Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tepatkah Lockdown Dalam Menghadapi Covid-19?

Selasa, 17 Maret 2020, 00:41 WIB
Tepatkah <i>Lockdown</i> Dalam Menghadapi Covid-19?
Perhitungan yang dilakukan Haryo Aswicahyono( CSIS Indonesia) berbasis data WHO/Istimewa
SEIRING dengan semakin meningkatnya jumlah kasus Covid-19 di Indonesia, mulai terdengar berbagai usulan untuk mengatasi penyebaran penyakit yang disebabkan virus Corona tersebut. Salah satu yang sering terdengar di sosial media adalah menutup lalu lintas dan pergerakan manusia untuk daerah tertentu yang dikenal sebagai lockdown dan karantina daerah.

Gubernur DKI bahkan mempertimbangkan untuk menutup wilayah Jakarta dalam rangka mengurangi penyebaran virus tersebut. Hal yang tentunya patut dipertanyakan adalah apa yang menjadi tujuan dan dasar dari kebijakan tersebut dan apakah tindakan ini akan mendukung tujuan tadi. Mari kita lihat beberapa hal terkait dengan lockdown tersebut.

Efektivitas Dari Lockdown

Lockdown memang akan mencegah penyebaran virus dari luar daerah ke dalam daerah tersebut. Tetapi jika virus sudah berada di dalam area tadi, maka kebijakan ini akan menjadi tidak efektif, selain hanya untuk mengurangi penyebaran ke daerah lain.

Italia memulai lockdown pada akhir bulan Februari di Provinsi Lombardi yang terkena paling parah. Tetapi ini tidak menunjukkan hasil karena virus sudah menyebar ke tempat lainnya.

Bahkan ketika ini diterapkan secara nasional, jumlah kasus baru terus masih mengalami kenaikan. Sejak restriksi nasional diterapkan pada tanggal 9 Maret, angka kasus baru bertambah sebanyak 15 ribu, tiga kali lebih banyak dari sebelum lockdown nasional.

Saat ini sudah ada 117 kasus Covid-19 di Indonesia yang sebagian besar berada di daerah Jabodetabek dan beberapa kota lain di Jawa. Penutupan Jakarta tidak akan mengurangi penyebaran penyakit di Jakarta sendiri maupun di luar daerah karena memang sudah tersebar.

Analisa data menunjukkan bahwa saat ini Indonesia masih dalam tahap permulaan Jumlah kasus baru masih akan terus meningkat, apa pun yang dilakukan. Sementara jika diterapkan lockdown ada berbagai permasalahan yang dapat timbul dan bahkan membuat situasi menjadi lebih buruk.

Kesiapan Logisitik Dan Pangan

Salah satu permasalahan krusial dalam tindakan ini adalah memastikan kesiapan suplai bahan pangan dan kebutuhan lainnya. Daerah Jakarta hampir sepenuhnya tergantung pada pasokan dari luar daerah. Dapat dibayangkan jika lockdown yang dilakukan tidak mempersiapkan ini: harga-harga akan mengalami kenaikan, sementara terjadi kelangkaan di berbagai pasar yang pada akhirnya akan memicu keresahan sosial.

Saat ini saja harga pangan di Jakarta sudah beranjak naik. Berdasarkan data harga harian yang dihimpun PIHPS, harga beras sudah mulai mengalami kenaikan, meskipun masih relatif sedikit. Tetapi harga gula sudah mengalami kenaikan hingga 16 persen selama sebulan belakangan, begitu pula harga telur dan daging ayam yang meningkat 10 persen dan 5 persen.

Tekanan kenaikan harga pangan akan semakin kuat akibat sulitnya pasokan bahan baku. Apalagi kalau tindakan ini dilakukan tanpa adanya persiapan yang cukup dengan persiapan prosedur yang jelas. Yang akan terjadi hanyalah kebingungan dan keresahan di masyarakat.

Untuk beberapa kalangan seperti kelas menengah atas tentu saja kelangkaan tersebut tidak terlalu bermasalah. Mereka sudah mempersiapkan diri sejak lama. Kenaikan beberapa harga bahan baku tersebut mungkin juga disebabkan karena tingginya permintaan sebagai akibat dari tindakan “jaga-jaga” tersebut. Tetapi ini tentunya akan sangat memberatkan bagi kalangan menengah bawah yang lebih tergantung dari pembelian harian.

Keputusan lockdown tersebut akan membuat kehidupan mereka menjadi lebih berat, hingga menyebabkan keresahan yang tidak perlu. Meskipun tindakan lockdown di Provinsi Hubei Tiongkok dinilai berhasil, biaya ekonomi dan sosial yang ditanggung sangatlah tinggi.

Majalah Economist menuliskan banyak usaha kecil dan menengah di provinsi tersebut yang mengalami kebangkrutan dan kesulitan untuk dapat memulai usaha kembali. Belum lagi efek psikologis yang dirasakan oleh masyarakat Wuhan dan Hubei.

Aktivitas Ekonomi Yang Mandek

Tindakan lockdown juga akan membawa akibat ekonomi yang cukup besar. Karena biasanya tindakan ini juga disertai dengan dihentikannya aktivitas kebanyakan pekerja. Memang eknologi memungkinkan sebagian pekerjaan dilakukan secara virtual. Tetapi sayangnya 80 persen aktivitas pekerjaan tetap membutuhkan lalu lintas manusia dan pertemuan. Apalagi mengingat bahwa perekonomian Jakarta menyumbangkan sekitar 25 persen PDB nasional dan menentukan lebih dari 60 persen perekonomian nasional.

Mari kita lihat sampai sejauh mana efek dari lockdown dan restriksi kegiatan terhadap perekonomian nasional. Kita asumsikan bahwa akibat dari tindakan ini, sekitar 50 persen dari kegiatan pelaku ekonomi dan pekerja akan dihentikan. Ini ekuivalen dengan 30 persen kegiatan ekonomi nasional karena posisi Jakarta yang sangat penting.

Dengan menggunakan model keseimbangan ekonomi, dapat disimulasikan bahwa pengurangan aktivitas pekerja nasional sebesar 30 persen akan berdampak penurunan hampir 12 persen dari PDB. Jika ini berlangsung selama dua minggu, PDB tahunan Indonesia akan bekurang sebesar 0,5 persen, dan 1 persen jika berlangsung selama sebulan.

Setengah persen mungkin terlihat kecil. Akan tetapi ini ekuivalen dengan kehilangan sebesar 75 triliun rupiah, hampir setinggi APBD DKI tahun 2020 yang berkisar pada angka 88 triliun rupiah. Ini juga dihitung berdasarkan kegiatan ekonomi sektor riil saja, tanpa memperhitungkan dampaknya secara keuangan dan efek psikologis. Pasar keuangan tentu akan merespons secara negatif yang dapat membawa perekonomian menjadi lebih terpuruk.

Apalagi, jika kita memperhitungkan dampak distribusi dari tindakan ini yang tentunya akan lebih banyak ditanggung oleh kelas menengah bawah. Oleh mereka yang masih memerlukan banyak kegiatan ekonomi langsung dan tatap muka. Dan ini hanya sebagian cerita dari mandeknya perekonomian. Tanpa adanya lockdown pun, perekonomian Indonesia masih harus menghadapi situasi ekonomi global yang melemah dan diperkirakan dapat menurunkan ekonomi Indonesia hingga 1 persen dari PDB.

Singkatnya tindakan lockdown dan restriksi kegiatan akan membawa konsekuensi ekonomi yang tidak sedikit. Bukan hanya untuk wilayah Jakarta tetapi juga untuk perekonomian secara nasional. Tetapi ada banyak tindakan lain yang dapat dilakukan belajar dari pengalaman negara lain.

Tindakan Alternatif

Yang paling utama adalah persiapan fasilitas kesehatan yang ada untuk menanggulangi kasus-kasus berat. Meskipun tingkat mortalitas dari virus ini cenderung tidak terlalu tinggi, antara 3 hingga 5 persen, dan hanya berakibat fatal untuk kelompok rentan, statistik menunjukkan bahwa di Tiongkok 15 persen kasus memerlukan penanganan rumah sakit.

Artinya jika ada 10 ribu kasus positif, harus dipersiapkan sekitar 1500 tempat di RS. Jumlah yang mungkin berat dipenuhi oleh Jakarta sendiri. Lockdown akan membuat mitigasi masalah ketersediaan tempat tersebut menjadi makin sulit diatasi.

Hingga saat ini kita juga belum melihat strategi komunikasi tracking yang menyeluruh baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Tabel di akhir tulisan ini adalah contoh tracing yang dilakukan oleh pemerintah Taiwan terhadap salah satu pasien yang dinyatakan positif Covid-19.

Detail perjalanan dan aktivitasnya diinformasikan kepada masayarakat dalam berbagai bahasa untuk mempermudah komunikasi. Selain memberikan informasi mengenai daerah-daerah “berbahaya”, ini juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penanganan pemerintah.

Dengan kemajuan teknologi GPS dan mapping, tracking dan tracing dapat dilakukan dengan lebih mudah dan efektif. Alternatif lainnya adalah dengan merekomendasikan social distancing untuk diri sendiri. Ini dapat dilakukan atas inisiatif pribadi maupun pada tingkatan komunitas, termasuk untuk kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan lainnya.

Dengan mengomunikasikan upaya tracing penderita yang cukup baik, tiap anggota masyarakat dapat menilai apakah aktivitas sosial mereka termasuk membahayakan atau tidak.

Ada banyak pilihan tindakan lain yang dapat pemerintah pusat maupun daerah dapat lakukan dibandingkan dengan lockdown dan karantina besar-besaran. Tetapi ini semua perlu upaya yang lebih teliti, dibandingkan dengan tindakan yang didasari atas pemaksaan. Jangan sampai tindakan lockdown diambil karena pemerintah tidak tahu atau tidak mau repot melakukan tindakan yang lainnya.

Akan ada lebih banyak konsekuensi baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun kesehatan dari tindakan yang gegabah. Untuk itu diperlukan analisa dan pertimbangan yang mendalam sebelum tindakan tersebut diambil.

Berbagai statistik dan data yang tersedia dapat memberikan arahan lebih baik. Begitu juga pengalaman negara-negara lain seperti Taiwan dan Korea Selatan dapat menjadi pelajaran dan contoh yang baik. rmol news logo article

Yose Rizal Damuri
Kepala Departemen Ekonomi CSIS Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA