Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Masalah BPJS Kompleks, Presiden Harus Buka Hasil Audit BPKP

Minggu, 03 November 2019, 22:32 WIB
Masalah BPJS Kompleks, Presiden Harus Buka Hasil Audit BPKP
Kartu BPJS Kesejatan/Net
KENAIKAN iuran BPJS berdasarkan Perpres 75/2019 yang akan dimulai per Januari 2020 tentu berdampak bagi masyarakat. Ini terkait jaminan kesehatan, hak setiap warga negara, dan menjadi tanggung jawab utama pemerintahlah untuk memenuhi urusan ini dengan sebaik-baiknya.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Kalau dilihat motif kenaikan ini sekAdar kebijakan instan, kebijakan tambal sulam yang cendrung fokus hanya menutupi defisit, bukan pada mencari akar persoalan yang tuntas. Termasuk mendorong kualitas peningkatan pelayanan kesehatan serta membuat nyaman bagi semua stakeholder.

Presiden Jokowi pada  September tahun lalu pernah perintahkan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) audit BPJS, mana follow up perintah ini? Harus dijelaskan kondisi BPJS  terkait tentang tata kelola dan laporan konkrit dari BPKP.

Masalah lainnya, secara kelembagaan BPJS diketahui di bawah komando presiden, seharusnya presiden dapat menjelaskan ini secara detail, karena Menteri Kesehatan tidak bisa masuk untuk atur regulasi BPJS.

Inilah salah satu yang membuat kompleksnya persoalan BPJS, sehingga kebijakan jaminan kesehatan tidak terintegrasi, kurang  terukur dan menjadi jomplang kebijakan, berbeda visi BPJS dengan visi kebijakan Kementerian Kesehatan.

Dualisme kebijakan ini selalu menjadi runcing dan ajang adu pintar baik dari BPJS dan Kemenkes karena dari sudut pandang yang beda, BPJS dari aspek ekonomi dan pembiayaan, Kementerian Kesehatan dari ilmu medis (terselenggaranya pelayanan kesehatan), sehingga kedua lembaga ini cendrung tidak pernah akur dalam operasional kebijakannya.

Padahal harus diketahui  beberapa waktu tahun lalu pada saat Jamkesmas dikelola di bawah Kementerian Kesehatan pada kenyataannya di lapangan justru minim masalah.

Selanjutnya diduga dampak dan  beban kenaikan iuran ini pasti akan direspon peserta dengan penurunan kelas  termasuk akan berpotensi pemogokan bayar iuran yang lebih signifikan.

Karenanya, pemerintah harus ambil langkah cepat, cerdas, karena perspektif ekonomi dan kesehatan tidaklah mudah ditemukan solusinya maka harus terlebih dahulu  bersihkan lembaganya, persoalan tata kelola BPJS,  keterbukaan BPJS, melakukan evaluasi menyeluruh dan audit terhadap kedudukan kebijakan lembaga BPJS sebagai penyelenggara.

Sisir total mulai regulasi pelayanan pada fasilitas tingkat pertama, hingga rujukan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas iuran yang dihimpun dari masyarakat, maupun dari APBN dan APBD bagi PBI.

Selain itu, pula dapat dijadikan catatan bersama pada 27 Agustus 2019 dalam rapat bersama di DPR  bahwa pemerintah  dan DPR dalam hal ini Komisi IX dan XI menolak kenaikan iuran BPJS, namun kini malah dinaikkan, ada yang aneh dan tidak nyambung di sini, seolah ada kesepakatan fakta  yang dihilangkan, sehingga Perpres 75/2019 ini unik, terlalu memaksakan dan kurang berjiwa Pancasila, semestinya setiap perubahan regulasi membuat rakyat lebih nyaman, tenaga kesehatan, stakeholder nyaman bukan semakin resah.

Saatnya presiden perintahkan agar bersih bersih dulu BPJS. Kok BPJS rugi terus sejak lama, ajak duduk bareng semua stakeholder terkait, dengarkan semua hambatan  agar diketahui secara objektif dan cabut berbagai regulasi yang kurang tepat, tidak efektif dan tidak efisien, termasuk kebijakan yang kurang pas.

Termasuk, penyelewengan dari tujuan didirikannya BPJS, jika ada kebijakan yang melenceng maka sudah sepantasnya BPJS dipertanyakan? BPJS layak dipertahankan atau dibubarkan saja? Atau mengganti layanan kesehatan lainnya dengan yang dirasa jauh lebih efektif dalam penyelenggaraan dan lebih efisien dalam penggunaan anggaran, termasuk dalam hal komando kelembagaan BPJS masih patutkah di bawah presiden atau cukup pada jajaran di Kementerian Kesehatan?

Ini yang mesti dilakukan pemerintah bukan buru-buru dengan cara menaikkan tarif iuran. Temukan dulu apakah fungsi dan kedudukan BPJS ini masih layak dipertahankan sebagai penyelenggara kesehatan. Sebab, BPJS laporannya defisit terus, rumah sakit ditunda pembayaran, disuruh ngutang ke bank, obat yang terbatas, fungsi verifikator yang melebihi kewenangan dalam tindakan medis, bahkan cendrung SOP yang tidak standard, kebijakan dan kerja kerja BPJS yang begini ini sudah menyeleweng dari tujuan dibentuknya jaminan sosial.

Karenanya, mengingatkan pada [residen agar lebih hati-hati dan bijak serta menunda pemberlakuan Perpres 75/2019 sepanjang terkait kenaikan iuran BPJS sampai diketahui efektivitas fungsi tata kelola dan kedudukan BPJS. rmol news logo article

Azmi Syahputra
Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA