Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Omnibus Law Cluster UU Energi Ketenagalistrikan: Perubahan UU 30/2009 Dan Reinkarnasi Unbundling

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/salamuddin-daeng-5'>SALAMUDDIN DAENG</a>
OLEH: SALAMUDDIN DAENG
  • Senin, 30 Maret 2020, 15:50 WIB
Omnibus Law <i>Cluster</i> UU Energi Ketenagalistrikan: Perubahan UU 30/2009 Dan Reinkarnasi <i>Unbundling</i>
Salamudin Daeng/Net
RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja yang saat ini tengah digodok oleh pemerintah, akan mengubah empat UU sektor energi salah satunya adalah UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. RUU Omnibus Law mengubah sebagian besar pasal yang ada dalam UU Ketenagakistrikan, termasuk pasal yang mengatur aspek mendasar yakni sistem pengelolaan listrik nasional.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Sebagaimana diketahui bahwa memang selama era reformasi, polemik utama dalam pengelolaan ketenagalistrikan adalah terkait penguasaan negara terhadap ketenagalistrikan.

Dalam draf RUU Omnibus Law yang telah dipublikasikan oleh pemerintah, lebih dari separuh pasal atau sekitar 35 pasal dari 58 pasal dalam UU ketenagalistrikan diubah, dihapus, digantikan dengan pasal baru ditambah dengan pasal tambahan. Pasal yang berubah umumnya adalah pasal dan ayat yang paling penting dari UU 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.  

Perubahan paling mendasar adalah sistem pengelolaan ketenagalistrikan, yakni menyangkut penguasaan negara terhadap ketenagakistrikan. UU ini mengembalikan pasal tentang pengelolaan listrik secara unbundling atau pengeloaan listrik secara terpisah pisah. Sistem ini sebelumnya telah diputuskan bertentangan dengan UUD oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebagaimana diketahui bahwa UU 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan telah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Tahun 2016 lalu. Pihak penggugat adalah atas nama Andri Ketua Umum Serikat Pekerja PT. PLN, dan Eko Sumantri, Sekjen Serikat Pekerja PT. PLN. Fokus gugatan Judicial Review (JR) UU ini adalah terkait dengan sistem unbundling ketenagalistrikan.

Dalam putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015; Menyatakan Pasal 10 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat apabila diartikan dibenarkannya praktik unbundling dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sedemikian rupa sehingga menghilangkan kontrol negara sesuai dengan prinsip “dikuasai oleh negara ”.

Selanjutnya dalam Putusan MK menyatakan Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat apabila rumusan Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2009 dimaknai hilangnya prinsip dikuasai oleh negara.

Dengan kata lain permohonan para penggugat dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Namun dalam UU Omnibus Law cluster UU Ketenagalistrikan, unbundling ketenagalistrikan dikembalikan, seperti termaktub dalam pasal 10 ayat berbunyi (2) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.

Ayat (3) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum secara terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh 1 (satu) badan usaha dalam 1 (satu) wilayah usaha. Dengan demikian terintegrasinya pengelolaan tenaga listrik hanya di satu wilayah usaha.

Selanjutnya dalam Pasal 11 kembali menegaskan bagaimana unbandling ketenagalistrikan akan dilakukan. Ayat 1 Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik.

Untuk wilayah yang belum mendapatkan pelayanan tenaga listrik, Pemerintah Pusat memberi kesempatan kepada badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, atau koperasi sebagai penyelenggara usaha penyediaan tenaga listrik terintegrasi.

Renkarnasinya pasal 10 dan pasal 11 yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi ini tampaknya akan menimbulkan konflik konstitusi yang baru terhadap UUD dan berpeluang digugugat kembali oleh berbagai kelompok masyarakat ke Mahkamah Konstitusi.

Omnibus law akan semakin menabah konflik antara lembaga dan konflik dengan masyarakat yang telah menggugat dan membatalkan UU sebelumnya. Selain itu UU omnibus law akan semakin menimbulkan ketidakpastian hukum.

Selain itu RUU omnibus law cluster energy sektor ketenagalistrikan juga mengubah dan menghapus pasal dan ayat mengenai kewenangan pemerintah daerah (Pemda) kecuali kewajiban menyediakan anggaran bagi pemenuhan ketenagalistrikan. Sebagian besar kewenangan mengalami sentralisasi atau menjadi kewenangan pemerintah pusat dan menghilangkan sebagian besar kewenangan pemerintah daerah.

Selain itu UU ini memberi kewenangan lebih luas bagi pemilik pembangkit untuk keperluan sendiri dan afiliasinya untuk menjual listriknya kepada PLN melalui persetujuan pemerintah, serta perluasan cakupan bisnis ketenagalistrikan oleh swasta termasuk dalam bisnis penunjang ketenagalistrikan. rmol news logo article

Penulis adalah peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA