Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Krisis Ekonomi Dan Wabah Corona, Rakyat Menjadi Miskin Tidak Berdaya

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/syafril-sjofyan-5'>SYAFRIL SJOFYAN</a>
OLEH: SYAFRIL SJOFYAN
  • Kamis, 30 April 2020, 14:17 WIB
Krisis Ekonomi Dan Wabah Corona, Rakyat Menjadi Miskin Tidak Berdaya
Ilustrasi/Net
SEMINGGU sebelumnya saya diminta sebagai narasumber talkshow via Zoom oleh TV Streaming Daerah Kabupaten Kuningan. Temanya 'Dampak Corona pada UMKM di Daerah'.

Saya mewanti-wanti ada bahaya bagi aparat pemerintahan paling bawah desa, RW dan RT, dalam hal pembagian Bansos Covid-19 bersamaan dengan program BLT (Bantuan Langsung Tunai). Karena aparat terbawah tersebut bersinggungan secara langsung dengan rakyat. Dalam kondisi krisis ekonomi di mana kehidupan masyarakat di semua lapisan terganggu dengan tidak adanya pekerjaan, korban dirumahkan, PHK, dan tidak bisanya rakyat untuk melakukan aktivitas ekonomi sehari-hari.

Jika terjadi kesalahan menjadi sasaran adalah aparat tersebut. Mereka berhadapan langsung dengan kemarahan rakyat yang merasa tidak adil. Terlebih dalam kondisi krisis berat sekarang. Rupanya apa yang diwanti-wanti rupanya terjadi.

Situasinya memang demikian. Medsos dan pemberitaan media viral tentang aparat desa “marah”, bahkan ada yang menolak bansos karena justru mereka yang akan menanggung kemarahan masyarakat secara langsung.

Pemerintah Pusat yang mengatur BLT dan Bansos secara sentralistik justru gagap, kedodoran, dan tidak terkoordinir. Beberapa kebijakan kementerian saling bertabrakan.

Data penerima BLT tidak ter-update. Keputusan yang berubah dan kadang berbeda membuat aparat paling bawah tersebut kebingungan. Apalagi tidak melibatkan kepala desa yang sebenarnya paling tahu kondisi masyarakatnya.

Padahal pemerintah pusat punya aparat pengawasan yakni kepolisian yang bisa mendampingi aparat desa tersebut jika dikuatirkan mereka tidak benar.

Nasi telah jadi bubur. “Kekacauan” sudah terjadi. Konon ada kasus baku hantam antara anak kades yang tidak terima marahnya rakyat terhadap orang tuanya.  

Sangat wajar jika Kepala Desa ini dadanya bergejolak, bergemuruh, menahan kedongkolan luar biasa. Kepala desa, Bupati, melalui medsos memuntahkan "uneg-uneg" kepada Gubernur, bahkan ke Presiden.

Dalam kondisi ini sebaiknya Istana jangan lagi bermain-main melakukan pencitraan. Atasi segera semrawutnya data dengan memberi peran fungsi kepada Bupati/Walikota beserta aparat desa, lurah, RW, dan RT.

Fungsikan aparat Kepolisian dan Babinsa, percayakan kepada mereka dalam pendataan tentang rakyat miskin untuk penyebaran BLT dan rakyat yang terdampak corona serta penyerahan bantuan sosial. Stop dan beri sanksi para kepala daerah yang kebetulan menjadi pertahana memanfaatkan BLT dan Bansos Covid-19.

Larang dengan tegas memanfaatkan dana rakyat yang dibiayai oleh APBN/APBD dijadikan kegiatan politik. Lakukan penyebaran Bansos dan BLT secara niat yang bersih yakni mengurangi dampak krisis ekonomi rakyat.

Harap diingat dalam situasi krisis ekonomi dan wabah corona, sekarang hampir semua rakyat menjadi miskin. Arahkan semua resources pendanaan termasuk dana anggaran Infrastruktur maupun pembangunan ibukota untuk mengatasi kekurangan BLT dan Bansos untuk rakyat.

Rakyat lapar dan gejolak aparat desa bisa menjadi gelombang yang akan meruntuhkan sendi kehidupan bangsa. Ini harapan kepada pemerintah Rezim Jokowi. Jika tidak juga sadar. Selesai. rmol news logo article

Syafril Sjofyan

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA