,46 triliun. Sejak maret hingga Agustus ini pemerintah hanya menjangkau 13 juta UMKM dari puluhan juta UMKM yang telah terganggu aktivitas ekonominya.

Tentu, sekali lagi, pemerintah harus berkolaborasi seoptimal mungkin, agar bisa efektif menyelesaikan pekerjaan yang tersisa. Meskipun harus terseok-seok, pilihannya kebijakan harus tetap berjalan dan tepat sasaran.

Penyerapan anggaran tertinggi berada di angka 41,93. Rinciannya dana perlindungan sosial sudah tersalurkan senilai Rp 203,9 triliun. Dana oenyerapan Bantuan langsung tunai dana desa dilaporkan hanya terserap sebesar Rp 9 triliun.

Dana sektor kementerian/lembaga dan pemerintah daerah pun baru terserap 7,9 persen dari anggaran yang disiapkan Rp 106,1 triliun. Termasuk dana insentid usaha terserap 13,43 persen dari pagu anggaran yang disiapkan Rp 120 triliun.

Mengacu pada angka penyerapan itu, tidak mengejutkan kalau kondisi ekonomi makin terpuruk. Dan mau tidak mau jika ingin lepas dari krisis dan tidak terjerembab pada jurang resesi, harus ada percepatan untuk merealisasikan seluruh anggaran penanganan Covid-19 dan program pemulihan ekonomi nasional.

Kita percaya, pemerintah bisa menyelesaikannya, tentu dengan kolaborasi lintas sektor, kerja keras dan optimisme yang kuat.

Sektor Pendidikan Butuh Perhatian Khusus

Secara khusus tata kelola pendidikan di tengah pandemik Covid-19 perlu disorot. Mengapa? karena pandemik Covid-19 benar-benar telah mengubah pola pendidikan yang terkait langsung dengan jutaan pelajar dan mahasiswa. Mendikbud Nadiem Makarim yang dikenal sebagai seorang profesional bisnis mendapat ujian berat dan paling diharapkan kinerjanya karena selain muda dapat menghadirkan transformasi pendidikan baru bagi seluruh rakyat Indonesia.

Setidaknya sekitar 7,5 juta mahasiswa tersebar di seluruh Indonesia dan pelajar dari berbagai level sebanyak lebih dari 46 juta pelajar. Angka yang sangat fantastis itu tentu harus ditangani secara serius.

Pemandangan yang kita lihat sehari-hari justru kelambatan Nadiem merespons pandemik Covid-19. Harapan besar rakyat pada Nadiem justru ditunjukkan dengan  kesulitan siswa dan guru menjalani kebijakan pembelajaran jarak jauh.

Sebabnya, selain minim ketersediaan fasilitas teknologi, Nadiem menerapkan kebijakan yang jauh dari konteks masyarakat di pelosok negeri.

Pandemik Covid-19 ternyata belum membuat Nadiem melakukan langkah cepat seperti dia melakukan transformasi digital saat membangun perusahaannyai. Yang terjadi, siswa kesulitan menjalani aktivitas pembelajaran jarak jauh. Mulai minim kepemilikan gadget, kesulitan paket data internet.

Pengelolaan pendidikan makin runyam saat program unggulan Kemendikbud berupa Program Organisasi Penggerak (POP) yang menelan anggaran hampir Rp 600 miliar justru makin menimbulkan kegaduhan hingga membuat organisasi besar seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) keluar dari program tersebut.

Berseliweran kejadian di berbagai titik di Indonesia yang menyesakkan dada kita semua. Fakta tentang orang tua mencuri handphone hanya untuk anaknya yang harus menjalani pembelajaran jarak jauh, pelajar yang menjual diri hanya karena untuk memburu paket data dan fakta miris lainnya seperti tidak pernah habis mewarnai pemberitaan.

Pendidikan sebagaimana dimandatkan dalam undang undang dasar 1945 harus dijalankan secara total oleh Nadiem, melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa. Argumentasinya, pendidikan adalah hak seluruh warga negara harus melekat di setiap diri pejabat negara.  

Pandemik Corona seharusnya menjadi ruang pembuktian bagi Nadiem untuk menjamin hak dasar warga negara dan kemudian melakukan transformasi pendidikan yang tidak menyulitkan dan merugikan seluruh anak bangsa.

Pejabat Yang Memerdekakan

Seperti yang disampaikan Presiden Jokowi bahwa menghadapi bencana Covid-19 harus dengan cara extra ordinary. Seluruh pejabat negara baik menteri, kepala badan atau lembaga harus melakukan percepatan-percepatan dalam menangani Corona.

Kendala birokrasi, regulasi dan kendala mental kerja harus segera dilipat menjadi sebuah orkestrasi kerja yang cepat, terukur dan tidak menimbulkan multiplyer effect negatif lainnya.

Budaya kerja rutin minim serapan hingga kuartal II dan serapan meningkat tajam di akhir tahun anggaran harus diubah. Kondisi krisis ini harus disadari oleh seluruh pemangku kepentingan. Imbasnya sense of crisis kemudian menjadi kesadaran kolektif seluruh elemen bangsa.

Seluruh elemen harus insyaf bahwa masalah Covid-19 tidak bisa diselesaikan dengan tindakan normal. Pejabatnya bertanggung jawab, rakyatnya disiplin mematuhi protokol Covid-19 dan elemen sipil seperti Muhammadiyah, NU, organisasi kepemudaan harus dijadikan mitra strategis untuk menjadi penyambung lidah pemerintah DIlibatkan menjadi titik pertemuan aspirasi seluruh rakyat.

Dalam kondisi krisis seperti saat ini diperlukan mental pejabat yang kemudian memiliki kehendak politik yang memerdekakan seluruh rakyatnya. Pejabat yang bertanggung jawab mengelola pemerintahan secara transparan dan sesuai sasaran kebijakannya.

Pandemik Corona sudah seharusnya memberikan hikmah kepada negeri ini untuk melahirkan manusia seperti Sukarni, Yusuf Kunto, Subeno dan golongan muda yang gigih dan berani mendorong kemerdekaan republik Indonesia.

Pada akhirnya, pandemik Covid-19 justru menjadi instrumen kolektif untuk menyatukan energi seluruh anak bangsa agar keluar dari kesulitan krisis ini. Bangsa ini kemudian akan lepas dari ancaman jurang resesi ekonomi yang dalam.

Hikmah dari perayaan kemerdekaan Indonesia ke 75 tahun ini sudah sepatutnya menjadi refleksi bagi kita semua. Kita tidak boleh main-main, tidak boleh sekadar menjalani rutinitas, anak bangsa tidak boleh menganggap Indonesia sedang baik-baik saja.

Menghadapi Covid-19 harus dibarengi dengan kesatuan sosial dan kesadaran moral yang tinggi bahwa bangsa ini akan maju. Saat kita bersatu padu, negara ini pasti akan berhasil lepas dari krisis multi dimensi imbas corona.

Setiap dari kita yang menjadi bagian negara kesatuan republik Indonesia terus berproses bertransformasi menjadi negarawan baru yang kemudian bergerak memerdekakan Indonesia dari pandemik Covid-19.rmol news logo article
Sunanto
Penulis adalah Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA