Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rezim Jokowi, Merajalelanya Korupsi Dan Butanya Mata Novel Baswedan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-syahganda-nainggolan-5'>DR. SYAHGANDA NAINGGOLAN</a>
OLEH: DR. SYAHGANDA NAINGGOLAN
  • Kamis, 17 Januari 2019, 16:48 WIB
Rezim Jokowi, Merajalelanya Korupsi Dan Butanya Mata Novel Baswedan
Joko Widodo (tengah)/Net
NENENG Hassanah Yasin, Bupati Bekasi menyatakan Menteri Dalam Negeri Jokowi, Tjahjo Kumolo telah memintanya untuk memuluskan proyek Meikarta, yang saat ini menjadi skandal korupsi korporasi yang jadi incaran besar besar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Luhut Binsar Panjaitan, menteri paling berkuasa di masa Jokowi yang baru meresmikan gedung tower mewah miliknya di Kuningan, ternyata juga melindungi proyek Meikarta, dengan kehadirannya dalam "topping off" projek yang meniru properti dukungan Republik Rakyat Cina di Johor (Djohor Bay) Malaysia.

Hal di atas menunjukkan bahwa rezim Jokowi memang benar-benar terlibat dalam melindungi bisnis properti, yang saat ini sudah lebih satu tahun (menurut Tata, humas KPK kepada saya/KAKI) diinvestigasi sebagai kejahatan korporasi.

Perlindungan atas proyek Meikarta memperkuat pernyataan Ahok di masa lalu, yang bisa dilacak dari jejak digital, bahwa "Jokowi tidak mungkin jadi Presiden jika tidak didukung Taipan properti".

Itu juga menjelaskan kenapa semasa Jokowi berkuasa, reklamasi di Jakarta berjalan terkesan melanggar hukum dan UU. Yang akhirnya saat ini dihentikan Anies Baswedan.

Kesulitan Indonesia melawan korupsi di masa Jokowi saat ini semakin nyata dengan kesadisan dan pelanggaran HAM yang dilakukan kekuatan anti korupsi yang semakin merajalela. Di masa Jokowi berkuasa, tokoh utama pemberantas korupsi, Novel Baswesan, matanya disiram air keras. Sehingga menimbulkan efek takut aparat anti korupsi terhadap upaya-upaya pemberantas korupsi.

Kehilangan mata kiri Novel Baswedan, yang saat ini menjadi buta, semakin mencekam karena setelah bertahun-tahun, Jokowi gagal mengungkap pelakunya. Belum lagi rakyat habis bersedih atas kasus Novel, kekuatan anti korupsi semakin ganas dengan membom rumah pimpinan KPK baru-baru ini. Bom molotov dilemparkan kerumah Agus Rahardjo dan Laode Muhammad Syarif.

Rakyat sendiri disuasanai kebencian mendalam terhadap merajalelanya korupsi di masa Jokowi ini. Pada saat Bupati Cianjur pendukung Jokowi ditangkap KPK, rakyat ribuan orang berpesta pora seharian merayakan kemenangan. Dari peristiwa itu, kehausan rakyat sudah tidak dapat dibendung lagi. Rakyat sudah dendam atas situasi korupsi yang terus merajalela.

Wakil Presiden Jokowi Jusuf Kalla juga sudah memberi indikasi bahwa projek infrastruktur sarat dengan korupsi. Indiskasi ini terlihat dari mahalnya harga pembangunan LRT yang disinyalir JK minggu lalu, Rp 500 miliar/km.

Korupsi di era ini sudah semakin merajalela. Dr. Eric Breit (Akershus University, Norway) dan Thomas Taro Lamufors (Uppsale University, Sweden) dalam tulisannya "Critiquing Corruption: A Turn Theory" menjelaskan bahwa korupsi itu berkembang bersama masyarakatnya, bukan terpisah (corruption cannot be understood as separate from society). "Corruption theory is creatures of Society".

Mengutip Eduard Pignot yang diinspirasi psychoanalitical theory (the Essex Lacanian literature), Breit dab Thomas menunjukkan kesenangan orang terhadap korupsi sebagai sebuah faktor penting. Ini sebuah bahaya besar ketika korupsi sudah menjadi candu. Seperti yang saat ini terjadi di kita.

Apakah kita terlambat dalam memberantas korupsi yang merajalela? Pertanyaan ini tergantung pada kita yang waras. Yang jelas lembaga anti korupsi dunia, Transparency International, dalam websitenya memuat kesedihan mendalam atas bom terhadap dua rumah pimpinan KPK saat ini. Plus hilangnya mata Novel Baswedan. [***]

Penulis adalah Direktur Sabang Merauke Circle.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA