Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Simbol Silaturahmi Pakai Terowongan?

Selasa, 11 Februari 2020, 01:49 WIB
Simbol Silaturahmi Pakai Terowongan?
Presiden Jokowi/Net
SELALU penuh kejutan. Itulah kesan mendalam penulis pada Bapak Presiden Joko Widodo. Apa yang di luar pemikiran orang banyak, muncul ide tak terduga darinya. Terowongan Silaturahmi. Itulah yang bakal direncanakan dalam waktu dekat ini.

Presiden Jokowi mengatakan pembangunan terowongan bawah tanah yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral sebagai simbol silaturahmi antarkedua umat beragama. Istana juga menyebut bahwa terowongan itu memiliki pesan toleransi. Tujuan dibangunnya terowongan tersebut untuk mobilisasi jemaah dari Istiqlal ke Katedral atau sebaliknya.

Pro dan kontra pastinya bergulir. Yang pro menganggap rencana Pak Jokowi sangat baik karena bisa menjadi obat intoleransi di Indonesia. Yang kontra, seperti Muhammadiyah dan PBNU mempertanyakan urgensitas pembangunannya.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan, pembangunan terowongan itu sebaiknya ditinjau ulang. Menurutnya, masyarakat saat ini tak membutuhkan 'silaturahmi' dalam bentuk fisik berupa terowongan. Melainkan, kata dia, masyarakat membutuhkan silaturahmi dalam bentuk 'infrastruktur sosial'.

Infrastruktur sosial yang dimaksud adalah keberpihakan pemerintah membangun toleransi autentik dan hakiki bukan toleransi basa basi. Adapun menurut Said Aqil, pembangunan terowongan tidak perlu. Harus memiliki nilai. Ia mempertanyakan urgensitas pembangunannya.

Ada-ada saja ide Pak Presiden. Tanpa ada terowongan, secara simbolis, lokasi Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang berhadap-hadapan sudah menggambarkan toleransi itu sendiri. Penggunaan tempat parkir  masjid atau gereja jika salah satu rumah ibadah itu beragenda juga sudah menandakan betapa toleransi itu dijunjung tinggi. Jadi, pesan toleransi sudah terlaksana sejak dulu. Tidak perlu bikin terowongan dengan alasan toleransi.

Mengenai urgensi tidaknya terowongan dibangun, maka perlu dilihat tujuannya. Kalaulah tujuannya untuk mempermudah mobilisasi jemaah, kira-kira berapa menit yang dibutuhkan jemaah berjalan dari parkiran ke katedral atau sebaliknya? Apa butuh bermenit-menit hingga berjam-jam? Tidak kan? Artinya, pembangunan terowongan itu memang tidak diperlukan. Buang-buang tenaga, waktu, dan pikiran.

Apa karena terlalu pekanya, hal tidak perlu semacam ini harus mendapat perhatian dari Presiden? Sementara hal-hal yang seharusnya mendapat perhatian lebih tidak berada dalam pemikiran Presiden? Seperti urgensi membayar utang negara, membersihkan korupsi di lembaga pemerintah, berkeadilan dalam memandang kasus intoleransi antar umat beragama, kenaikan harga dan tarif layanan publik, kemiskinan, problem pendidikan, lapangan pekerjaan, dan sebagainya. Semua problem itu  sangat perlu dipikirkan solusi jangka panjangnya. Bukan memikirkan terowongan bawah tanah.

Tentang dana terowongan, lebih baik kas negara diprioritaskan pada program dan kebijakan yang pro rakyat. Yang tidak urgen seperti ini malah menunjukkan keborosan. Sudahlah utang negara menumpuk, tak usah ditambah keruwetannya dengan anggaran yang tidak perlu. Masih banyak persoalan negeri ini yang butuh diselesaikan.

Jadi, kami rasa, membangun silaturahmi bisa dilakukan dengan mewujudkan toleransi yang asli bukan sekadar basa basi. Toleransi hakiki yang saling menghormati antar umat beragama. Bukan mencampuradukkan agama. Bukan pula mengembuskan narasi intoleran pada satu kelompok mayoritas lalu mengelu-elukan kaum minoritas. Mayoritas tertindas oleh minoritas. Begitulah yang seringkali dirasakan oleh umat Islam di negeri ini. rmol news logo article

Chusnatul Jannah
Penulis adalah Aktivis Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA